Lagi-lagi terlambat. Padahal kali ini Sera sudah tiba di sekolah jam 6 kurang seperempat. Tapi tetap saja bunga dan cokelat itu sudah lebih dulu berada di laci mejanya. Dengan kesal, Sera menuju kantin dan memesan beberapa potong gorengan serta segelas kopi hitam. Lalu dengan santai, ia keluarkan sebatang rokok dari saku kemeja seragamnya. Kalau kata anak zaman sekarang sih, sebats dulu bro!
Para pedagang di kantin sudah biasa melihat Sera merokok. Jadinya mereka semua anteng saja dengan kegiatan mereka masing-masing, berpura-pura kalau mereka tidak pernah melihat cewek itu dan menganggapnya tidak pernah ada di sana. Padahal, kalau sampai para guru tahu, para pedagang kantin itu juga bisa kena marah.
Sera juga nampaknya santai saja, mumpung masih pagi dan belum ada guru yang patroli. Nggak lama kemudian, Clara datang dan bergabung dengannya.
"Nggak ketemu lagi ya sama pelakunya?"
Sera menggeleng dengan pasrah sambil menyesap kopi hitamnya yang masih panas.
Clara merebahkan kepalanya di atas meja. "Waduh, kayaknya gue harus dateng lebih pagi lagi nih besok. Gue juga ikut penasaran soalnya. Kepikiran terus."
"Gue juga. Beneran harus nginep kayaknya kalau mau tahu siapa yang naruh. Yang gue bingung, maksudnya apa sih tuh orang naruh gituan di meja gue?"
"Ya orang itu suka sama lo, lah, Ser." Clara mendecakkan lidahnya. "Masa' tuh orang benci sama lo tapi ngasih cokelat. Kan nggak lucu?"
"Tapi nggak mungkin ada yang suka sama gue."
"Kenapa nggak mungkin?" tanya Clara bingung.
"Kayaknya beneran salah sasaran deh!" Sera tak menanggapi pertanyaan Clara dan menatap teman semejanya itu lekat-lekat. Dilihat dari sisi manapun, sahabat ceweknya ini cantik pake banget! Rambut panjang terawat, kulit putih bersih, bibir pink alami, dan yang paling penting Clara gadis yang pintar dan hatinya baik banget. Kalau diibaratkan, Clara dan Sera itu bagaikan langit ketujuh dan inti bumi. Alias, jauh banget!
Clara jadi salah tingkah karena tatapan Sera. "Kok, lo liatin guenya gitu banget sih? Jangan bilang... lo suka sama gue?"
"Sembarangan aja lo kalau ngomong!" Sera melotot sambil bergidik ngeri. "Walaupun gue kayak cowok, gue masih normal tahu! Makanya kalau pelakunya cowok, mau gue jadiin pacar. Biar orang-orang tuh sadar, gini-gini juga gue tuh cewek!"
"Iye, iye." Clara menyeruput susu murninya. "Percaya deh."
"Jadi, lo udah nemuin cara lain untuk nemuin pelakunya belum?" tanya Sera penasaran. "Katanya lo bakal cari cara yang elegan?"
Clara nyengir kuda. "Sorry, belum nih. Belum kepikiran apapun. Soalnya main rapi banget kayaknya tuh orang."
Sera manggut-manggut sambil menghisap rokok dan mengepulkan asapnya tinggi-tinggi, membuat Clara beberapa kali terbatuk karena menghirup asapnya.
Walaupun Clara tak berkomentar apa-apa, Sera cukup sadar untuk segera melempar rokoknya ke tanah dan menginjaknya hingga hancur.
"Eh, Ser..." Clara menepuk lengan Sera dengan heboh. "Setelah mengamati situasi sekitar, kayaknya gue tahu deh siapa yang naruh bunga sama cokelat di meja lo!" Clara kemudian tertawa geli, tapi pandangan matanya mengarah pada seseorang yang tengah duduk sendirian di pojokan kantin.
Sera mengikuti arah pandangan Clara dan menemukan seseorang yang paling nggak ingin dia lihat di dunia ini. Bahkan di akhirat juga, kalau bisa.
Joko Budi Santoso. Cowok yang secara penampilan sebelas dua belas sama Sera. Item, dekil, rambutnya kribo, dan ngomongnya medok banget. Cowok itu pernah 'nembak' Sera waktu kelas sepuluh, di depan umum pula! Tapi Sera langsung menolak dan menghadiahinya tendangan maut di kepala dan perut sampai cowok itu nggak masuk sekolah selama satu minggu. Kejadian itu juga yang membuatnya dilirik oleh kelompok perusuh sekolah mereka dan sukses menjadikannya panglima 'perang' perempuan pertama di SMA Karya Nusa. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan bukan?
Sekarang, cowok medok itu sedang duduk santai sambil meneguk air mineral gelasnya dan menatap Sera dari ujung kantin. Ketika pandangan mereka bertemu, Joko langsung cengar-cengir kayak orang kesambet.
"Ihhhhh..." tanpa sadar Sera bergidik ngeri, bulu kuduknya meremang. Clara tertawa semakin puas.
"Nggak lah. Nggak mungkin si Joko!" Sera berbisik. "Dia tuh kere alias bokek alias nggak punya duit. Mana mungkin beliin gue bunga ama cokelat tiap hari. Lo liat aja tuh, minumnya air mineral gelasan, terus kalau makan juga cuma nasi ama kerupuk pake kecap. Paling banter pesen telor ceplok."
"Jahat lo, Ser." Clara mati-matian menahan tawa. "Bisa aja kan dia hemat buat nabung, biar bisa beliin lo bunga dan cokelat. Abisnya siapa lagi dong? Soal Joko kan semua orang juga tahu, kalau dia suka sama elo."
"Tapi... tapi..."
"Kalau beneran Joko yang ngasih, janji lo tetep harus ditepatin ya!" lanjut Clara, dengan senyum geli menghiasi bibirnya. "Janji yang kalau pelakunya cowok, bakal lo pacarin!"
Sera cemberut. Walaupun sadar diri kalau dia sama sekali nggak cantik dan feminin, tetap saja dia berharap ada cowok ganteng yang menyukainya. Ya minimal jangan Joko lah! Mau ditaruh di mana harga dirinya, kalau dia sampai pacaran sama Joko? Satu sekolah juga sudah tahu kalau Sera pernah menolaknya.
Semoga bukan Joko... Semoga bukan Joko... Jangan Joko please! Sera terus mengulang kalimat itu dalam pikirannya seperti merapal mantra.
***
Gara-gara bus yang belum juga datang, Sera nekat berangkat sekolah pakai taksi. Nggak apa-apa deh duit jebol sekali-sekali, yang terpenting dia bisa tahu siapa pelaku yang menyimpan mawar segar dan cokelat di mejanya selama ini.
Tapi begitu ia sampai di sekolah, cokelat disertai mawar merah yang biasa ia lihat sehari-hari selama 12 hari terakhir ini sudah nangkring dengan apik di laci mejanya. Kali ini dilengkapi sepucuk surat dengan kertas berwarna hijau alpukat kesukaan Sera. Dengan kesal ia membuka surat itu dan membacanya.
Dear Sera..
Walaupun lo item dan dekil kayak daki badak,
Rambut lo lepeknya ngalahin gelandangan di perempatan,
Dan kelakuan lo lebih bangsat daripada laki-laki, tapi bagaimanapun juga..
Lo itu perempuan.
Berhentilah merokok.
Karena dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
Oke?
Sincerely,
Your Secret Admirer
Sera ternganga. Etdah, ini orang ngatain apa gimana sih!?
"Mingkem Ser. Badak bisa masuk tuh!"
Sera menoleh ke sumber suara. Rupanya Clara yang datang.
"Clar, liat deh." Sera mengangsurkan surat di genggamannya pada Clara.
"Lho, masih jam setengah enam dan cokelat sama mawar ini udah ada?!" Clara melirik jam dinding sekilas sambil mendecakkan lidahnya heran dan menerima surat dari tangan Sera. Surat itu sukses membuat Clara mengerutkan dahi saat membacanya, namun sejurus kemudian gadis itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Nih orang mau nasihatin apa mau ngatain elo sih, Ser?" Clara menyeka air mata yang menggenangi pelupuk matanya akibat puas tertawa. "Mana pake kata-kata khas iklan rokok pula! Aduh... parah ni orang!"
"Mana gue tahu!" seru Sera ketus, sebal karena Clara malah tertawa disaat ia justru cukup tersinggung dengan isi suratnya.
"Tapi dengan adanya surat ini, makin jelas deh kalau mawar dan cokelat itu emang buat elo." Clara menyerahkan surat itu kembali pada Sera. "Bukan salah sasaran. Bukan buat gue. Iya kan?"
Sera mengangguk lemah. Iya juga.
"Tapi gue jadi makin yakin kalau pelakunya si Ki Joko Bodo!" Clara tersenyum misterius.
"Kenapa?" air muka Sera berubah semakin keruh.
"Kan yang kemaren pagi liat lo ngerokok pagi-pagi cuma gue sama Joko. Inget nggak lo?" Clara menjentikkan jarinya. "Kebetulan, tadi juga gue lewat kantin dan liat Joko udah nongkrong di tempatnya yang biasa."
Tanpa pikir panjang, Sera langsung berlari menuju kantin. Menghampiri Joko yang tengah asyik makan nasi pakai kerupuk dikecapin plus segelas air mineral. Clara dengan panik mengekor di belakangnya. Bisa kacau nih, kalau Sera ngamuk!
"Eh, Sera sweetheart. Selamat pagi, cantik! Kamu datang pagi sekali ya hari ini?" sambut Joko sumringah saat Sera tiba di hadapannya. Sama sekali nggak menyadari keruhnya wajah gadis itu.
Tanpa mengindahkan sambutan Joko, Sera langsung mencengkeram kerah seragam Joko dengan satu tangan dan menariknya hingga cowok itu berdiri.
"Jadi selama ini elo, ya?"
"Ehh... selama ini apaan Sera?" nyali Joko mulai menciut.
BUUGGHH! Sera langsung menghadiahkan bogem mentah ke pipi Joko. Semua yang ada di sana, termasuk Clara dan para pedagang kantin, tanpa sadar menahan napas mereka.
"Aduh, Sera makin sehat ya. Pukulannya semakin kuat, hehe." puji Joko sambil nyengir kuda walaupun sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Eh, Joko gendeng! Elo kan yang selama ini naruh cokelat sama bunga di laci meja gue? Ngaku lo sekarang!" Sera menggoyang-goyangkan tubuh Joko dengan tangannya yang mencengkeram kuat kerah seragam Joko.
"Ser, Sera..." desis Clara sambil menarik-narik lengan kemeja Sera, berusaha menghentikan teman semejanya. "Tenang dulu, Ser...."
Para pedagang di kantin yang melihat kejadian itu kompak memalingkan wajah. Semuanya memilih untuk tidak peduli. Bukannya nggak kasihan sama Joko, tapi mereka khawatir Sera akan mengacak-acak seisi kantin jika mereka melerai. Daripada dagangan mereka ikut hancur, lebih baik Joko saja yang menghadapinya.
"Enggak, Sera. Enggak. Ampun aku, Ser." Joko semakin ketakutan. Badannya gemetar hebat. "Sumpah! Walaupun mau banget, tapi Joko mana ada duit buat beliin Sera bunga. Apalagi ditambah cokelat. Duit jajan Joko aja cuma sisa lima ribu sehari setelah dipotong ongkos."
"Liat aja, sehari-hari Joko cuma makan nasi pakek kerupuk dikecapin. Minum juga cuma air mineral gopean." Joko malah mencurahkan isi hatinya sambil menangis sesenggukan di hadapan Sera. "Nggak heran kalau orang-orang pada nggak mau temenin Joko. Dan Sera juga... wajar aja kalau Sera nolak Joko. Joko sadar diri kok."
"Ck!" Sera jadi nggak tega dan akhirnya menghempaskan tubuh Joko ke tanah berikut melemparkan selembar uang dua puluh ribu ke wajah Joko sebagai permintaan maaf.
"Terus siapa dong, pelakunyaaaaa?!" jerit Sera frustasi. Gadis itu sama sekali nggak menyadari kehadiran Pak Taufik yang sudah bersiap-siap mengayunkan penggaris besinya di belakang Sera.
***