Breaking News
"Pada pukul 01.30 dini hari tadi telah terjadi pembunuhan, korban merupakan satu keluarga terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak dari keluarga Danish Feliaz,"
"Danis Feliaz dan keluarganya terkenal sebagai keluarga yang baik, mereka memiliki hubungan baik dengan tetangga dan keluarganya."
"Hingga saat ini motif dibalik pembunuhan belum diketahui, tidak ditemukan juga bukti dan tanda-tanda yang merujuk pada pelaku. Polisi masih mencari bukti dan pelaku pembunuhan."
Semua orang terdiam pada posisinya masing-masing, memperhatikan berita yang terputat pada televisi yang bedada di rumah sakit.
"Hah, kasihan sekali. mereka harus mati mengenaskan karena sesutau yang tidak diketahui penyebabnya."
"Pasti pelaku sirik dengan kehidupan sejahtera mereka. Tahu sendiri kalau keturunan Feliaz itu terkenal kaya tujuh turunan, apalagi jika mereka terkenal baik, pasti banyak yang menginginkan mereka untuk hancur."
"Tapi kenapa harus membunuh?"
"Entahlah, orang-orang jaman sekarang sangat merikan. Kita harus lebih berhati-hati dengan orang sekitar, siapa tahu dia adalah pelaku pembunuhan,"
Nikk yang tak sengaja melihat berita itu hanya berdiri memperhatikan berita sampai selesai dan mendengar obrolan para pengunjung rumah sakit mengenai respon mereka terhadap berita beberapa saat lalu.
"Dulu Keluarga Lauda yang di bantai, sekarang keluarha Feliaz, aku jadi tidak ingin hidup kaya, takut jika keluargaku harus mati seperti itu hanya karena uang,"
Nikk kembali mendengar obrolan para pengunjung yang melewatinya tadi. Nikk terdiam diposisinya tanpa ekspresi yang berarti setelah mendengar obrolan pengunjung itu.
"Menurutmu, apa pembunuhan itu telah direncanakan?"
Nikk langsung menoleh pada sisi kirinya, Brian teman dokter barunya yang memang menjadi pemandunya di hari pertama bekerja bertanya seraya menatap televisi yang sudah bergati ke topik berita lainnya.
"Aku tidak tahu," balas Nikk singkat dengan gelengan kepala.
"Dulu keluaraga Lauda yang memiliki nasib naas, sekarang mereka. Sepertinya ini bukan hanya permasalahan materi saja," komentar Brian dengan pandangan lurus kedepan seolang sedang menerang sesuatu.
"Entahlah, tapi mungkin anda benar," Sahut Nikk menimpali.
"Ah! Margamu Lauda, apa kau salah satu dari keluarga Lauda terdahulu? jika dipikir-pikir, umur anak bungsu Lauda saat itu maish 7 tahun dan sekarang pasti seumuran denganmu,"
"Menurut anda ada keturunan Lauda yang masih hidup?" tanya Nikk penasaran.
"Entahlah, berita mengatakan tak ada satupun keturunan Lauda yang masih hidup,"
"Jadi, apa menurut anda, saya ini keturunan Lauda yang kaya itu?"
"Sepertinya bukan. Tapi kenapa margamu Lauda? itu marga yang sangat jarang, semua orang kenal Lauda dari keluarga kaya itu." Brian berfikir kembali tentang nama keluarga yang menyertai nama Nikk di belakangnya.
Pandangannya menyelidik pada Nikk, menunggu jawaban Nikk dengan antusias.
"Ah! Benarkah? Tapi dikampung halaman saya marga Lauda adalah marga biasa, apa ini akan jadi masalah? Apa saya harus ganti marga?" tanya Nikk dengan tampang polos pada Brian.
"Ptttr... Bwahahahaha... Kau terlalu menanggapi pertanyaanku dengan serius. santai saja dan berhenti menggunakan kata saya dan anda, kita seumuran, kau dan aku sepertinya lebih enak didengar. Bagaimana?" tawa Brian menggelegar, lepas begitu saja mendengar jawaban serius dari rekan barunya itu.
"Sudah, ayo kita keruangan sekarang." ajak Brian seraya menepuk bahu Nikk dan berjalan mendahului Nikk yang masih terdiam melihat tawa Brian yang begitu kencang.
Nikk terkekeh kemudian dan berjalan menyusul Brian yang sudah berjalan didepannya cukup jauh.
***
"Hi! Long time no see!" sapa Nikk pada sebuah nisan. Nikk menyimpan bucket bunga yang dibawanya dan kembali berdiri tegak disana.
"Bagaimana keadaanmu disana? Lebih baik? ayah, ibu, aku jarang menemui mereka." ujar Nikk bercerita pada sebuah batu nisan dihadapannya.
"Aku sudah bekerja sekarang, aku menjadi seorang dokter. Keren bukan? Dan yang harus kau tahu aku kerja di rumah sakit milik Keluarga Feliaz. Sangat keren bukan?" Nikk terkekeh kemudian dia menghela nafasnya berat.
"Aku merindukanmu," Bisiknya begitu pelan.
"Hah! Aku harus pulang, besok aku jaga pagi, lain kali aku akan mengunjungimu lagi, mungkin mengunjungi ayah dan ibu juga?" pamit Nikk kemudian pergi dari sana.
Sepeninggalan Nikk, angin berhembus kencang menerbangakn debu-debu yang menutupk ukuran nama pada nisan itu.
Nikk Lauda....
Begitulah nama itu terukir rapih pada Nisan hitam disana. Angin kemudian berhenti, sebuah bayangan hitam berdiri depan nisan, senyumannya yang tajam mata yang merah menggambarkan kesan mengerikan dan misterius pada bayangan itu. Hingga sebuah angin kembali datang dan menerbangan bayangan itu seperti debu.
"Nikk kesedihanmu, akan terbalaskan." bisik sebuah suara seperti terbawa angin.
***
Nikk baru saja tiba di gedung flatnya, ia memarkirkan mobilnya dan segera naik lift menuju flatnya di lantai 6.
Nikk sedikit mengernyitkan dahinya saat melihat kesibukan di sepanjang lorong lantai enam dan berakhir di pintu flat disamping flatnya.
Sepertinya ada penghuni baru, karena sebelumnya kamar disamping Flat Nikk kosong.
"Hi!" Sebuah suara mengintrupsi Nikk dari keterdiamannya di depan pintu flat nya.
"Hi! Kau penghuni baru?" tanya Nikk pada seorang gadis berambut panjang dengan mantel yang membungkus tubuhnya.
"Ah! Ya, namaku Bella Carter, kau bisa memanggilku Bella. maaf karena mengganggu ketenanganmu," ujar gadis itu ramah dengan seulas senyum.
"Nikk Lauda, tidak apa-apa, aku mengerti." Balas Nikk tak mempermasalahkan.
"Selamat datang tetangga," lanjut Nikk dengan kekehan ringannya.
"Ya, terimakasih. Mohon bantuannya juga tetangga," balas Bella dengan kekehan pula.
"Kalau begitu, aku masuk dulu. permisi."
"Ya, silahkan."
Nikk membuka pintu flatnya dan segera masuk kedalam rumah. Ia menjatuhakn tubuhnya pada sofa di ruang tengah. mengambil nafas dalam dan menghembuskannya.
"Aku tidak punya bahan makanan untuk makan malam. Aku harus segera belanja." gumam Nikk mengingat jika dia belum belanja untuk memenuhi kebutuhan di Flat barunya.
Nikk langsung bangkit dari acara rebahannya, ia berjalan gontai menuju kamarnya untuk mandi dan berganti baju.
Nikk keluar dari Flatnya dengan jaket tebal. Ia harus berbelanja kebutuhan bulanan untuk flat barunya.
Tak membutuhkan waktu lama untuk bisa sampai di supermarket karena lokasi flatnya berdekatan dengan supermarket, ia hanya butuh berjalan kurang lebih 15 menit untuk tiba di supermarket.
Dan secara kebetulan, Bella juga ada disana dengan troli belanjanya.
"Hi!" Sapa Bella saat melihat Nikk berjalan dengan troli belanjanya menuju ke arah deretan kopi.
"Hi!" balas Nikk saat melihat Bella ada disampingnya.
"Kau juga belanja bulanan?" tanya Bella bersemangat.
"Ya, kulkasku kosong," balas Nikk dengan anggukan ringan.
Mereka berjalan beriringan dengan mendorong troli masing-masing, secara tidak langsung Nikk menemani Bella berbelanja dan menjadi guide untuk Bella karena Bella meminta bantuannya sebagai penghuni baru di area flat mereka.