Namaku Eden Glariard, seorang remaja berusia enam belas tahun yang kini sedang jalan-jalan bersama adik perempuanku yang bernama Josee Gressia, ia adalah adik semata wayangku, yang berarti ia adalah adik satu-satunya yang kumiliki saat ini, dan usianya tidak begitu jauh dariku, yaitu empat belas tahun. Yah, hanya berbeda dua tahun saja dariku, namun tetap saja ia masih belum bisa menghilangkan sisi kekanak-kanakkannya itu. Akan tetapi, bagiku ini bukanlah sebuah masalah, sebab sisi kekanak-kanakkannya tersebut membuat suasana semakin berwarna.
"Kakak, ayo kita ke sana!" seru Josee sambil menarik tanganku.
"Ah... Iya, berhati-hatilah, jalannya jangan terlalu cepat, Josee."
"Laksanakan," jawab Josee dengan penuh semangat.
"Wih, kau begitu bersemangat hari ini, Josee. Memangnya ada apa?"
"Wah.. wah.. wah.. , sampai-sampai kakak tak tahu? seorang pesulap terkenal datang ke festival ini, dia adalah Master Glorie, seorang pesulap yang tersohor di negeri ini, atraksi-atraksi magis nya selalu membuat para penonton kagum, tahu."
"Oh, si pesulap yang itu, iya aku tahu."
"Nah kan, jika kakak yang memiliki kehidupan hampa pun bisa sampai tahu tentangnya, berarti dia sangat terkenal sekali."
"Benar seka-- eh.. tunggu dulu... Maksudmu, kehidupanku itu begitu hampa?"
"Eee.. ehehehehe, menurutku saja, mungkin."
"Awas kau ya, kalau sampai dapat bisa mampus kau."
"Lari, monster mengamuk."
Josee pun berlari meninggalkanku dan menuju tempat pesulap tersebut beratraksi. Tak seperti yang kuperkirakan, ternyata cukup ramai orang-orang di sana, bukan hanya sekedar kalangan anak-anak saja yang menonton, namun orang-orang dewasa pun banyak sekali yang menonton pertunjukan sulap dari Master Glorie.
Tetapi, sebab banyaknya orang dewasa yang menonton...
"Ka-kakak..."
"Ada ap-- hah? ada apa denganmu?"
"Aku tak bisa melihat sulapnya, orang-orang dewasa di depanku ini menutupi pandanganku."
"Ah, aku baru sadar bahwa badanmu tidak terlalu tinggi, hahaha," aku tertawa lepas ketika menyadari bahwa Josee tidak cukup tinggi untuk berada di belakang orang-orang dewasa tersebut.
"Kak, jangan tertawa, bagaimana ini?"
"Ahahaha, maaf-maaf.. Hmmm, bagaimana ya?" aku pun mulai berpikir sejenak.
"oh aku tahu."
"A-apa yang akan kakak lakukan? kenapa kakak berlutut seperti itu di hadapanku? kakak ingin menyembahku?"
"Bukan begitu, cepat naiklah ke atasku."
"Na-naik? Sungguh? kakak serius?"
"Iya, aku serius. Tenang saja, mengangkat seekor babi waktu itu saja aku kuat, apalagi mengangkatmu."
"Hei, kakak menyamakanku dengan babi ya?"
"Hahaha, tidak. Sekarang cepat naiklah."
"Okeh, laksanakan."
Josee pun mulai menaikiku dan duduk di atas pundakku.
"Sudah siap?"
"Siap!!"
"Baiklah, ayo kita ber..di..ri.." ujarku sambil terengas-engas akibat berdiri sembari mengangkat tubuh Josee.
"Yeay, kita akan menonton pertunjukkan sulap yang sudah lama kutunggu-tunggu."
"Hei Josee, jangan banyak bergerak, aku jadi sulit menjaga keseimbangan, nanti kita bisa terjatuh di antara kerumunan orang-orang."
"Baiklah kak, baiklah."
Kami berdua pun akhirnya menonton pertunjukkan sulap Master Glorie hingga pertunjukannya usai. Tak disangka hampir setengah jam dihabiskan hanya untuk menggendong Josee yang ingin sekali menonton pertunjukkan sulap. Kami pun mencari tempat yang cocok untuk istirahat sambil memakan makanan yang sempat kami beli sebelumnya.
"Ahh... lelah sekali,"
"Hehehe, maafkan aku kak, karena sudah merepotkanmu."
"Tak apa, selagi hal tersebut membuatmu senang, aku tak keberatan untuk melakukannya."
"Aaaaa... kakaku romantis sekali," ucapnya sambil memelukku.
"Tentu saja, karena seorang kakak akan selalu melakukan apa pun agar adiknya tetap merasa senang."
Josee pun terdiam sejenak, ia pun tersenyum lalu menyandarkan kepalanya ke bahuku.
"Aku sangat beruntung"
"Sangat beruntung?"
"Yap, dan mungkin saja aku adalah orang yang paling beruntung di dunia ini. Apakah kakak tahu? teman-teman sangat iri denganku, karena aku memiliki seorang kakak yang baik dan perhatian sepertimu."
"Benarkah? aku benar-benar sangat senang mendengarnya."
"Aku juga, tapi..."
"Tapi apa?"
"Ada satu hal yang membuatku iri"
"Membuatmu iri? apa itu? bukankah kau bilang bahwa teman-teman selalu iri denganmu sebab tak memiliki kakak sepertiku?"
"Bukan, bukan itu. Aku hanya iri dengan mereka yang bisa menghabiskan waktunya bersama seluruh keluarganya, ada ayah, ibu, kakak, adik, semuanya lengkap. Sedangkan kita? kita hanya sering menghabiskan waktu berdua saja tanpa ayah dan ibu."
"Hmm.. Kau benar. Tapi mau bagaimana lagi? Ayah adalah kepala keamanan kota Victoria, sedangkan ibu adalah seorang dokter, tentu saja mereka akan terus disibukkan dengan pekerjaan yang sedang mereka laksanakan."
"Dan juga, Josee.. Mereka berdua jasanya sangat besar di negeri ini. Ayah adalah orang yang menjaga keamanan kota ini, dan ibu adalah seorang dokter yang akan selalu menjamin kesehatan orang-orang di kota ini. Sebenarnya teman-temanmu iri dengan apa yang orang tua kita kerjakan, tapi kau tidak menyadarinya," sambungku.
"Yah, mungkin saja kau benar. Tapi kak, aku hanya ingin bisa menghabiskan waktu bersama keluarga, bukan hanya di rumah, tetapi juga di luar rumah, seperti yang kita lakukan saat ini, yang kuinginkan saat berada di sini adalah, menikmati hari-hari seperti ini bersama ayah, ibu, kakak, dan aku. Jujur, sebenarnya aku selalu menginginkan hal tersebut."
"Hmm.. ternyata itu hal yang kau ingikan, ya. Tenang saja, aku berjanji akan berusaha untuk mengabulkannya. Suatu saat nanti aku akan mengajak ayah dan ibu untuk ikut serta bersama kita menikmati kesenangan ini."
"Benarkah?!" tanya Josee dengan penuh semangat.
"Tentu saja, aku berjanji kita akan ke sini lagi bersama ayah dan ibu, jika mereka menolaknya, maka aku akan memaksa mereka mati-matian hingga mereka mau menurutinya."
"Yeay, aku menjadi tidak sabar, yuhuuu!"
Seketika perasaanku turut senang ketika melihat wajah Josee yang ceria seperti biasanya. Terkadang, hal-hal kecil seperti ini membuatku merasa sangat senang dan bahagia. Aku terkadang bingung, kenapa hal-hal seperti ini begitu indah ketimbang hal lainnya. Sulit memang untuk mendeskripsikan seperti apa dunia ini. Apalagi memandangi, memahami, dan mencoba mengerti lebih dalam apa itu kebahagiaan duniawi. Karena setiap orang pasti berbeda-beda dalam memandang dunia yang super luas ini, serta berbeda-beda pula dalam menanggapi semua perihal di dunia ini. Mungkin ini sudah cukup. Tak ada lagi yang perlu ditambah dan tak ada lagi yang perlu direnggut dariku, dengan kehadiran orang spesial dalam hidup ini, maka ini adalah kebahagiaan yang sangat indah dan sempurna dalam hidupku. Dan juga kuharapkan, hal indah dan sempurna ini tak akan pernah lenyap dari dunia yang telah kuhinggapi saat ini.
"Josee, waktunya kita pulang, mungkin saja ibu dan ayah sudah kembali ke rumah saat ini."
"Aye-aye kapten."
Kami pun beranjak dari tempat duduk, dan segera pulang. Namun, di saat yang bersamaan...
"Kakak, lihat itu yang ada di atas sana, ada pesawat."
"Wah, banyak sekali, apakah ini salah satu pertun... tung-tunggu dulu, ini bukan pertunjukkan, apa itu?"
Tiba-tiba saja pesawat tersebut terlihat seperti sedang menjatuhkan sesuatu ke arah kota Victoria.
"Josee, cepat lari, ini bukan pertunjukkan," tegurku.
"Ada ap--"
"Semua yang ada di sini cepat pergi dari sini!!" aku pun berteriak dengan kencangnya kepada seluruh orang yang ada di sini.
Orang-orang di sekitar taman pun berlarian kesana kemari, semua menjadi tak terkendali.
"Ada apa sebenarnya kak?"
"Tak ada waktu untuk bertanya, cepat pergi atau tidak kita akan ma--"
Tiba-tiba saja terjadi ledakan di mana-mana, sumber dari ledakan tersebut berasal dari benda yang dijatuhkan oleh pesawat tadi, sepertinya mereka menjatuhkan bom ke kota ini.
"Arggghhh...!! Josee, kau tak apa-apa?"
"A-aku tak apa-apa."
"Cepat kita pergi dari sini dan menuju rumah kita."
"Ba-baik kak"
Kami pun berlari dalam lautan kengerian, banyak sekali bom dijatuhkan ke arah gedung-gedung dan bangunan lainnya yang ada di kota ini. Sambil berlari aku berdoa dalam hati semoga ibu dan ayah tidak kenapa-napa di rumah sana, dan aku berharap agar bom tersebut tidak dijatuhkan di dekat pemukiman rumah kami.
"Arggg.. ka-kaki ku terkilir" Josee pun terjatuh akibat kakinya terkilir saat berlari.
"Cepat, naik ke sini, aku akan menggendongmu, kita tak ada waktu lagi."
"Ba-baik kak."
Lalu aku pun lanjut berlari menuju rumah sambil menggendong tubuh Josee. Bom-bom berjatuhan tidak jauh dari kami, api berkobar di mana-mana, mayat bergelimpangan di mana-mana, dan pandangan kami pun jadi terbatas akibat banyaknya asap yang bertebaran akibat ledakan bom dan juga debu reruntuhan dari bangunan.
***
Tak beberapa lama kemudian akhirnya kami pun telah sampai di depan rumah. Akan tetapi, harapan dan doa agar ayah dan ibu selamat... Tidak terwujud. Hal yang terjadi dengan apa yang kuharapkan jauh berbanding terbalik. Hal yang spesial, hal yang berharga, semuanya hilang dalam sekejap.
"Ti-tidak mungkin... kenapa? kenapa ini terjadi.. ap-apakah.. apakah semua ini? ada apa ini?!"
Aku terduduk lemas melihat rumahku hancur akibat bom yang dijatuhkan oleh pesawat-pesawat tadi. Doa dan harapanku? tak ada gunanya, semua sia-sia, realita tak sesuai dengan ekspetasi. Apakah ini penebusan dosa akibat aku jarang sekali beribadah kepada Tuhan? aku tidak tahu, yang pasti semua doaku tadi sia-sia saja, semua telah terjadi, kematian selalu saja satu langkah lebih cepat dibandingkan kami, apakah ini takdir?
"A-ayah.. ibu.. Ayah!! Ibu!!" Josee pun berteriak dan berlari menuju rumah kami yang hancur akibat ledakan bom tersebut.
"Tunggu Josee, jangan kesitu, masih banyak api yang menyelimuti rumah tersebut." seruku sambil memegang tangan Josee.
"Jangan kesitu Josee, berbahaya, aku tidak ingin merasa kehilangan lagi."
"Ka-kakak.. ayah... ayah dan ibu.. me-mereka.. mereka berdua telah ma--"
Aku pun langsung memeluk Josee yang sedang dalam keadaan syok akibat melihat ayah dan ibunya tewas karena bom yang dijatuhkan tersebut. Nampak sekali bahwa ibu dan ayah baru saja pulang, sebab mayat mereka terlihat tak jauh berada di dekat pintu depan, yang kemungkinan mereka baru saja masuk ke dalam rumah.
Josee pun menangis sejadi-jadinya dalam pelukanku, aku bisa merasakan ketakutan dan kesedihannya yang bercampur aduk menjadi satu dari dalam dirinya.
"Menangislah Josee, menangislah.. kau tak perlu menahannya, a-aku pun juga... tak bisa menahannya."
Aku ikut tersulut ke dalam tangisan, aku tak mampu membendung air mata akibat kepergian kedua orang tuaku yang begitu mengenaskan. Namun, di tengah-tengah duka tersebut, kami dikejutkan oleh pasukan penerjun yang lagi-lagi datang di saat yang seperti ini.
"Josee, ayo kita pergi dari sini, di sini berbahaya."
Kami pun kembali berlari, meninggalkan kedua orang tua kami yang tewas terkapar di sana. Dan sekarang tujuan kami adalah tempat untuk bersembunyi, sebab akan berbahaya jika kami dihadapkan langsung dengan pasukan-pasukan yang baru saja terjun tersebut. Entah dari mana datangnya mereka, namun di lihat dari pergerakannya, sepertinya tujuan mereka adalah menghancurkan lalu menguasai wilayah-wilayah di kota ini.
***
Akhirnya, kami pun menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi, yaitu ruang bawah tanah yang berada di dekat taman bermain anak-anak. Ruang bawah tanah ini dulunya adalah tempat untuk bersembunyi khusus anak-anak dari badai Tornado yang pernah datang berkali-kali dalam kurun waktu tiga bulan, jadinya penduduk kota Victoria membuat ruang bawah tanah ini untuk menghindari bahaya-bahaya dari badai Tornado, kini tempat tersebut menjadi tempat yang paling aman untuk bersembunyi dari para pasukan penerjun tadi, sebab tempatnya yang jarang di rawat membuatnya tertutup oleh semak belukar yang ada di sekitarnya.
"Josee, tenangkan dirimu dulu ya, untuk sementara kita akan bersembunyi di sini."
"Ba-baik," jawab Josee dengan lemah lesu.
"Aku akan mengecek sekitar untuk memastikan tempat kita benar-benar aman, kau tunggulah di sini."
"Ka-kakak... Jangan tinggalkan aku sendiri.." jawab Josee sambil memegang tanganku.
"Tenang, aku hanya mengintip sedikit dari celah-celah di atas sini, untuk memastikan tempat kita bersembunyi ini aman, jika aman aku akan keluar sebentar, tidak jauh dari sini, kok. Kau tak perlu khawatir," jawabku sambil mengelus-elus kepala Josee.
"Ba-baiklah, Kak."
Saat aku mengecek keadaan luar, aku pun melihat ada salah satu pasukan penerjun yang akan mendarat tepat di dekat tempat persembunyiaan kami. Nampaknya, salah satu dari pasukan tersebut terpisah dari kelompok-kelompoknya, sebab jika di lihat-lihat, hanya ada dia sendiri yang akan mendarat di sekitar sini. Mungkin ini akan menjadi kesempatanku untuk merebut senjata api miliknya, tetapi aku tak tahu harus bagaimana dalam merebut senjata tersebut, sebab tak ada senjata apa pun di sekitar sini selain sebatang kayu yang memiliki ujung runcing di dekatku, sudah jelas bahwa batang kayu ini tak sebanding dengan lawan yang akan kuhadapi satu lawan satu saat ini.
"Ah, padahal ini adalah kesempatan emas untukku merebut paksa senjata yang di bawa pasukan tersebut," gumamku.
Disaat aku sedang memikirkan cara untuk merebut senjata dari salah satu pasukan yang terpisah tersebut, terlihat jelas bahwa pasukan tersebut mendarat di tempat yang salah, dan sepertinya, sebentar lagi ia akan tersangkut di pepohonan yang berada dekat dengan persembunyianku, nampak sekali bahwa dia hanyalah seorang prajurit yang masih amatiran. Jika saja ia memang benar-benar tersangkut di pohon tersebut nantinya, maka ini akan menjadi kesempatan emas bagiku karena dapat menyerangnya secara diam-diam dengan kayu runcing ini, selagi ia sedang berusaha melepaskan dirinya dari parasut tersebut, aku akan menyerangnya dari belakang, lalu menggorok lehernya sampai mati secara tiba-tiba.
Dan ternyata benar seperti perkiraanku, parasut tersebut tersangkut di pohon dekat persembunyianku. Aku langsung mengambil kayu runcing tersebut lalu berlari ke arahnya dan menyerangnya secara tiba-tiba. Dia nampaknya sadar akan kedatanganku, dan ia ingin mengambil senjata miliknya untuk menembakku, namun tanpa sempat diarahkannya senjata tersebut kepadaku, aku jauh lebih awal menyerangnya. Aku melompat dan menaiki tubuh pasukan yang tersangkut tersebut, lalu menggorok lehernya menggunakan kayu runcing yang kupakai saat ini.
Tanganku bergetar ketakutan, akibat ini kali pertamanya aku membunuh seseorang tepat di depan mataku, dan menggunakan tanganku. Namun tak ada waktu lagi untuk ketakutan, sebab aku khawatir akan datangnya pasukan lain ke tempat ini.
Lalu aku pun kembali ke tempat persembunyian bawah tanah.
"Josee, ayo cepat kita pergi dari sini, tempat ini sudah tidak aman lagi."
"Apa yang terjadi?! Kenapa badan kakak berlumuran darah, dan dari mana kakak mendapatkan senjata api laras panjang tersebut?"
"Aku merebutnya dari pasukan penerjun tadi, ia tersangkut lalu aku langsung menyerangnya secara tiba-tiba."
"Menyerang? ta-tapi mengapa aku tak tahu?"
"Tentu saja, karena aku langsung membunuhnya tampa menunggu lama, ayo cepat tak ada lagi waktu untuk bertanya-tanya, ayo pergi dari sini."
"Baik."
Kami pun segera pergi meninggalkan tempat persembunyian awal kami, dan mencari tempat persembunyian yang lebih aman bagi kami.
Di tengah perjalanan kami saat mencari tempat persembunyian, kami melihat gerombolan pasukan tadi dari kejauhan. Sepertinya mereka sudah membuat base di sekitar sini, dan mungkin bisa saja mereka akan berpatroli di daerah ini, kami harus mencari tempat yang lebih jauh dari mereka.
***
Tak berselang lama, kami sudah pergi lebih jauh dari gerombolan pasukan-pasukan tadi, kami juga telah menemukan tempat yang jauh lebih aman ketimbang sebelumnya, yaitu hutan. Kami tidak masuk terlalu jauh ke dalam hutan, mungkin sekitar dua puluh meter. Yah, ini akan menjadi perjalanan hidup dan matiku bersama Josee, aku berharap bisa bertemu dengan Tentara dari Leidence yang akan menyelamatkan kami berdua. Untuk sekarang, prioritas utamaku adalah Josee, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar Josee tetap aman di sisiku. Sebab aku tak ingin lagi ada kehilangan, sudah cukup, aku tak kuat lagi jika harus kehilangan adik semata wayangku. Aku berjanji akan melindungi Josee dengan apa pun yang kumiliki saat ini.
"Tidurlah Josee, semoga mimpi indah, kau sudah banyak menghabiskan energi hari ini. Tak apa, kakakmu ini akan menjaga tidurmu agar tetap nyenyak walaupun di keadaan yang seperti ini." ucapku sembari mengelus kepala Josee yang tertidur di pangkuanku.
"Aku akan segera mengeluarkanmu dari neraka yang amat mengerikan ini."