Ruang putih polos dengan suasana hangat yang mendominasi seolah sudah menjadi makananku sehari-hari nya. Setiap hari aku selalu menghabiskan hampir setengah hari dari rutinitas ku atau bahkan lebih di ruangan yang menenangkan ini. Memakai jas putih andalanku dan melayani pasien ku setiap hari nya, menatap dan bertanya mengenai masalah apa yang tengah menganggu jalan pikiran mereka.
Shin Moonbyul. Begitu mereka memanggilku. Aku adalah seorang dokter psikiater di salah satu rumah sakit Seoul. Seoul Hospital.
Tidak banyak yang aku lakukan untuk mereka. Hanya bertanya, memberikan terapi dan memberikan arahan serta saran begitulah caraku menyembuhkan mereka. Aku begitu mencintai pekerjaan ku, karena bagiku menjadi seorang psikiater adalah sama seperti aku menjadi malaikat penolong mereka.
Namun satu hal yang lebih mendominasi untuk membuat ku menjadi seorang psikiater seperti sekarang adalah ibu ku. Ayahku membuat ibu ku menjadi gila karena kekerasan rumah tangga dan berakhir dengan tiadanya ibu. Ayah ku selingkuh dengan wanita lain saat aku masih berumur sepuluh tahun. Lalu aku tinggal bersama dengan bibi dan paman ku serta kakak sepupu ku.
Sejak saat itu aku mulai bertekad untuk menjadi seorang psikiater karena bagiku penyesalan terbesar ku adalah karena aku tidak bisa menyembuhkan ibu. Aku mulai menekuni dunia kesehatan saat aku masih berada di sekolah menengah pertama dan melanjutkan sekolah di bidang medis saat berada di sekolah menengah akhir. Aku mengambil beasiswa untuk masuk kuliah, karena aku tahu jika paman dan bibi ku pasti tak akan mampu membiayai kuliah ku karena pada saat itu kakak sepupu ku juga kuliah. Namun aku bersyukur setidaknya mereka sudah mau membiayai sekolah ku hingga tamat dan menyayangi ku layaknya anak kandung mereka.
Bagiku tidak ada yang istimewa dalam hidup ku, karena aku selalu mewarnai hidupku dengan warna yang sama setiap harinya. Aku tidak mau merubahnya karena bagiku hidup dengan tenang adalah ketika aku bisa menjalani rutinitas dan warna yang sama setiap harinya.
Hingga kehadiran salah satu sosok pasien gangguan mental yang selalu menemui ku setiap minggu nya, menjadikan warna abu-abu yang selama ini selalu menemaniku perlahan memudar.
Dia laki-laki yang aneh, dia datang padaku hanya untuk menceritakan masalah pekerjaan kantor miliknya. Dan saat aku menanyai apa masalahnya hingga dia bisa stress dia hanya akan menjawab jika dia baik-baik saja dan hanya membutuhkan teman untuk berkeluh kesah. Selalu seperti itu.
Namun aku tahu satu hal, hanya dengan menatap manik mata hitam legam miliknya aku tahu jika dia memendam masalah yang tidak bisa dikatakan kecil. Tapi aku selalu berpikir positif sebagai seorang dokter aku tahu mungkin dia belum siap untuk menceritakannya.
Park Jimin, seorang laki-laki berumur dua puluh lima tahun yang menjabat sebagai CEO muda di PJM Corp Electronik. Seorang laki-laki yang begitu menawan dengan senyum indah nya. Bahkan aku sempat berpikir hal apa yang bisa membuat nya selalu tersenyum seperti itu di saat jelas-jelas dia sedang stress.
Dia selalu berhasil menyembunyikan segala macam masalah di balik wajah tampan rupawan dengan senyuman yang selalu terpatri jelas setiap harinya disana.
Hingga aku merasa bahwa untuk pertama kalinya aku gagal menjadi seorang dokter psikiater karena aku tidak tahu gangguan mental jenis apa yang tengah dia derita. Karena di balik sikap lembut dan hangatnya, nyatanya Park Jimin adalah seorang laki-laki yang tertutup. Dia akan menceritakan masalahnya jika masalah itu tidak penting dan akan memendam sendiri masalah itu jika masalah itu penting.
Namun dibalik semua alibi yang dia sembunyikan Park Jimin selalu bisa menjadi sosok matahari untuk ku. Hingga terkadang membuat aku berpikir sebenarnya siapa yang perlu untuk disembuhkan aku ataukah dia.
Park Jimin dia adalah sosok cinta pertama ku. Orang pertama yang bisa membuat ku merasakan apa itu cinta setelah ibu. Orang pertama yang berhasil menenggelamkan ku hanya dalam tatapan manik hitam legam miliknya dan orang pertama yang mampu menarik perhatianku hanya dalam satu kali pertemuan.