Matanya tak berkedip melihat sebuah sekolah, tepat di seberang jalan ketika ia membantu Ayahnya di bengkel.
"Aku ingin sekolah, seperti teman-teman yang lain," ia menuliskan kata-kata itu di buku catatan kecil yang Hanin kalungkan, lalu ia tunjukkan pada sang Ayah.
"Bukannya Ayah tak mau menyekolahkanmu nak, tapi keadaanmu yang tak bisa berbicara, juga pekerjaan Ayah yang hanya seorang montir," ucap ayah panjang lebar pada putri kecilnya, yang sudah berusia 10 tahun.
Dan Hanin pun, membalas perkataan ayah dengan tulisannya.
"Maafkan aku Ayah, aku hanya ingin memiliki teman yang banyak," Hanin menunjukkannya pada Ayah.
"Ayah sangat mengerti perasaanmu nak, Ayah janji akan berusaha untuk bisa menyekolahkanmu kelak," ucap Ayah menyemangati.
"Terimah kasih Ayah," ucap Hanin dengan bahasa isyaratnya.
Sementara Ayah hanya tersenyum, bisa melihat putrinya semangat kembali meski ia pun tak tahu kapan bisa menyekolahkan Hanin.
Di rumah Hanin sedang asyik belajar, berhitung dengan buku yang Ayah belikan di pinggir jalan dekat bengkel.
"Andai aku bisa bicara…mungkin aku bisa sekolah sepeti teman-temanku yang lain," gumam Hanin dalam hati.
"Kamu lagi apa sayang?," tanya Ayah membuyarkan lamunannya.
"Aku sedang belajar matematika Yah," jawabnya dengan bahasa isyarat.
"Oh…lagi belajar yahudah terusin gih, Ayah mau mandi dulu," ucap ayah sembari berlalu pergi ke belakang rumah.
Dan Hanin pun melanjutkan kembali, belajarnya dengan semangat yang luar biasa hingga tertidur lelap bersama buku-bukunya.
Kemudian Ayah melihatnya tertidur, segera memindahkannya ke kamar serta menyelimutinya dengan sehelai kain.
"Maafin Ayah yah nak, karena belum bisa mewujudkan impianmu yang sejak dulu kamu minta," gumam Ayah di hati yang menitikan air matanya.
Lalu tidur, di samping putri kecil yang dicintainya.
Hanin mulai penasaran, dengan sekolah di seberang bengkelnya ia pun pergi diam-diam ke sana ketika Ayahnya sedang sibuk dengan pekerjaannya sebagai montir.
Melihat ke setiap kelas yang ada, di sekolah itu seorang guru pun menghampirinya.
"Sedang apa kamu di sini?," tanya guru itu.
"Aku sedang melihat-lihat kelas Bu," jawab Hanin dengan bahasa isyarat, namun sepertinya guru itu tak mengerti.
"Apa yang kamu katakan nak?," tanya guru itu lagi.
Hanin segera menuliskan kata-kata di buku catatan, yang tergantung di lehernya seraya menunjukkan pada guru tadi.
"Oh…kamu mau sekolah di sini," ucap bu guru.
Sementara Hanin hanya, mengangguk pelan serta tersenyum.
"Tapi sayangnya kamu bisu, sulit untuk masuk sekolah," ucap bu guru pelan.
Seketika senyuman Hanin, berubah menjadi muram dan menunduk.
"Umur kamu berapa sayang?," tanya bu guru perlahan.
"10 tahun," jawab Hanin dengan mengangkat 10 jarinya.
"Oh…umurmu 10 tahun, harusnya sudah duduk di kelas 5 yah," ucap bu guru.
"Nama Ibu siapa?," tanya Hanin dengan tulisannya.
"Nama ibu Karla sayang, kalo kamu?," ucap bu Karla pada Hanin.
"Namaku Hanin Bu," jawab Hanin singkat dengan tulisannya.
"Nama yang bagus," puji bu Karla.
"Ibu akan bantu kamu masuk sekolah ini, tapi Ibu tidak bisa janji kamu pasti masuk sekolah ini," sambung bu Karla lagi.
"Makasih Bu, iya gapapa yang penting niat Ibu baik," ucap Hanin menggunakan tulisannya.
Tak disangka Ayah Hanin, mencari-cari putri kecilnya sampai ke sekolah.
"Hanin di mana kamu nak," teriak Ayah di sekitar sekolah.
Hanin pun muncul, tepat di depan Ayahnya sembari menampakkan senyum di wajahnya.
"Kamu dari mana aja sih nak?," tanya Ayah pelan.
"Aku dari kelas, terus ngobrol sama bu Karla," jawab Hanin dengan bahasa isyarat.
"Siapa bu Karla?," tanya Ayah kembali.
"Ibu guru di sini Ayah," jawab Hanin singkat dengan bahasa isyaratnya.
"Oh…ngobrol apa kamu sama dia?," tanya Ayah.
"Cuma kenalan terus, bu Karla mau bantu aku masuk sekolah ini," jawab Hanin bersemangat.
"Oh yah…baik sekali bu Karla itu, tapi apa bisa dengan keadaan kamu yang bisu dan uang Ayah yang tidak cukup untuk menyekolahkan kamu," ucap Ayah panjang lebar.
Dan keduanya terdiam, bu Karla tak sengaja mendengar percakapan Hanin dan Ayahnya.
"Aku harus membantu mereka," gumamnya dalam hati seraya berlalu pergi ke kantor guru.
Hanin semakin giat belajar, disela-sela ia membantu ayahnya di bengkel untuk mewujudkan impiannya, bersekolah tanpa membuat Ayah yang dicintainya kesulitan.
bu Karla pun memberitahunya, bahwa ada beasiswa untuk anak yang kurang mampu seperti Hanin di sekolah tempat bu Karla mengajar.
"kamu giat belajar yah sekarang," puji ayah yang sejenak beristirahat di sampingnya.
"iya dong…kan Hanin mau sekolah kayak yang lain," jawab Hanin.
"Ayah selalu mendukung kamu nak, meskipun Ayah tak mampu untuk mewujudkan impianmu," ucap Ayah yang berkaca-kaca.
"Udah dong Yah, jangan sedih terus…Hanin gapapa kok," Hanin pun menunjukkan tulisannya pada Ayahnya.
"Ayah Cuma merasa, tak bisa membahagiakan kamu nak," ucap Ayah pelan.
"Siapa bilang Ayah ga membahagiakan aku…Hanin bahagia kok bisa punya Ayah sehebat Ayah," ucap Hanin memakai bahasa isyarat.
Dan keduanya pun, berpelukkan layaknya seorang Anak dan Ayah.
"Kamu memang anak yang baik nak," bisik Ayah, sedangkan Hanin hanya tersenyum.
"Aku bahagia memiliki Ayah sepertimu," gumamnya dalam hati, kemudian mereka pun larut dalam suasana haru.
Pagi hari Hanin menjalani tes di sekolah itu, ditemani bu Karla di ruangan dan anak-anak yang kurang mampu seperti Hanin.
Nampaknya ia mengerjakan soal, dengan mudah dan penuh semangat.
"Alhamdulillah, aku bisa ngerjain tugasnya," gumam Hanin disela-sela mengerjakan soal.
Sementara bu Karla, memperhatikannya dari jauh.
"Anak itu hebat, meski ia tak bisa bicara tetapi semangatnya untuk sekolah sangat tinggi," ucap bu Karla sembari mengawasi yang lain.
1 jam pun berlalu, berakhir sudah anak-anak yang kurang mampu mengerjakan tugas Hanin pun keluar dengan raut muka yang ceria.
"Gimana Hanin tadi ngerjain soalnya?," tanya bu Karla perlahan.
"Bisa kok Bu," jawab Hanin dengan tulisan.
"Mana bisa, cewek bisu kayak kamu sekolah di sini," sindir seorang anak laki-laki sebayanya.
"Emangnya, aku ga pantes yah bu sekolah di sini?," tanya Hanin yang murung.
"Kamu ga boleh menghina temanmu seperti itu yah, ga kok Hanin…kamu kan anak yang pintar pasti kamu bisa sekolah di sini," ucap bu Karla pada keduanya.
"Tapi kan, dia ga bisa ngomong Bu," sambung anak laki-laki itu lagi.
"Meski dia tak bisa bicara, Hanin cukup pintar dalam mengerjakan soal tadi," ucap bu Karla.
Sedangkan anak laki-laki itu pun, pergi meninggalkan Hanin dan bu Karla sembari menjulurkan lidahnya pada Hanin.
Ayah pun menemui Hanin putri kecilnya, saat jam istirahat kerjanya sebagai montir.
"Gimana tesnya tadi sayang?," tanya Ayah lembut.
"Alhamdulillah Yah, Hanin bisa ngejain semua soalnya," jawab Hanin dengan bahasa isyarat.
"Wah…anak Ayah hebat dan pintar," puji Ayah.
"Makasih Yah," ucap Hanin yang memeluk Ayahnya.
Sementara Ayah, mengusap rambut Hanin.
"Ayah akan selalu mendoakan kamu nak," gumamnya dalam hati.
Lalu Ayah pun mengerjakan kembali pekerjaannya, sedangkan Hanin menunggu ayahnya di warung kecil sembari bermain, dan belajar yang ia bisa kerjakan seorang diri.
Sore pun tiba keduanya pulang ke rumah, bersama menyusuri jalan yang cukup jauh.
"Maaf yah nak, tadi banyak pelanggan yang dateng jadi lama," ucap Ayah yang berjalan di samping Hanin.
"Iya gapapa, aku seneng kok bisa nemenin Ayah," ucap Hanin sembari tersenyum padanya.
"Coba Ibu kamu masih hidup, pasti kamu ga kesepian di rumah," ucap Ayah mengenang istrinya.
"Jangan ngomong gitu Yah, biarin Ibu tenang di surganya Allah," ucap Hanin.
"Iya nak, kita doakan terus Ibu supaya bahagia di sana," sambung Ayah.
"Amin…," sahut Hanin dengan tulisan di buku catatannya.
Dan mereka pun akhirnya sampai di rumah, serta makan malam bersama dengan nasi padang dari Ayah yang kebetulan mendapatkan rezeki lebih hari ini.
Pengumuman beasiswa pun tiba, Hanin sudah mempersiapkan diri sejak pagi buta, ia tak sabar melihat hasil tesnya.
dan Ayah pun menemaninya ke sana, sementara bu Karla menunggu di sekolah.
"Selamat pagi Bu," sapa Hanin saat tiba di sekolah bersama Ayahnya.
"Pagi Hanin, sekarang sedikit demi sedikit Ibu mengerti bahasa isyaratmu," ucap bu Karla.
"Ayo kita lihat pengumumannya sekarang," ajak Ayah.
Dan mereka pun menuju mading, untuk melihat pengumuman beasiswa itu di sana tertera nama Hanin di urutan pertama dari 50 anak lainya.
"Yah aku bisa sekolah sekarang," gumam Hanin pada Ayah.
"Iya nak, selamat yah," ucap Ayah.
"Mari saya antar ke ruang kepsek," ucap bu Karla.
Lalu mereka pun, bergegas menuju ruang kepsek.
"Namamu siapa nak?," tanya bu Yani sebagai kepsek.
"Namaku Hanin," jawabnya dengan tulisannya.
"Maaf pak, dia bisu?," tanya bu Yani.
"Iya Bu, saat kecil Hanin mengalami demam tinggi, sehingga mengakibatkan gangguan pada pita suaranya," ucap Ayah panjang lebar.
"Bagaimana dia bisa mengikuti, pembelajaran kalo Hanin tak bisa bicara," ucap bu Yani.
"Hanin anak yang pandai Bu, saya yakin dia bisa mengikuti pelajaran meski ia bisu," sambung bu Karla membela Hanin.
"Baiklah bu Karla, saya akan beri kesempatan pada Hanin," ucap bu Yani pada bu Karla.
"Terimakasih banyak Bu atas kebaikkannya," ucap Ayah dan Hanin nampak bahagia mendengar keputusan kepsek.
Ayah sibuk kembali bersama bengkelnya, dan Hanin seperti biasa menunggu di warung hingga pekerjaan ayahnya selesai sebagai montir.
Sementara bu Karla, mulai mengajar kembali di kelas.
"Asyik…sebentar lagi aku mempunyai banyak teman," gumam Hanin dalam hati, sembari memakan roti yang ia beli di warung itu.
"Gimana Nin, kamu masuk sekolah itu ga?," tanya bu Wati pemilik warung.
"Alhamdulillah, masuk bu Wati," jawab Hanin.
"Wah…selamat kalo gitu," sambung bu Wati.
"Makasih," ucap Hanin yang tersenyum pada bu Wati.
Dan Ayah pun tak henti-hentinya, mengucap syukur pada Allah SWT.
"Terimakasih ya Allah, engkau telah memberikan malaikat kecil yang senantiasa menemani hamba dan pandai meski ia bisu," gumam Ayah pelan.
"Her dipanggil bos tuh, kayaknya kamu mau dikasih komisi," ucap salah seorang teman kerjanya.
"Iya Yon, makasih udah ngasih tau," ucap Heri berlalu pergi meninggalkan pekerjaannya sejenak berjalan menghampiri atasnya.
"Maaf ada apa yah bos memanggil saya?," tanya Heri.
"Saya mau ngasih komisi sama kamu, karena para pelanggan puas dengan kerja kamu yang ulet," ucap pak Bram atasnya, sambil memberikan amplop coklat pada Heri.
"Terimakasih pak, kalo gitu saya balik kerja lagi yah," pamit Heri pada pak Bram.
Sedangkan pak Bram hanya mengangguk pelan, seraya mempersilahkan Heri bekerja kembali.
Setiap hari Hanin masuk sekolah kemampuannya kian menonjol, di bandingkan yang lain dan dia mengikuti kelas loncatan karena selain pandai umurnya yang sudah 10 tahun.
"Benar-benar hebat anak itu bu Karla," puji bu kepsek.
"Keputusan Ibu sudah benar, memberinya kesempatan bersekolah di sini dan Hanin bisa membawa harum nama sekolah ini," ucap bu Karla.
"Allah maha adil yah bu, meski Hanin diberi kekurangan secara fisik namun pandai dalam hal lain," gumam bu kepsek.
"Namanya juga manusia Bu, pasti di beri kekurangan dan kelebihan," ucap bu Karla sembari tersenyum.
Sementara Hanin sedang asyik bermain, bersama teman-temannya tiba-tiba datang anak laki-laki.
"Dasar cewek bisu, kok bisa kamu sekolah di sini," ucapnya ketus.
"Eh semua orang punya hak buat sekolah di sini…lagian Hanin kan pinter walaupun dia ga bisa ngomong," ucap salah seorang temannya.
"Aku ga ngomong sama kamu, aku ngomong sama dia," ucap anak laki-laki itu sembari menunjuk Hanin.
"Udah jangan pada berantem, nanti di hukum sama bu guru loh," ucap Hanin menunjukkan tulisannya.
Kemudian bu Karla, menghampiri murid-muridnya.
"Ada apa ini ribut-ribut?," tanya bu Karla.
"Ini bu, si Ferly ngeledekin Hanin bisu," ucap seorang teman perempuan Hanin.
"Benar itu Ferly?," tanya bu Karla pada Ferly.
"Abis aku heran, kok cewek bisu bisa sekolah di sini sedangkan yang lainnya normal," jawab Ferly ketus.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu…Hanin masuk ke sekolah ini lewat jalur beasiswa, jadi dia berhak sekolah di sini," ucap bu Karla pada Ferly.
"Maaf deh Bu, saya Cuma iri sama Hanin punya banyak temen," ucap Ferly pelan.
"Iya Ibu maafkan, tapi kamu juga harus minta maaf sama Hanin," sambung bu Karla.
"Hanin aku minta maaf yah, kamu mau ga jadi temen aku?," tanya Ferly perlahan.
"Udah aku maafin kok, aku mau jadi temen kamu," jawab Hanin dengan catatan kecilnya.
Dan mereka pun, bermain bersama menghabiskan jam istirahat yang tersisa.
Sepulang sekolah Ayah menjemput, Hanin putri kecilnya yang sudah bersekolah meski dengan kekurangan yang ada pada dirinya.
"Ayo nak kita pulang," ajak Ayah ketika Hanin sudah berada di sampingnya.
"Ayo Yah, Hanin ga sabar deh pengen cerita sama Ayah," gumam Hanin dengan bahasa isyaratnya.
Dan keduanya pun pulang bersama, berjalan kaki untuk sampai ke rumah sederhana milik mereka.
"Aku bersyukur atas nikmat. yang kau berikan ya Allah hingga membuat putriku lebih bahagia sekarang," ucap ayah di dalam doanya.
Sementara Hanin di kamarnya, sedang mengerjakan tugas dari bu Karla yaitu metematika dengan serius.
"Ternyata impianku menjadi kenyataan, aku bisa sekolah dan punya banyak teman," gumam Hanin di hati.
Yang mulai meletakkan semua bukunya, ke dalam tas seraya memejamkan mata tertidur di kasurnya.