Kami bertujuan untuk menemui tetua Selig yang menurut informasi bahwa orang-orang Selig terdahulu menguasai sihir dan memiliki berbagai kemampuan yang misterius.
Pada akhirnya aku memiliki suatu tempat untuk dituju dengan kesepakatan bahwa aku ingin kembali ke dunia asalku dan dengan begitu mungkin saja jiwa Baldric akan kembali ke tubuh ini.
"Besok pagi kutunggu kamu disini, ingat pagi!" dia menegaskan padaku.
"Kenapa harus besok pagi dan tidak malam ini?"
"Alasan kami tidak berpergian malam adalah karena sangat berbahya, banyak mahluk sihir berkeliaran oleh karena itulah kubah pelindung tidak akan pernah dibuka sampai hari terang."
"Oke saat ini aku mau kembali istirahat mempersiapkan diriku untuk besok."
Aku berniat kembali ke ruang istirahatku sembari mempersiapkan keberangkatanku besok. Berjalan selangkah demi langkah meninggalkan dia, akan tetapi tiba-tiba saja seorang prajurit memanggil.
"Komandan Baldric. Anda mendapat panggilan oleh Tuan Onminus di ruang tahta."
"Apa Onminus ada disana?"
"Iya!" dijawabnya dengan nada tegas.
"Baiklah saya segera kesana." Aku sempat berpikir, untuk apa Onminus ingin menemuiku? Apa terjadi sesuatu?
Pintu besar yang tingginya sekitar tiga meter berbahan logam terbuka otomatis, suasana hening, seseorang yang duduk di kursi besar segera berdiri setelah aku masuk tiga langkah, Onminus seorang pemimpin yang tak pantas disebut pemimpin berjalan mendekatiku dan menyuruh dua penjaga yang ada di ruangan tersebut untuk keluar.

"Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu Baldric," dengan wajah serius menatap tajam dengan mata penuh ambisi yang tidak kumengerti.
"Baldric, apa kau rindu ayah?"
"Apa maksudnya?"
"Oh ya hahaha.." Suara tawanya yang penuh akan maksud tersirat padaku.
"Dia tidak pernah menerimamu sebagai anak dan menempatkanmu di garis depan militer." Ekspresinya begitu membuatku kesal tapi aku tidak terlalu menghiraukannya.
"Jadi apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan sampai memanggilku kesini?" Aku tak terlalu peduli dengan omongannya karena sebenarnya aku bukanlah Baldric.
"Kau tahu kan kalau kita sudah sangat dekat sejak kecil, terlebih lagi kita memiliki ayah yang sama walaupun sifat dan latar belakang kita yang berbeda akan tetapi kau tetap kuanggap sebagai saudaraku, adik kecilku." Wajahnya semakin tidak bisa ditebak ketika dia mengatakannya.
Selangkah demi selangkah Onminus mendekatiku, instingku memperingatkan orang ini cukup berbahaya dengan omongannya yang menurutku tidak penting dibicarakan lagi jika dia sudah tau fakta bahwa adiknya adalah Baldric.
"Hei Baldric, apa kau setuju jika aku akan benar-benar menjadi pemimpin tunggal disini?"
"Aku tak keber..ra-ta-n," nafasku terasa pengap ketika menjawab pertanyaanya.
Aku melihat ke arah bawah, sebilah pedang menusuk perutku begitu dalam, darah mengalir keluar membasahi seragam yang sedang kupakai dengan warna merahnya.
Serangannya tidak bisa kuprediksi padahal sejak tadi perasaanku sudah tidak enak tapi aku lengah. Tubuhku lemas dan secara otomatis aku bertekuk lutut, terlintas di pikiranku, "Apa dengan kematianku ini aku bisa kembali ke dunia asalku atau aku akan berakhir disini."
"Tidurlah adik kecilku, selamanyaa..," ucap dia dengan raut wajah menyeringai padaku.
Onminus mencabut pedangnya lalu menendangku dengan keras sehingga aku tersungkur, "Kau seorang prajurit yang luar biasa Baldric, tak kusangka akan berakhir disini dan untuk memastikannya aku harus benar-benar membunuhmu."
Ekpresinya penuh dengan kebencian dan rasa ingin membunuh menginjak punggungku yang sedang tengkurap akibat tendangannya tadi lalu menarik rambutku dan mengarahkan pedangnya pada leherku kemudian menyobek leherku dengan pedang tersebut.
"Ggrrrhhkkk!!" Suaraku yang memuntahkan darah dari mulut.
Darah mengalir semakin deras di daerah kerah bajuku, Onminus yang belum puas masih melihat mataku yang terbuka lalu mengeluarkan sepucuk pistol dari kantungnya lalu.
DOORR!!

Pandanganku seketika gelap dan kesadaranku perlahan memudar.
•
•
•
Cahaya menembus kelopak mataku, begitu menyilaukan, yang kulihat hanya langit yang cerah dan rasanya tubuhku sedikit merasakan dingin, kakiku merasakan air yang mengalir.
Dengan sekuat tenaga yang kupunya aku berusaha bangun.

Kulihat sungai yang mengalir deras. Tubuhku kotor dengan seragam militer yang masih kukenakan. Sepertinya aku sudah dibuang ke sungai, tapi yang lebih mengherankan. "Kenapa aku masih hidup dengan tubuh Baldric?" tanyaku pada diri sendiri.
Tiba-tiba seorang lelaki berlari kemudian mencekikku dari arah belakang. "Baldirc! Kemana saja kau selama ini?!" wajahnya terlihat sangat serius dengan sedikit amarah.
Dia mencekikku sangat keras sehingga refleks tubuhku ingin melepaskannya, "Lepaskan!! Siapa kau..?!"
"Jangan bercanda! Setelah kau pergi, keadaan semakin suram, kau tahu itu?!" dia terlihat sangat marah terhadapku.
Aku berusaha membalikkan keadaan dengan membantingnya kearah depan layaknya gerakan judo yang pernah kupelajari.
Tubuhnya hampir melayang, akan tetapi tiba-tiba dia menggagalkan bantinganku dengan tenaga yang luar biasa lalu memojokanku ke tanah. Dari sakunya dia mengeluarkan sepucuk pistol dan diarahkannya ke kepalaku.

"Baldric!! Sialan kau!!" teriaknya dengan penuh amarah, "Kau kira sudah berapa banyak bahaya yang dilalui oleh orang-orang ketika kau pergi?!"
Aku sedikit mengerti, dia begini padaku karena punya masalah dengan Baldric sebelum aku berada disini. "Sudah cukup, aku bukanlah Baldric."
"Apa maksudmu..?" raut amarahnya perlahan berganti dengan rasa heran.
"Sudah kubilang, aku bukanlah Baldric, walaupun memang benar ini adalah tubuhnya Baldric. Aku adalah orang yang berbeda." Dengan nada tulus aku berupaya meyakinkannya.
Amarahnya mereda, dia melepaskanku dan menempatkan pistol ke sakunya kembali.
"Kelihatannya kau kesusahan, ayo kerumahku, dekat kok dari sini." Dia mengajakku kerumahnya.
"Apa tidak masalah?" tanyaku.
"Yaa tentu saja."
Sambil berjalan kuperhatikan wajahnya kehilangan ekspresi, seperti dia sedang memikirkan sesuatu yang sangat mengganggu pikirannya. Tak lama kami berjalan kaki, terlihat rumah sederhana berbahan dasar kayu dengan pagar yang tak cukup tinggi dengan halaman yang luas di depan rumah tersebut.

"Ini adalah rumahku, silahkan masuk," dia mengajakku masuk.
Setelah memasuki rumahnya aku berpikir dia adalah seorang pengrajin yang handal menyukai kebersihan dan suka menata ruangannya. Perabotan rumah untuk sehari-hari tersusun rapih, kursi-kursi dan meja pun terbuat dari kayu.
"Silahkan duduk."
"Oh ya, terimakasih."
Aku duduk di kursi sambil memperhatikan sepertinya ini buatannya sendiri dan apakah rumah kayu ini juga dia yang buat kalau itu benar artinya dia seorang yang sangat terampil.
"Maaf, apa boleh meminjam kamar mandimu?"
"Oh.. benar juga kau agak kotor, ada disebelah sana," dia menunjukan arah ke kamar mandinya.
Kamar mandinya juga terbuat dari kayu-kayu yang tertutup rapat dan sistem perairannya dia menampung air hujan dengan wadah besar diatas kamar mandi yang bisa langsung kulihat, jika kuperhatikan hanya wadah itu yang tidak terbuat dari kayu dan malah itu adalah besi. Aku tak terlalu memikirkannya dan mulai membersihkan tubuh.
"Tidak ada luka sedikit pun."
Padahal seingatku sebelum sampai kesini aku dibunuh oleh Onminus dan sepertinya dia membuangku ke sungai tadi yang arusnya lumayan deras dan banyak bebatuan juga ranting pohon, seharusnya normalnya aku sudah luka-luka di sekujur tubuhku tapi malah tidak ada rasa sakit sedikit pun.
#
Keluar kamar mandi aku kembali ke tempat tadi aku duduk, dia sudah menunggu dengan jamuan makanan serta minuman hangat yang uapnya masih bisa terilhat olehku melalui cangkir yang tersedia.
"Silahkan, mungkin ini bisa menghangatkan tubuhmu," ucapnya sambil menuangkan minuman ke cangkir.
"Terimakasih." Aku duduk sambil menikmati minuman hangat yang rasanya seperti cokelat atau ini memang cokelat.
Terlintas di pikiranku sepertinya banyak yang harus kutanyakan pada orang ini.
"Sebelumnya aku mau berterimakasih kembali karena telah membantuku."
"Yaa.. sama-sama. Ohiya kita belum saling kenal, namaku adalah Karel. Clovis Karel, namamu?" menanyai balik namaku.
"Eh.. namaku..," Aku bingung harus menyebutkan namaku yang sebenarnya atau memakai nama Baldric.
"Apa jangan-jangan kau hilang ingatan?! " mata melotot menandakan keterkejutannya.
"Ba- tidak, namaku adalah Alaric Hiroyuki salam kenal." Pada akhirnya aku memakai nama asliku.
"Yaa salam kenal!" wajah penuh amarah yang tadi kulihat pertama kali kini berganti dengan senyuman antusias.
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Yaaa tentu saja, selama itu bisa kujawab." Bersedia meladeni pertanyaanku.
"Kenapa kau membantuku? Dan darimana asalmu?"
"Aku membantumu karena memang seharusnya menolong seseorang yang terlihat sedang kesuliatan. Darimana kau berasal, mungkin ini seharusnya aku yang bertanya lebih dulu sejak awal tadi, haha.. tapi akan kujawab dengan jujur karena kelihatannya kau bukan orang jahat," begitu katanya sambil melihatku.
"Ohh.. yaa terimakasih."
"Aku sudah lama tinggal disini, profesiku sehari-hari adalah bertahan hidup hehe." Memberitahuku dengan sedikit raut muka yang menurutku masih menyembunyikan sesuatu.
"Kau ini orang Selig atau Marlis?" karena penasaran aku menanyakannya.
"Aku ini bukanlah Selig ataupun Marlis, aku tak begitu peduli akan hal itu."
Kalau dia masih terlihat menyembunyikan sesuatu, kemungkinan dia masih belum sepenuhnya percaya padaku. Dengan cara bagaimanapun aku harus mendapat informasi sebanyak-banyaknya dari orang ini.
"Aku sebenarnya bukanlah beerasal dari dunia ini, aku dipindahkan ke dunia ini beberapa hari lalu dan ini bukanlah tubuh asliku." Aku memberitahunya dengan maksud agar dia mempercayaiku.
"Baiklah kau sudah mengatakannya, kali ini aku benar-benar percaya padamu padahal sempat kukira kau adalah Orang Marlis." Dia langsung menerima pernyataanku tersebut.
"Jadi kau ini siapa?" aku kembali bertanya.
"Aku adalah Aoki Rei, panggil saja Rei, aku minta maaf, nama yang sebelumnya kusebutkan tadi hanyalah nama samaran agar mirip seperti Orang Marlis." Dia memperkenalkan identitas aslinya. "Aku pernah bertemu dengan Baldric, karena itu aku sedikit terkejut saat melihatmu tadi," lanjutnya.
"Ya, ini memanglah tubuh seseorang yang bernama Baldric, dengan tanpa alasan aku bisa hidup di sini, di tubuh ini sekarang."
"Aku sepertimu, aku berasal dari bumi. Sudah empat tahun sejak aku dipindahkan ke dunia ini banyak hal yang telah kulalui dan aku juga termasuk rekan dekat Baldric."
"Bisa kau ceritakan padaku tentang Baldric?"
"Dia adalah seorang Komandan yang baik dan berbakat, dia tidak membedakan antara Selig dan Marlis. Baldric merupakan sosok yang memiliki rasa keadilan yang tinggi, dia pernah berkata padaku ingin mempersatukan Selig dan Marlis bersama denganku, kami melakukan gerakan anti radikalisme yang akhirnya berperang dingin dengan kakaknya Baldric sendiri. Setahun kemudian sepeninggalan Raja Roch, kakaknya 'Onminus' naik tahta namun tidak secara resmi karena beberapa petinggi Marlis tidak menyetujuinya karena beranggapan bahwa Baldric lebih layak. Namun tak lama semua yang menentang Onminus lenyap dan pasukan gerakan yang dipimpin Baldric dibubarkan beberapa anggotanya ada yang dieksekusi sedangkan aku pergi melarikan diri atas anjuran Baldric."
Dia menceritakan dengan penuh keseriusan dalam setiap katanya.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Kenapa sekarang Baldric malah menjadi bawahan Onminus?" tanyaku.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi setengah tahun belakangan ini."
Aku teringat akan Alice rekan militernya Baldric, "Apa Baldric punya rekan wanita? Apa mereka masih bekerjasama?"
"Ya, namanya Alice. Seharusnya kau bisa mendapat banyak informasi darinya."
"Aku hanya sempat menanyakan beberapa informasi saja darinya."
Wajahnya terlihat seakan berpikir, "Ohiya, bagaimana kau bisa ada di sungai tadi? Apa terjadi sesuatu?" dia menanyakan perihal tadi kami bertemu di sungai.
"Seharusnya aku sudah mati saat ini namun entah kenapa malah terbangun di pinggiran sungai tadi."
"Sudah mati, maksudnya?" dia menanyakannya.
"Onminus mencoba membunuh Baldric kemungkinan dia lalu membuangku ke sungai."
"Apa??! kurang aja sekali Onminus! tidak akan kumaafkan!!" wajahnya geram penuh dengan kemarahan.
"Yang penting saat ini aku masih baik-baik saja dengan tubuh Baldric," aku mencoba menenangkannya. Mengingat dia sama sepertiku yang berasal bukan dari dunia ini lantas aku menanyakan. "Apa kau tau cara kembali ke dunia asalmu?"
"Tetua Selig, Master Kakato pernah bercerita padaku bahwa orang-orang yang dipindahkan ke dunia ini bukan tanpa alasan melainkan karena suatu tugas mulia. Ketika keadaan dunia ini kacau maka akan ada campur tangan oleh dunia lain." begitu katanya.
"Jadi apa kita harus menyelesaikan tugas terlebih dahulu agar bisa kembali?"
"Ya, kurang lebih seperti itu."
Setelah percakapan panjang kami sambil menikmati minuman serta makanan hangat tersebut hari pun tak terasa sudah mulai gelap.
"Aku ingin memastikan padamu apakah tempat ini aman? Alice pernah berkata padaku bahwa malam hari adalah saatnya monster-monster berkeliaran."
"Ohh.. masalah itu tak usah dipikirkan, aku memiliki penjaga di malam hari maupun siang hari."
"Penjaga? Kukira kau tinggal sendirian disini."
"Aku memang tinggal sendirian di tempat ini tapi aku selalu diawasi oleh rekanku."
"Rekan? Kenapa dia tidak tinggal bersama denganmu?"
"Tidak, aku bakal kerepotan dengannya apalagi dia adalah mahluk yang bebas. Daripada kau bertanya terus lebih baik melihatnya secara langsung, mungkin dia sebentar lagi datang."
GRRROOAARRGHHH!!
Terdengar suara rauman melintas di atas rumah ini. "Apa itu suara monster?"
DDSGGHH
Angin yang sangat kencang berhembus dari arah luar sehingga menerbangkan tirai.
GGGBBARRKK
Jendela serta pintu terbuka dengan sangat kers akibat angin tadi. Aku merasa seperti mendengar ada yang jatuh dari atas ke halaman depan.
"Dia datang," senyuman kecil terlihat diwajahnya.
Aku pergi mendekati jendela untuk memastikan keadaan. Sosok besar bersisik putih dengan sayap yang sangat lebar menerbangkan dedaunan yang jatuh ke tanah, kuku serta taring yang tajam yang besar dapat kulihat. Saking takjubnya aku terdiam dan tak sanggup berkata-kata.
Rei mendekatiku yang terlihat ketakutan dan berkata, "Itu dia Aurora, rekanku dan Baldric."
"Rekan??! Jadi rekanmu adalah seekor nagaa??!!" ucapku yang sangat terkejut.
"Mau coba menaikinya?"
"Haaahh..?! Yang benar saja, bisa-bisa aku terbunuh!"
"Tidak, tenang saja, kami sudah akrab selama dua tahun semenjak aku dengan Baldric menaklukannya."
"Menaklukan itu maksudnya apa?"
"Mau mendengar kisah berpetualangku dengan Baldric?"
"Pasti itu kisah yang tidak masuk akal."
"Hahaha tentu saja tidak, waktu itu saat kami disuatu misi membangun pangkalan militer di tengah hutan untuk mempermudah akses kami antara Selig dan Marlis. Hari itu pangkalan militer kami hampir jadi keseluruhan tetapi tanpa disadari hari sudah gelap kami berniat untuk bermalam di tempat itu tanpa memikirkan seberpa bahayanya para monster. Beberapa monster yang mengganggu tempat kami dapat diatasi dengan senjata oleh orang yang berjaga secara bergantian. Tapi saat giliranku, tiba-tiba naga itu datang bersama kawanannya, beberapa Orang Selig memberitahuku agar kami harus melarikan diri karena tidak mungkin melawan naga dengan meilhat keadaan dan jumlah kami, akan tetapi semuanya terlambat pangkalan kami hampir diporak-porandakan secara keseluruhan dan ketika itu aku melihat naga yang seperti pemimpin tersebut lalu dibantu dengan Baldric aku berhasil mengalahkannya, dan sejak saat itu dia menjadi penurut dengan kami."
"Hah? Coba jelaskan caramu mengalahkan monster tersebut." Ceritanya serta pengakuannya tidak bisa kumengerti.
"Aku meninjunya," berkata dengan enteng sambil menggenggam tangan kanannya yang dikepal.
"Haahhh?? Ini semakin tidak jelas, coba serius ceritakan."
"Kami tidak boleh membunuh naga oleh orang-orang Selig karena mereka dianggap Sang Penjaga bahkan orang-orang Selig sudah bekerjasama dengan naga sejak dahulu, naga yang kutemui malam itu kebetulan kawanan naga liar yang belum pernah dijinakkan. Lalu kami mengalahkannya."
"Begitu rupanya, tapi aku masih tidak percaya kau memukulnya."
"Manusia yang datang dari dunia lain ditakdirkan memiliki suatu kelebihan khusus ketika datang ke dunia ini, kelebihanku adalah kekuatan fisik yang luar biasa. Bagaimana denganmu?"
"Aku sendiri tak tahu. Dan yang pasti aku tidak sepertimu, saat tadi di sungai sudah jelas perbedaan kekuatan yang besar."
"Ohaha, maaf soal yang tadi," tertawa sambil meminta maaf padaku. "Mungkin kelebihanmu adalah menempati tubuh Baldric dan tidak dapat dibunuh, seperti ceritamu tadi."
"Iya, tidak usah dipikirkan lagi. Kalau soal kelebihan aku masih kurang yakin." Aku ingin menanyakannya tentang kenapa dia sangat marah terhadap Baldric."Ngomong-ngomong, kenapa kau marah terhadap Baldric?"
"Oh itu, dia ada sedikit masalah denganku saat terakhir kami bertemu."
"Masalah apa it-"
Omonganku dihentikannya. "Sudahlah, kau boleh istirahat dulu, besok kita akan menemui Orang-Orang Selig." Dia terdengar sangat tidak ingin membahasnya saat ini.
"Istirahat? bagaimana denganmu?"
"Aku ingin sebentar menemani Aurora."