Jam pelajaran telah usia, kini hampir seluruh penghuni SMA NEO sedang berada di kantin sekolah untuk makan siang. Tidak terkecuali juga dengan Resha yang kini duduk sendirian menikmati makanan yang dibawakan oleh asisten pribadinya tadi pagi.
Dengan perlahan Resha mulai menyantap makanannya sembari memainkan ponselnya. Si cantik itu tampak cuek dengan keadaan sekitar dimana mungkin hampir seluruh pasang mata mengarah padanya.
"Seperti biasanya, walaupun ini memuakkan tapi aku benar-benar harus memakannya," gumam Resha sembari menghela nafas kasar.
Ya, Resha hanya makan makanan sehat untuk menjaga tubuh idealnya. Menjadi model itu tidak mudah, bahkan untuk sampai di titik ini juga sudah banyak hal yang harus dilewati oleh si cantik itu dengan susah payah. Jadi, mau tak mau ia harus tetap menjaga semuanya supaya tetap berjalan seperti semestinya meski dengan keadaan yang terpaksa.
Hingga beberapa saat kemudian, Resha mengalihkan perhatiannya dan manik cantiknya itu menangkap ada 3 orang siswa dan 1 orang siswi yang sedang berkerumun.
"Ada dengan mereka?" tanya Resha entah pada siapa tanpa mengedipkan matanya.
~~
"Lihatlah babi ini, sangat lahap sekali bukan?" ucap seorang siswa bername-tag Varelino Yudhistira.
Yang lain terkekeh senang, seperti ada suatu kesenangan sendiri ketika mereka mengganggu seorang siswi yang selalu duduk sendirian di kantin itu.
"Hoho, kenapa berhenti? Ayo, lanjutkan saja," sahut temannya yang bernama Felix.
Sementara siswi yang di ganggu hanya diam sembari menggenggam sendok yang ada di tangannya. Dia bahkan menundukkan kepalanya, mungkin saat ini ia sedang ketakutan karena di rundung oleh 3 siswa menyebalkan ini.
"Hey, kenapa diam saja? Apa kau merasa terganggu?" tanya siswa terakhir yang bernama Chandra itu.
"B-bisakah kalian pergi? Aku hanya ingin makan siang di sini," sahut siswi itu dengan ragu dan takut.
"Tidak apa, kau makan saja. Aku dan temanku hanya ingin memandang mu," ucap Felix dengan jahilnya.
Siswi itu kemudian melanjutkan makannya. Hingga beberapa saat kemudian, sebuah gelas berisi jus jeruk milik siswi itu tumpah dan memenuhi piring berisi makanan yang sedang di santap oleh si siswi tersebut.
"Oh, aku tidak sengaja,"
Siswi itu memejamkan matanya menahan amarah. Marah pun percuma, ia tetap akan kalah.
Hingga beberapa saat kemudian ..
Byurrr ...
Satu gelas penuh berisi jus strawberry berhasil mendarat di atas kepala siswa bernama Felix itu. Si tersangka yang dengan sengaja menyenggol gelas jus jeruk milik siswi pendiam tersebut.
"Brengsek!" umpat Felix mendapati seragamnya sangat kotor dengan noda merah.
Ketiga siswa -ah tidak. Seluruh pengunjung kantin mengalihkan perhatian mereka pada gadis yang berdiri tanpa takut di depan Felix. Matanya terbelalak sempurna dan menatap siswa itu tanpa takut.
"Sorry, aku tidak sengaja," ucap Resha dengan santai.
"Apa katamu?" geram Felix.
Resha tersenyum miring, "tidak sengaja. Apa kau tuli?" ulangnya sekali lagi dengan sinis.
"Berani sekali kau mencari gara-gara denganku!" kesal Felix.
"Kenapa aku harus takut? Apakah aku akan rugi jika aku membuat masalah dengan mu?"
Bagai di sulut api, ini adalah kali pertamanya Felix mendapati seseorang gadis yang berani padanya. Begitu juga dengan Lino dan Chandra yang tidak kalah terkejutnya seperti Felix.
"Pengecut sekali ya kalian. Bahkan hanya untuk mengganggu seorang gadis saja harus keroyokan," sinis Resha lagi.
"Apa urusannya denganmu anak baru. Berhenti ikut campur jika kau tidak mau ikut terkena masalah," sahut Lino tidak santai.
"Aku tidak perduli dengan omong kosong mu itu!" bentak Resha.
Tanpa menunggu lama, gadis cantik ini dengan berani mendorong tubuh Felix dan Lino. Si cantik itu tersenyum melihat siswi yang tadi diganggu oleh ketiga siswi itu. Kemudian Resha meletakkan gelas yang ada ditangannya dan mengulurkan tangannya pada siswi tersebut.
Siswi itu hanya diam. Ia kenal dan tau siapa gadis yang mengulurkan tangannya itu, hingga hal itulah yang membuat dirinya ragu untuk menjabat tangan Resha.
"Ikut denganku saja. Di sini tidak nyaman," ucap Resha dengan tenang dan senyuman manisnya itu.
Belum sempat siswi yang diajak olehnya itu menjabat tangan. Tubuh Resha sudah lebih dulu ditarik dan dihempaskan ke belakang begitu saja oleh Felix.
"Gadis sialan. Untuk apa kau ikut campur di sini? Lebih baik kau pergi!" kesal Felix yang sudah menggebu-gebu karena amarahnya sendiri.
"Berhenti berbuat onar. Apa kau sadar bahwa apa yang kau lakukan ini keterlaluan? Kalian itu membully anak yang tidak bersalah. Dimana letak otak kalian sebenarnya?!" Resha menaikkan nada bicaranya.
Semua orang terkejut bukan main. Resha tidak seperti yang terlihat, meski dia sangat manis dan tampak lemah lembut. Namun ternyata Resha itu bisa meledakkan amarahnya juga.
Beberapa detik kemudian, Resha menarik nafas dalam-dalam dan kembali mendekati siswi tadi. Tanpa pikir panjang ia langsung menariknya dan berniat mengajaknya pergi.
Lagi-lagi Felix menahannya dan kini siswa itu justru mencengkeram kuat pergelangan tangan Resha.
"A-aww... Sakit! Lepaskan!" teriak Resha sembari meringis kesakitan.
"Sudah ku bilang berhenti ikut campur gadis sombong!" tegas Felix.
"Aku hanya mau membantu dia. Lepaskan aku!" sahut Resha yang masih berusaha.
Siswi yang berniat untuk ditolong Resha itu berdiri dari duduknya. "Felix, hentikan. Dia tidak ada urusannya denganmu," ucapnya pelan.
"Dia sudah berani mengganggu kesenangan ku juga. Dia harus tau siapa aku," sahut Felix tanpa takut.
Setelah mengatakan itu, Resha merasa tangannya semakin sakit karena Felix tang mencengkeramnya dengan kuat. Bisa di pastikan setelah ini tangan Resha akan terluka.
Resha tidak tahan lagi.
"Lepaskan aku, sialan!" teriak Resha sembari menendang aset Felix dengan keras.
Felix langsung terdorong ke belakang sembari memegang 'asetnya' yang terasa sangat ngilu. Sementara Resha bernafas lega dan mengusap pergelangan tangannya pelan.
"Bajingan sepertimu ternyata tidak bisa di ajak bicara dengan halus!" ketus Resha.
Beberapa detik kemudian, ia mengalihkan pandangannya menatap siswi yang sedang melongo melihat Felix kesakitan. Sementara dua teman Felix juga sama ngilunya melihat bagaimana tendangan Resha yang tidak main-main.
"Kita pergi dari sini.." ucap Resha sembari menarik pergelangan tangan siswi yang baru saja ia bantu itu dengan cepat.
Mereka berdua kemudian meninggalkan area kantin. Membiarkan Felix yang di urus oleh kedua temannya tanpa tau dan mau tau apa yang nantinya terjadi pada remaja laki-laki itu.
*
**
Kini Resha dan siswi yang ia selamatkan tadi itu berada di bawah tangga yang sepi. Resha ingin memastikan apakah yang dia selamatkan baik-baik saja atau tidak, ia bahkan tidak perduli dengan pergelangan tangannya yang sudah memerah dan terasa panas.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Resha perhatian.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Bagaimana--" siswi itu terkejut melihat tangan Resha yang sangat merah. "Astaga, tanganmu. Bagaimana ini?" paniknya.
"Hey, tidak apa. Ini biasa saja, kamu tenanglah," tutur Resha.
"Bagaimana bisa tenang? Kalau semerah ini? Kalau manajer mu tau bagaimana? Ini--"
"Kamu tau siapa aku?" potong Resha dengan santai.
"Y-ya, tentu saja aku tau siapa kamu," sahut siswi itu dengan gugup.
"Mari berkenalan dulu. Kamu tau siapa aku, tapi aku belum tau siapa kamu. Aku Resha Aurelia.."
Siswi itu menatap tangan Resha yang terulur untuk kedua kalinya. Sangat canggung dan tidak bisa ia bayangkan sebelumnya.
"Aku... Yuna, Yuna Nasuha.." sahut siswi itu memperkenalkan diri.
Resha tersenyum ceria, ia seperti mendapat teman baru. "Bagaimana bisa mereka mengganggu kamu? Lalu, kenapa kamu juga diam saja?" tanyanya dengan heran.
"Itu sudah biasa, marah atau melawan juga percuma. Mereka bukan lawanku," jawab Yuna dengan lirih.
"Tapi, mereka nakal!" sahut Resha tak terima.
"Aku tau.."
"Ugh, kalau aku jadi kamu sudah habis mereka aku laporkan polisi!" kesal Resha.
Yuna terkekeh mendengar itu. Resha tampak lucu ketika dia marah dengan ekspresinya yang justru terlihat sangat menggemaskan.
"Kenapa tertawa?" tanya Resha bingung.
"Tidak apa, aku hanya.. senang dan berterima kasih padamu," jawab Yuna.
"Untuk?"
"Menjadi orang kedua yang membantuku," Yuna tersenyum dengan tulus.
"Orang kedua? Memangnya siapa yang biasanya membantu kamu?" tanya Resha penasaran.
"Bukan siapa-siapa.." jawab Yuna bohong.
Resha menaikkan sebelah alisnya curiga. Tapi, Resha itu polos alias mudah terpedaya juga.
Hingga beberapa saat kemudian, Resha melihat sosok yang bisa mengalihkan dunianya.
"Jeandra!!" pekik Resha dengan nyaring.
Yang di panggil menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara. Resha melambaikan tangannya dan tersenyum lebar membuat Yuna mengikuti kemana arah pandang Resha.
"Jean, kemari!" teriak Resha semangat.
Namun, tampaknya Jean acuh begitu saja dan tidak merespon. Pemuda tampan itu justru pergi melenggang begitu saja tanpa memberikan tanggapan apapun pada si cantik yang dengan semangat sudah memanggil dirinya.
"Kenapa dia sangat dingin dan sombong?!" kesal Resha.
"Dia tidak tersentuh," ucap Yuna tiba-tiba.
"Apa katamu?"
"Jeandra itu tidak tersentuh. Dia itu bagaikan es batu di kutub utara. Dingin dan keras," jelas Yuna.
"Bagaimana bisa?" Resha menatap Yuna dengan serius.
Yuna menggelengkan kepalanya, "aku tidak tau. Anak-anak bilang, dia memang keras dan dingin. Jadi, jangan terkejut dengan sifatnya yang seperti itu,"
Resha diam mendengar penjelasan dari teman barunya ini. Pandangannya kembali ke tempat dimana Jean tadi berjalan. Tanpa berkedip, Resha berpikir dan pikirannya justru sudah menerawang jauh.
'Mungkin dia bukan tidak tersentuh, tapi memang tidak ada yang berusaha untuk menyentuh dirinya,' batin Resha.