Berjalan kembali menuju kediaman keluarga Norah, Ren menyusuri area hutan yang cukup luas dan tertata begitu rapih.
Faktanya, area ini sudah termasuk dalam kepemilikan keluarga Norah atau lebih sederhananya ... ini adalah hutan pribadi milik keluarga Norah.
Sangat kaya?.
Bukan ... melainkan terlalu kaya!!.
Kekayaan keluarga Norah adalah nomor satu di kota Zenisteria, mereka memegang 35% arus uang di kota dan itu adalah jumlah yang sangat besar.
Alasannya, sebagai penyihir ... keluarga Norah mampu membuat benda-benda ajaib yang memiliki nilai jual mahal. Pergi ke manapun, kau akan selalu melihat benda hasil produksi keluarga Norah ... terutama di tempat lelang.
Ren berhenti di sebuah danau kecil, ia berniat untuk sedikit membasuh tubuhnya yang lusuh dan dipenuhi bercak darah. Ia tau bahwa tak ada orang yang akan peduli padanya termasuk masalah penampilan, namun setidaknya ia tak mau mengotori wajah yang memang sudah kotor.
Melihat pantulan wajahnya di danau yang jernih, Ren terdiam beberapa saat.
.
.
.
"Sampai kapan kau akan terus melihat wajahmu yang buruk itu?"
Suara halus terdengar di kedua telinga Ren, sontak ia bangkit dari dunianya sendiri dan tersadar. Ren menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang perempuan menatap dirinya sembari tersenyum.
Perempuan itu duduk di sebuah akar pohon yang tidak tertimbun tanah, tangan kirinya yang nampak putih bersih tengah memegang sebuah pedang.
"K-kau siapa?"
Ren masih sedikit kaget hingga ia berbicara dengan sedikit kaku. Pasalnya, ia yakin betul bahwa tidak ada seorangpun di sekitar danau ini sebelumnya.
Menemukan bahwa perempuan tersebut mendadak ada di sana, hanya ada dua kemungkinan ... jika bukan karena perempuan ini pandai menyembunyikan aura keberadaanya, atau ia bergerak begitu cepat hingga tak bisa Ren sadari.
"Namaku Aenoial Dantalion. Kau tak perlu takut, aku tak ada maksud untuk menyakitimu ... aku di sini hanya untuk menikmati kesunyian."
Aenoial mengalihkan pandangannya kembali ke arah danau, ia terlihat begitu menikmati suasana di sini hingga senyumannya tak pernah lepas.
Ren masih memperhatikan Aenoial, ia agak sedikit asing dengan baju yang perempuan itu pakai. Modelnya seperti datang dari suatu tempat di mana symbol keindahan dan kedamaian berasal.
Mungkin ... karena Aenoial menginginkan kesunyian dan kedamaian, sehingga ia memakai pakaian tersebut.
Entah bagaimana, Aenoial nampak sadar akan apa yang saat ini ada di kepala si pria berambut putih.
"Merasa asing dengan baju ini?"
"S-Sedikit, maaf jika kau merasa tak nyaman."
"Tak masalah, bahkan anggota keluargaku juga merasa demikian."
Sekarang Aenoial mengangkat topik tentang keluarganya, Ren baru menyadari bahwa Aenoial terikat dengan nama sebuah keluarga besar.
Dantalion, merupakan suatu keluarga yang termasuk dalam pilar kota Zenisteria. Di satu sisi, Norah adalah keluarga yang ahli dalam sihir dan serangan jarak jauh ... Dantalion adalah sisi lainnya, penguasa pedang dengan serangan jarak dekat yang mematikan.
Bukan berarti keluarga Dantalion mengkhususkan penguasaan pedang, mereka terbuka untuk semua gaya bertarung. Hanya saja, hampir sembilan puluh persen anggotanya memilih jalan pedang.
"Adakah suatu kepentingan yang membawamu ke kediaman keluarga Norah?"
Ren memberanikan diri untuk membuka pembicaraan. Pria dengan garis darah Norah itu duduk di rumput dekat dengan danau.
Aenoial menatap ke arah Norah diam-diam, pria satu itu tak menyadari tatapan tersebut karena dirinya fokus menunduk dan menatap bayangan diri sendiri.
"Aku datang bersama ayahku untuk suatu pembicaraan penting. Selagi ayahku berurusan dengan kepala keluarga kalian, aku memilih untuk jalan-jalan keluar."
Aenoial mengeluarkan suatu kotak yang terbuat dari kayu, ia membuka kotak tersebut dan di dalamnya ada roti kukus yang masih mengepulkan uap panas.
Tanpa basa-basi dan keraguan, Aenoial bersila dan memakan roti kukus pertamanya. Lucunya, ia sedikit membuka mulut ketika roti kukus itu berada di mulutnya karena makanan tersebut masih panas.
"Begitu ... jadi, bagaimana dengan kawasan keluarga Norah menurutmu?"
"Cukup bagus, di sini tidak seperti kawasan keluarga Dantalion yang sebagian besar diisi oleh banyak area latihan ... sungguh membosankan."
"Bukankah bagus bisa berlatih?. Kau bisa bertambah kuat."
"Hahahaha ... kau tak tau seberapa menderita aku karena semua tekanan latihan yang keluargaku berikan."
Mendengar perkataan Aenoial, Ren merasa tidak nyaman hingga ia bahkan tak bisa mengatakan apapun.
Ia tak tau, apakah dirinya yang salah karena tak bisa memahami perasaan Aenoial yang tertekan oleh latihan ... atau justru perempuan itu yang tidak memahami, ada begitu banyak orang yang ingin memiliki kesempatan untuk mendapat kekuatan seperti dirinya.
" ... "
"??"
Aenoial menyadari, diamnya Ren adalah pertanda bahwa pria itu terganggu oleh kalimatnya. Aenoial hendak mengatakan sesuatu, namun beberapa orang mendadak datang ke arah mereka berdua.
Salah satu dari orang yang datang adalah tetua Barton, ia nampak sedikit terkejut dengan keberadaan Ren di samping Aenoial.
"Junior memberi hormat kepada tetua Barton."
Aenoial sigap, ia segera berdiri dan memberi hormat kepada Tetua Barton. Di sisi lain, Ren tidak memberi kepedulian pada kedatangan tetua Barton atau siapapun yang ada bersamanya.
Hanya ketika Aenoial menatap kearahnya dengan tanda tanya, barulah Ren memberi hormat dengan malas.
Ada sesuatu yang membuat Ren merasa tidak ingin terlihat buruk di mata Aenoial. Hanya saja ... ia tak tau apakah itu.
"Nona Aenoial, saya lihat anda sedikit akrab dengan Ren."
"Ren?"
" ... "
Aenoial tak faham siapa Ren yang dimaksud, sehingga tetua Barton dan orang yang bersamanya merasa bingung juga.
Hanya ketika Ren memberi isyarat dengan sebuah senggolan kecil di lengannya, barulah Aenoial tersadar bahwa pria itulah yang dibicarakan.
"Ohh ... ya, aku akrab dengan Ren!!"
Aenoial tersenyum cerah sembari merangkul bahu Ren tanpa ragu. Si korban segera kaget, ia tak siap untuk mendapat perlakuan semacam ini.
'Terlalu dekat!! Terlalu dekat!!'
Jarak antara wajah Ren dan wajah Aenoial begitu dekat, sehingga ia bisa mencium aroma tubuh si perempuan dan juga kehangatannya.
Ren yakin betul, keakraban yang dimaksud oleh tetua Barton bukanlah yang semacam ini. Tindakan Aenoial justru dapat membuat si tua bangka itu salah faham.
"Y-Ya ... saya bisa melihat keakraban kalian berdua."
Tetua Barton berdehem pelan untuk menghilangkan rasa canggungnya. Ia kemudian merubah ekspresinya menjadi serius, membuat Aenoial juga ikut serius dan melepas Ren dari rangkulannya.
"Ayah anda, Vandell Dantalion. Beliau meminta saya untuk memanggil anda ke aula utama keluarga Norah."
"Baiklah, aku akan segera datang."
Selepas kalimat Aenoial, Barton menggunakan sihirnya untuk segera berteleportasi menuju suatu tempat bersama dengan orang-orang yang dirinya bawa.
Tepat sebelum ia menghilang, mata si kakek tua itu menatap Ren tajam ... seakan ia memperingatkan Ren untuk tidak macam-macam terhadap Aenoial.
Padahal, tanpa ia peringatkan sekalipun, Ren tak akan berani macam-macam pada Aenoial yang selalu membawa pedang penuh intimidasi di tangannya.
"Baiklah, ayo kita berangkat."
"Tunggu dulu."
"Ada apa Ren?"
"Kenapa kau memegang tanganku?"
"Bukankah kita akan menuju aula utama?"
"Kenapa aku harus ikut?"
"Aku ... tak tau jalannya."
" ... "
" ... "
Bersambung ...