ANGIN MARET
"Ku biarkan Angin yang mengungkapkan Segenap Cintaku, Kepadamu"
WANITA
Dari sinilah ceritaku bermula. Saat aku pertama mendengar kabar bahwa ada angin yang berhembus rilih begitu indah. Ketika itu awal Maret. Dan aku bahagia…
****
Kelompok ku sudah aku list. Semua sudah ada 14 anggota. Masih kurang satu orang. Salah satu prasarat untuk mengikuti Kuliah Kerja Nyata sebagai pengamalan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah harus beranggotakan 15 orang paling tidak. Teman saya Rendra memberi kabar bahwa temannya masih belum memiliki kelompok. Tanpa pikir panjang ku suruh saja dia untuk menawarinya.
Ya saat itu akhir Februari. Tepat tanggal kabisat. Dan malam hanya memberikan hembusan angin yang terbilang lembut. Tenang. Entah pertanda apa yang jelas besok sudah ku atur untuk kelompok KKN ku bertemu muka dan bercengkrama dengan anggota baru, teman si Rendra itu.Tepat jam 3.
***
Jam 6.30 pagi ku pacu sepeda motor ku. Mata kuliah Filsafat Politik II sudah menunggu. Dosen mata kuliah ini terbilang killer. Beberapa mahasiswa tak berani beradu kata dengannya. Walaupun ada, yang terjadi berikutnya dengan mahasiswa tersebut adalah nilai mata kuliah tak sesuai dengan harapannya. Ya dampak beradu kata dengan dosen tersebut adalah nilai mata kuliah akan rendah. Ini pun terjadi padaku. Ketika ku ambil mata kuliah Filsafat Politik I, dan dosennya pun sama, Cing Rani. Begitulah kami rekan sejawat mahasiswa FISIP memanggilnya. Memang bukan hanya killer, tapi Betawi sekali.
Saat itu aku beradu kata dengannya. Karena menurutku metode belajar yang diajarkannya terlalu otoriter. Selalu memaksakan kehendak pendapatnya. Padahal menurutku saat kita belajar filsafat ya kita berfikir bebas. Lepas. Tidak ada satu orangpun yang membatasi fikiran kita. Apalagi di intervensi dengan fikiran yang lain. Ini sudah kontradiktif. Tidak sesuai dengan materi yang diajarkannya. Karena sebab ini nilaiku pun rendah. Tak apalah, meski begitu aku banyak belajar tentang pemikiran darinya. Dari Plato, Aristo, Thomas Aquinas, dan sampai pemikir filsafat yang ku kagumi adalah Martin Luther dan Sartre.
Aku bersemangat, sangat bersemangat menghadapi Cing Rani, beradu kata dengan-nya, dan barang tentu menyerap sesuatu yang baik darinya.
Sebenarnya bukan hanya karena mata kuliah Cing Rani yang membuat aku keliatan semeringah. Akan tetapi, anggota ke lima belasku. Kata yang paling membuatku penasaran dari apa yang disampaikan Rendra malam tadi adalah bahwa anggota baru itu adalah "WANITA".
Dengar kata wanita, aku teringat perkataan dosenku, Rahmat P Daulay. Dia adalah dosen Dasar-Dasar Logika. Menurutnya, Wanita merupakan makhluk sosial yang memiliki "kadar matrealistis" yang berbeda-beda. Yang membedakan laki-laki dan wanita adalah ya kadar matrealistis tersebut. Jadi wanita itu harus matre. Jika dia tidak matre maka jangan jadi wanita.
Ada benarnya apa yang dikatakan oleh pak Rahmat. Jika wanita itu tidak matre maka dia tidak akan hidup. Apalagi jika dia sudah punya suami, maka kematrean ini akan mendorong suami untuk lebih giat mencari uang. Dari sinilah yang membuat wanita dan suaminya bahagia.
Tapi ini juga yang membuat aku takut. Karena hal ini aku memandang wanita adalah monster. Yang setiap detiknya akan melahapmu. Mungkin yang pertama adalah bagian rambut, lalu ke perut dan hingga sampai bagian… , ah… tak perlulah ku teruskan. Kalian juga jika membayangkan wanita yang sedemikian maka akan kengerian. Ya wanita adalah sosok monster. Sosok yang digambarkan oleh Niccolò Machiavelli untuk mengilustrasikan bagaimana semestinya Negara. Dia harus menakutkan. Jika tidak menakutkan maka Negara itu akan lemah. Dan itulah wanita menurutku. Dia menakutkan. Dan dia tidak lemah.
Entah apa yang membuatku semeringah. Padahal aku takut dengan wanita. Tapi sosok yang digambarkan Rendra tadi malam tidak sama seperti apa yang ada dalam benakku.
"Beda Ta!", Keras Rendra menyakinkanku.
Sosok yang digambarkan Rendra adalah seperti bidadari yang ada di Nirvana. Seperti gombalan-gombalan para jomblo yang menyakinkan jomblo lain yang mengharapkan sesosok wanita cantik sekali dengan paras yang aduhai dan bodi yang sungguh luar biasa turun dari negeri kayangan dan jatuh tepat di pelupuk kedua matanya.
"Gombal, lo ndra. GOMBAL!!!", Tukasku.
Tapi, gambaran yang coba divisualisasikan oleh Rendra memang sungguh mengganggu. Buktinya malam tadi aku tak bisa tidur. Oke, aku bohong. Aku bisa tidur, tapi Cuma beberapa jam saja. Jam 4 pagi, menutup malamku yang dijejali dengan rasa penasaran. Rendra memang paling bisa dengan masalah ini.
***
Jam 7.30 tepat. Cing Rani sudah Ajeg di tempat duduknya. Aku mengilustrasikan adegan ini seperti film India tahun 1997 berjudul Koyla. Cing Rani si Takur yang siap melahap mahasiswanya dengan tatapan matanya yang melotot. Adegan itu sangat mirip dengan adegan Takur yang melototi Shankar saat membela dan membawa pergi Gauri dari tangan Thakur. Mata itu benar-benar menelan Gauri dan Shankar. Mata Cing Ranipun sama melahap habis para mahasiswa. Bravo Cing Rani.
Hari ini aku hanya ada kelas Filsafat Politik II. Kelar kelas aku langsung ngibrit ke tempat PS langganan. Letaknya tepat di depan kampusku. Biasanya selepas kuliah aku ke tempat kuliah yang satunya. BSI Fatmawati. Itu aktivitasku tahun lalu. Yah, sudah satu tahun aku lulus dari sana. Sekarang aku hanya kuliah di UIN. Dan selepas itu hanya PSlah aktivitas yang lainnya. Sahabatku Dadang, sering menemaniku menghabiskan waktu di tempat PS itu. Sambil menunggu waktu berlalu dan kemudian bertemu dengan anggota kelompokku di Tugu UIN. Yah, jujur tak sabar aku menunggu sosok yang digambarkan oleh Rendra. Bagaimana rupa? Cantik kah? Parasnya? Oh bidadari surga, pergilah kau dengan segala keindahanmu.
***
Jam 3.00 aku berpacu sendiri dengan sepeda motorku ke tugu UIN. Sahabatku Dadang izin tidak ikut rapat dulu. Katanya sedang ribet ngurusin organisasinya. Memang orang yang satu ini selalu disibuki dengan yang namanya organisasi. Walaupun tidak pernah menjadi ketua, tapi ada saja peran dia ambil dan ku pastikan peran tersebut akan menghasilkan pundi-pundi uang untuknya.
Sahabatku Dadang, dia adalah orang yang terdekatku di tempat kuliahku. Bisa dibilang, kami bersahabat. Satu Kampus, Satu Kelas, Satu Organisasi, Satu KKN. Dan yang paling penting adalah Satu Indonesia. Banyak hal yang kami lalui. Banyak tawa, suka, sampai marah dan cacian yang mewarnainya. Banyak yang dari mereka menganggap bahwa aku yang selalu dirugikan oleh Dadang. Banyak juga cerita jelek yang diceritakan dia ke teman-temannya tentang aku. Tapi ya sudahlah. Tak apa. Meskipun itu memang merugikanku, tapi memang itu bagian cerita dari diriku. Asalkan teman-teman disekitarku mendapat kesenangan dari aku.
"Kemana nih yang lain?", Gumamku.
Satu-persatu dari anggota kelompokku telah hadir. Neneng dan Lia datang terlebih dahulu. Menyambutku dengan senyumnya dan menyusul Devi. Kemudian Cecep menyusul. Fitri, Widya dan Shasa kelompok tiga serangkai yang tidak pernah terpisahkan oleh badai dan topan sekaligus serta halilintar yang menggeletar-letar tak akan pernah memisahkan mereka. Datang mereka dengan semeringahnya. Rendra dan Darmapun mengikuti semeringah sang tiga serangkai masuk ke barisan. Disusul oleh Hamid. Dan anggota terakhir yang tak pernah terduga, Nungki. Dadang tidak bisa datang karena ada urusan organisasi yang harus diurusi. Sementara si Tono, dia tidak akan bisa ikut rapat. Dia anak gunung. Selalu mencari gunung untuk dia taklukan. Cecep sahabatnya menyakinkanku bahwa dia pasti ikut barisan, namun nanti setelah kita dilokasi tujuan. Ya itulah komitmen Tono.
"Lalu bagaimana dengan anggota baru? Dimana dia, ndra? Tanggung jawab lo!", Kerasku.
"Emang lo gak kasih tahu rapat jam berapa?", Lanjutku.
"Udah ketua, katanya dia bisa dateng. Tapi, gak tahu jam berapa, ketua". Jelas Rendra.
"Ah… awalnya ajah udah gak disiplin. Gimana nanti pas di lokasi? Gue gak mau tahu, lo telpon dia!", Seruku.
Rasa penasaran ini membuatku kesal. Kenapa ada kesal? Kenapa harus tercipta rasa kesal? Ah, ini semua salah Rendra. Dia yang membawa gambaran sosok anggota baru itu ke tempat khayalan yang ada di kepalaku. Itu sungguh kejam. Ceritanya yang mengubahku tentang gambaran seorang wanita. Jujur saja aku punya pengalaman buruk mengenai wanita. Sangat buruk.
Aku mengenal wanita pertama kali saat SMP. Ya cinta monyet. Aku suka dia. Awal pertama bertemu saat olimpiade sains di SMPN 117. Aku penasaran dengannya. Aku mencari cara untuk mendapatkan namanya. Dan aku punya ide. Aku merencanakan sesuatu.
"Bro, ada cewek cakep?", Bisikku.
"Mana?", Jawab Ramdhan.
"Itu, yang rambutnya diiket, arah jam 7 lo. Gue kenalin ya buat lo?",
"Boleh!" Pungkas Ramdhan.
"Oke!".
Ku dekati wanita itu.
"Eh, temen gue Ramdhan, yang itu (sambil menujuk arah Ramdhan) mau kenalan sama lo." Pintaku pada wanita itu.
"BIASA DONG!!!", Teriaknya, seraya ombak yang bergulung-gulung yang dipecah oleh karang dan airnya merebak kemana-mana.
"Biasa dong? Oh, namanya biasa dong. Dhan, nama dia Basa dong.", Reaksiku sedapat aku meledeknya. Sontak para peserta olimpiade sains tingkat DKI Jakarta semeringah tertawa dengar ledekanku kepada wanita itu.
Ya, akhir ceritaku dengan wanita itu tidak hanya disitu. Keesokannya aku bertemu lagi dengan dia, di sekolahku. SMPN 110 Jakarta. Dalam benakku mau apa dia di sekolahku? Apa mungkin dia dendam dan mengejarku sampai sini. Dan kemudian dia membawa pisau, lalu menodongkannya tepat di kepalaku. Dan seraya dia berkata, "kau telah melukai hatiku. Kau harus mati di tanganku." Jika itu benar, akupun berkata, "cepatlah matikan aku. Aku sudah menemukan tujuan hidupku. Sudah ku temukan yang ku cari. Sudah ku temukan hal paling indah di dunia ini. Ya kamu."
Ah fikiran apa yang meranjingi otak ku waktu itu. Aku hanya seorang lelaki SMP dan sudah mendamba wanita sedemikian. Halah…
"Hei biasa dong! Ketemu lagi. Ngapain lo disini?", Ku kagetkan dia dalam lamunannya di depan kelas.
"Lah emang gue sekolah disini. Ngapain sih lo? Rese banget sih lo. Dasar makhluk aneh!", Umpatnya sedapat yang ia dapat ketika menyadari bahwa aku adalah orang yang paling dibencinya di dunia ini ketika.
Ya masa SMPku adalah masa pengejaranku terhadapnya. Rasa suka ku terhadapnya tak pernah dia balas. Sementar benci dan jijik selalu membalut hatinya ketika dia mendengar namaku. Ya mungkin memang benar kata orang tua, jika ingin memiliki hubungan dengan wanita maka cobalah mengawalinya dengan memberi kesan baik kepada wanita tersebut. Memang dalam hal ini aku yang salah. Aku terlalu bahagia melihat wanita itu. Entah ada perasaan apa sehingga jika aku memandangnya dunia ini terasa damai. Awan-awan mengharu biru dia berjalan. Mentaripun bersinar sendu. Semuanya tak lagi dihiraukan. Hanya ada air mukanya yang menjejali kedua bola mataku. Dan aku benar-benar tidak sadar bahwa nametage itu sudah menyebut-nyebut namamu, RIRIN.
Ya, selepas SMP, aku memutuskan untuk tidak lagi mengenal wanita. Aku hanya ingin belajar dan belajar. Wanita itu sudah cukup menjadi mimpi burukku di SMP. Aku sudah bosan menjadi makhluk yang menjijikan baginya. Aku sudah pension untuk menjadi makhluk itu. Padahal aku belum sempat menyampaikan rasa sukaku kepadanya. Tapi dia sudah memberi label makhluk menjijikan kepadaku. Ya sudahlah. Ku surutkan saja niatku untuk menyampaikan rasa sukaku.
SMA. Sekolah baru. Lingkungan baru. Guru baru. Tukang jajanan baru. Teman baru. Dan Wanita baru.
"Ow, ow, ow. Wanita baru? Wanita baru gundulmu! Lupa dengan mimpi buruk itu. Men, gak ada cewek yang mau sama orang kayak lo. Ngaca, Men!".
Sudah bulat tekadku untuk menjauhi apa yang dinamakan wanita. Entah bagaimana itu bentuknya.
"Say No To WANITA!. WANITA Go To Hell!!!"
Kebulatan inipun bukan tanpa alasan. Yang lalu sungguh begitu menguras perasaan. Menyiratkan segala kesenangan. Yang ada adalah nestapa jika menyebut makhluk itu.
Tapi aku tak bisa kemana pergi. Kemanapun melangkah aku bertemu dengan wanita. Kemanapun aku terbang, akan hinggap dan berjumpa dengan wanita. Kemanapun aku berlayar, akan berlabuh pada dermaga wanita. Setidaknya itulah pengalan plesetan dari puisi Sutardji Colzoum Bachri, penyair idolaku. Puisi itu berjudul tanah air mata, dan benar-benar menggambarkan posisiku sekarang dengan Wanita yang ku temui di sekolahku yang baru. SMA 63 Jakarta. Wanita baru.
Aku terjerembab. Aku jatuh kepada lubang yang sama. Aku menyukai wanita baru ini. Parasnya seperti Ratu Cleopatra. Ah, sial. Ini karena pengaruh dari buku Habiburachman Elserzy. Ya, "Pudarnya Pesona Cleopatra" itu meranjingi aku untuk membayangkan bahwa wanita itu, wanita baru itu, ya memiliki paras seperti Ratu Cleopatra harus menjadi milikku. Dia mendekati sempurna. Aku harus mengungkapkannya. Aku suka dia. Aku cinta dia. Dialah Cleopatraku. Yang tercipta untukku. Dan aku bersedia mati untuknya.
Gila. Belum sempat aku utarakan, dia sudah merasa jijik. Dia benar-benar menghindari-ku. Sosok makhluk aneh dan menjijikan waktu SMP menjelma lagi menjadi aku. Ya, cibiran berdatangan, semua tertuju ke aku. Lelaki pemimpi yang bermimpi bersanding dengan Cleopatra.
Puncaknya adalah saat aku memberanikan diri mengutarakan rasa sukaku kepadanya di depan kelas saat pelajaran seni budaya. Ku lantunkan sebuah lagu yang ku ciptakan malam tadi.
JADI MILIKKU
Aku tak bermaksud untuk melukai dirimu
Tak pernah sedikitpun ku berfikir begitu
Hanya saja aku tak tahu harus bagaimana
Ku ungkapkan perasaan yang ada di hatiku
Kumohon kepadamu jangan jadikan ini
Kebencian yang mendalam di hati kecilmu
Karena tulus hatiku hanya ingin mencintai dirimu
Ku ingin membuat kau bahagia
Percayalah padaku!
Aku ada untukmu
Percayalah padaku!
Percaya aku!
Andai kau jadi milikku
Ku serahkan hidupku
Kan ku jalani sisa hidupku dengan
Dan ku jaga hatimu
Ku berjanji padamu
Bahagia jika engkau jadi milikku.
"Maaf Karta, Gue benci lo. Lo psikopat!", Tegas wanita baru itu.
Balasan lantunan lagu yang ku ciptakan untuknya, dan jawaban dari pengutaraan rasa sukaku adalah umpatannya yang benar-benar tegas yang mengatakan bahwa aku adalah PSIKOPAT.
Ya. Sejak itu aku tidak berani lagi untuk mengutarakan perasaanku kepada siapapun. Aku takut wanita. Aku takut dengan apa yang akan wanita lakukan kepadaku. Aku bukanlah bulan-bulanan. Aku adalah hanya orang yang ingin mencintai dan memberikan segenap yang ku punya untuk wanita tersebut. Aku ingin membuat siapapun bahagia. Termasuk wanita yang ku suka.
***
Jam 16.55 belum juga anggota baru itu menunjukan tampangnya. Padahal sudah banyak yang dibicarakan. Program-program sudah disusun. Walau belum rampung, tapi setidaknya sudah dicicil terlebih dahulu. Supaya program benar bisa berjalan dan dihandle oleh bidang-bidang yang sudah ditentukan.
"Nin, dimana lo? Udah jam berapa sekarang? Lo jadi kesini gak?", Rendra menghubungi anggota baru tersebut. Dengan nada sedikit memaksa yang menunjukan seraya bahwa dia tidak ingin mengecewakan teman sekelompok-nya, terutama aku yang sudah dijanjikan akan ditunjukan bidadari yang akan menyemangati kami semua di desa Nanggung sana.
Jam 17.00 tepat, sosok dibalik awan itu datang. Cemerlang sekali warnanya. Aku benar-benar tak terkata. Pesonanya sungguh membuat aku takjub. Ah, sial Rendra. Membuat aku mendamba lagi pada monster. Tidak, tidak boleh. Aku harus menjadi ketua yang professional. Aku bersikap harus sebagai ketua. Tidak boleh pilih kasih. Tapi, sosok ini sungguh cemerlang. Membuat awan mengharu biru. Dan mentaripun bercahaya sendu. Penyiksaan apa ini.
"Hai, hai, semua. Perkenalkan aku Nina. Aku dari prodi hukum tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum. Maaf yah aku telat. Tadi abis ketemu sama dosen. Disuruh bantu neliti. Aku boleh gabung kan? Udah bahas apa ajah?", Nina mengakrabkan diri.
Entahlah punya sihir apa. Dia sudah menghilangkan rasa marahku. Semua kata yang aku susun untuk memarahinya hilang semua. Pitamku benar-benar sirna. Bukan hanya itu anggota lainpun tak menampakan rasa kecewanya. Dugaku wanita ini benar-benar memiliki sesuatu. Dan aku tak perlu takut untuk mendamba monster itu. Ya jangan takut untuk mendambanya.
"Wanita, Kau memang Monster!!!"
BEIB
081214964xxx
"Hei, Beib! Lagi apa?",
081288816xxx
"Ini baru sampe, Beib. Hahaha. Kamu lagi apa, Beib?"
081214964xxx
Hahaha, Ini lagi Nulis, Beib? Baru sampe? Emang kamu dari mana?
081288816xxx
"Abis nganter adekku, Marsella ke sekolah, Kamu suka nulis, Beib? Nulis apa?"
081214964xxx
"Nulis SMS, Hehehe. Loh emang adekmu sekolah dimana, Beib?
081288816xxx
"Di SMAN 8 Pancoran, Beib. Hahaha, lucu kamu"
081214964xxx
"Makasih… Emang dari lahir aku lucu. Hehehe. Oh SMAN 8 Pancoran. Keren… Aku suka nulis puisi dan lagu, Beib. Kebetulan aku suka main gitar dan aku suka puisi. Jadi puisi yang aku buat aku jadiin lagu."
081288816xxx
"Wih.. Keren… aku juga suka puisi. Oh iya adekku juga suka main gitar loh. Kadang kita main di Taman Suropati. Disana ada komunitasnya. Adekku diajarin juga."
081214964xxx
"Serius kamu suka puisi? Mana aku liat puisi buatan kamu?"
"Masa sih? Wah keren!!! Adek kamu cewek apa perempuan?"
081288816xxx
"Serius aku suka puisi. Nanti deh aku kirimin. Hahaha. Sama kali perempuan sama cewek.huh"
081214964xxx
"Aku maunya sekarang, Beib?"
081288816xxx
"Ih, nanti aku lagi rempong!"
081214964xxx
"Pagi, Beib?"
081288816xxx
"Hai, Beib? Pagi?"
081214964xxx
"Gak Kuliah?
081288816xxx
"Ini bentar lagi, Beib? Kamu gak kuliah?"
081214964xxx
"Aku gak ada jam kuliah, yaudah kamu kuliah gih!"
081288816xxx
"Oke, Beib! Makasih."
081214964xxx
"Sore, Beib"
081288816xxx
"Sore"
081214964xxx
"Kamu udah makan, Beib?"
081288816xxx
"Udah tadi siang, Beib. Kamu udah?"
081214964xxx
"Bentar lagi aku mau makan. Kamu lagi apa?
081288816xxx
"Ini bentar lagi jemput adek kursus"
081214964xxx
"Oh, kursus apa, Beib?"
081288816xxx
"Kursus bahasa Inggris. Beib, Aku berangkat dulu ya?"
081214964xxx
"Iya, Hati-hati kamu!"
081214964xxx
"Beib, lagi dimana?"
081288816xxx
"Aku di kostan. Kamu dimana, Beib?
081214964xxx
"Aku di rumah. Loh kok di Kostan? Kamu ngekost? Ngekost dimana?
081288816xxx
"Lah emang kenapa kalo aku ngekost? Aku ngekost di Manggarai."
081214964xxx
"Loh kuliah di UIN kok ngekostnya di Manggarai? Aneh… Emang kamu asli mana?
081288816xxx
"Aku asli padang. Ayah Jawa, Uwa Padang. Loh emang kenapa kalo ngekost di Manggarai? Aku juga punya rumah di Depok."
081214964xxx
"Ya gapapa. Nanya ajah. Kan kalo kuliah di UIN harusnya kan ngekostnya yang deket UIN. Nah tambah aneh lagi. Ada rumah di Depok malah ngekost. Makin aneh nih orang.
081288816xxx
"Biarin aneh. Kan aku punya alasan, Beib?"
081214964xxx
"Apa alasannya?"
081288816xxx
"Aku ngekost di Manggarai karena sekolah adek aku, Marsella deket Manggarai jadi sekalian jagain adek aku. Dan kenapa kita gak tinggal di Depok Karena rumah yang di Depok lagi dibangun Beib. Jadi pagi aku nganter Marsella ke Sekolah. Terus aku kuliah. Selesai kuliah aku ke Depok bantu Uwa. Terus sore jemput Marsella pulang sekolah."
081214964xxx
"Wih… Ngeriii… Gak capek kamu, Beib?"
081288816xxx
"Menurut kamu? Gila kalo orang bilang ini gak capek mah!"
081214964xxx
"Semangat, Beib!"
081288816xxx
"Iya, Makasih. Btw, aku tidur duluan yah?
081214964xxx
"Oke, Have a nice dream"
081288816xxx
"Wah bahasa Inggrisnya bagus. Oke, thank you."
081214964xxx
"Pagi, Beib?"
081288816xxx
"Pagi. Kamu gak kuliah?"
081214964xxx
"Aku kuliah Cuma Senin, Rabu, Kamis, Beib. Emang kenapa?"
081288816xxx
"Oh… Gapapa."
081214964xxx
"Kamu asli Padang mananya, Beib? Biar ku tebak. Heum… Payakumbuh yah?
081288816xxx
"Loh? Kok kamu bisa tahu?"
081214964xxx
"Hebatkan!!! Siapa dulu, Aku gitu loh!!! Gini-gini aku bisa baca."
081288816xxx
"Serius bisa baca?"
081214964xxx
"Iyalah… Masa lama-lama sekolah sampe kuliah gak bisa baca."
081288816xxx
"Beda kali!"
081214964xxx
"Oh… Beda yah? Kamu gak kuliah?"
081288816xxx
"Ini lagi siap-siap aku. Aku nganter Marsella dulu yah, Beib?"
081214964xxx
"Oke, Takecare!"
081288816xxx
"Makasih, Beib"
081214964xxx
"Pagi, Beib"
081288816xxx
"Pagi. SMSnya nanti ya? Ini lagi rempong banget. Sumpah demi apapun. Si Marsella lupa seragamnya belum di setrika."
081214964xxx
"Oh… Oke. Jangan lupa sarapan?"
081288816xxx
"Oke, Makasih, Beib."
081288816xxx
"Siang, Beib. Maaf tadi aku rempong banget. Kamu lagi apa?"
081214964xxx
"Gapapa. Aku ngerti kok? Ini lagi main gitar. Itu adek kamu udah gapapa?"
081288816xxx
"Hahaha… Udah aman kok. Dia udah ku anter ke sekolahnya. Abisan, udah tahu mau sekolah pagi. Bukannya disiapin dari tadi malem. Oh iya. Nanti aku kenalin ke adekku. Dia orangnya cantik loh? Lebih cantik dari pada aku. Dia manis banget. Pokoknya kalo kamu ketemu pasti bakal suka.
081214964xxx
"Masa sih?"
081288816xxx
"Sumpah demi apapun. Dia itu aku banget. Kalo aku ngeliat dia kaya ngaca. Aku ngeliat diri aku pas ngeliat dia. Cara ngomongnya. Cara dia bersikap. Pokoknya, aku banget, Beib. Serius. Ya walaupun cantik kan dia sedikit.
081214964xxx
"Pacarin lah, Beib?"
081288816xxx
"Ngaco!"
081214964xxx
"Jadi dari kecil sampai SMA aku tinggal di Payakumbuh bareng sama Omaku. Uwa harus ikut tinggal sama ayah yang dinas di Jakarta. Jadi sejak kecil aku jarang ketemu sama adek aku, si Marsella itu. Pas ketemu pangling. Seru banget orangnya.
081214964xxx
"Oh… gitu. Uwa itu siapa?"
081288816xxx
"Oh… Aku manggil mama aku Uwa. Mama aku itu udah mirip sahabat aku sendiri. Mana masih seksi lagi. Hahaha…"
081214964xxx
"Hahaha… seksian kamu lah."
081288816xxx
"Apaan sih!"
081214964xxx
"Assalamualaikum, Wr.Wb.
Diberitahukan kepada para anggota kelompok kuliah kerja nyata 054, Valensi untuk hadir dalam rapat lanjutan kelompok kita. Adapun yang akan dibahas adalah mengenai sejauh mana progress proposal dikerjakan, kemudian pemantapan program-program KKN yang akan diterapkan, dan penentuan hari apa kita akan survey bareng ke lokasi KKN, yaitu Nanggung.
Rapat seperti biasa bertempat di Tugu UIN Jakarta dan waktunya pukul 15.00 WIB.
Diharapkan seluruh anggota hadir tepat waktu. Jangan ngaret!
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
TTD
Karta
Ketua Valensi"
081288816xxx
"Maaf, ini siapa yah? Kok gak ada namanya?
081214964xxx
"Ini aku, Beib. Karta. Ketua kelompok KKN kamu"
081288816xxx
"Oh iya. Aku lupa. Belum aku save. Aku save ya nomor kamu?"
081214964xxx
"Haruslah. Harus kamu save. Oh iya, gapapa kan aku manggil kamu Beib"
081288816xxx
"Gapapa sih"
081214964xxx
"Oke sampai ketemu besok, Beib? Kamu besok ikut rapat kan?
081288816xxx
"Ya, Insya Allah, Karta."
SURVEY
Angin di April ini datang agak berbeda. Dia sedikit agak besar datangnya. Tak jarang dia menghempaskan tawa-tawa kecil di muka. Ya. Dia agak berbeda dengan angin di bulan kemarin. Angin di bulan kemarin telah lancang mengukir senyum di sela bibirku. Berani betul dia. Mengukir tanpa izin si empunya wajah. Bahkan si empunya wajah sendiri lupa kapan dia terakhir mengembangkan bibirnya. Seingatku ya saat mengenal wanita baru itu kala SMA. Tapi seketika bibirnya yang terkembang di sela tawa itu kembali menjadi kecut karena kehadiran sosok yang menjijikan, sosok yang sama ketika SMP, dia datang lagi. Sosok itu benar-benar menjelma menjadi diriku. Seketika senyum di muka kabur tunggang-langgang entah kemana. Mendadak menjadi hambar tak karuan rasanya. Sudahlah, yang berlalu ku tanggalkan jauh. Biarkan angina-angin membawaku. Entah kemana inginnya. Yang jelas aku ingin terbang bersama mereka. Walau aku tahu kelak pasti sangat sakit jika jatuh. Tapi aku yakin angin tak akan sekejam itu. Membiarkan aku jatuh dan terjerembab pada jurang nestapa. Apalagi dengan Angin Maret yang lalu, yang sudah berani kepadaku, yang mengukir tawa-tawa kecil itu. Dia menjadi harapan baru bagiku. Mengenal makhluk yang menakutkan menjadi makhluk yang mengasyikan. Dia benar memberi kesejukan dalam rongga dadaku. Sepoi-sepoinya sungguh membuat aku menjadi laki-laki yang dipenuhi dengan sebuah perasaan bahagia. Itulah angin Maret. Yang sudah berani mengubahku. Dan pada angin di bulan April ini, semoga dia berpihak kepadaku.
***
Hari ini, di April yang kelima, kelompok kami mengadakan survey lokasi KKN di Nanggung, Bogor. Sebelum berangkat kami berkumpul terlebih dahulu. Seperti biasa, titik kumpul adalah tugu UIN Jakarta. Jam 6 tepat sudah ku pijakan kaki ku kesana. Dan masih terbilang sepi tugu UIN kala itu. Hanya beberapa angin yang basah menyambut-ku. Dan beberapa butir embun yang masih betah bercokol pada dedaunan, beberapa dari mereka jatuh menimpa leherku. Dingin. Rasa itu yang telah membalut jiwa ini. Entah bagaimana aku harus bersikap. Sebagai ketua yang professional atau sebagai lelaki yang sudah mulai dimabukan oleh seorang wanita. Aku suka puisi, beserta larik-larik syair. Tapi aku bukan pujangga. Entah apa yang ada di fikiran Kahlil Gibran jika dia melihat ku seperti ini. Orang yang dilanda senang, mendadak penuh dengan senyuman, syair-syair berubah menjadi lantunan nyanyian. Aneh mungkin itu yang ada di fikiran sang pujangga tersebut.
Aku memang lebih suka datang lebih awal. Apalagi amanah yang ku emban sebagai ketua mereka. Pasti ini tidak mudah. Mereka pasti berharap kepadaku. Berharap melakukan sesuatu. Oleh sebab itu aku selalu datang lebih awal. Agar aku bisa memikirkan apa yang harus ku lakukan. Kemana kapal yang ku nahkodai ini akan berlayar. Bagaimana pulau Impian menjadi sebuah tujuan. Dan apa yang dilakukan jika kapal ini karam. Semua itu harus ku fikirkan. Akulah sang Nahkoda, pemimpin dalam kapal kecil ini. Kapal ini harus berlayar. Kapal ini harus berlabuh di pulau impian. Pantang dia karam. Selagi aku yang masih menjadi pemimpin kapal. Sekali layar terkembang pantang bagi kami pulang.
***
Sudah berkumpul kami semua. Hanya Dadang dan Tono yang tidak bisa ikut. Ya penyebab tahulah kalian. Tono si anak gunung itu lebih mementingkan untuk memeluk gunung-gunung, sementara si Dadang, ya dia tetap dengan organisasinya. Sibuk.
Sebelum berangkat kami menyesuaikan tempat duduk. Kami berangkat menggunakan motor. Medan ditempuh sekitar 243 KM. Ya jujur sebenarnya aku yang sudah menentukan. Aku sudah menyeting semuanya. Semua tempat duduknya, termasuk tempat dudukku dengan Nina.
"Kamu besok ikut kan Nin?", Tanyaku lewat SMS.
"Ikut kemana?", Balasnya.
"Loh emang gak dikasih tahu sama anak-anak?", Jelasku.
"Enggak. Emang mau kemana sih?", Tanya Nina.
"Besok kita mau survey lokasi KKN. Kamu ikut kan?".
"Iya, aku pasti ikut. Tapi aku sama kamu yah?", Pintanya mesra kepadaku.
"BERES BEIB!", Aku langsung mengiyakan pinta dari Nina tersebut.
Dalam hal ini Rendra cukup membantu. Dia sangat mengerti keinginanku. Dia yang menyarankanku untuk meng-SMS Nina terlebih dahulu. Padahal belum genap dua bulan kami berteman. Namun pertemanan kami sudah seperti dua zaman.
Posisi Duduk Motor
Karta
Nina
Rendra
Neneng
Hamid
Shasa
Cecep
Nungki
Darma
Devi
Widya
Lia
Fitri
***
Benar saja, angin bulan April tak seperti angin yang kemarin. Anginnya benar-benar basah. Datang bersama hujan. Ku rasakan itu saat beradu dengan waktu. Beberapa hujan jatuh malu-malu. Tapi setelahnya berkecamuk tak tahu malu. Deras dia membuyarkan semua kebahagiaanku. Saat duduk berboncengan dengan dia, wanita yang membuatku berubah.
Baru beberapa kilo dari UIN, jalan kami. Terhambat oleh jalannya hujan. Jika tidak salah jam saat itu menuju tepat pada angka 10. Kami beramai-ramai mencari tempat untuk berteduh.
"Kita ketempat mie ayam yang tadi ajah yah? Sekalian yang belum sarapan kita sarapan!", Titahku kepada rekan-rekan kelompokku.
"Siap ketua!", Jawab Rendra.
"Siap!", Lanjut rekan yang lain seraya tak mengharapkan hujan terus turun dan menghalangi rencana awal kita.
"Aku tahu kamu belum makan kan?", Tanyaku kepada Nina.
"Aku gak biasa makan pagi.",Jawabnya.
"Inikan udah gak pagi?", Ledekku.
"Iya sih. Tapi…",
"Takut gendut? Hehehe", Ledekku lagi
"Ih, apaan sih! Sumpah demi apapun. Aku gak takut gendut. Malah aku kepingin gendut. Tapi gak bisa. Aku kalo makan banyaaakkkkk banget. Kalo gak percaya tanya adekku Marsella."
"Iya aku percaya. Yaudah, kamu makan yah? Nanti malah sakit loh?"
"Oke deh.", Ninapun mengamini pintaku.
Lahap betul kami semua memakan mie ayam itu. Mie Ayam Pak De Kumis, Puedes Geellaa nama Mie Ayamnya. Sesuai dengan namanya, mie ayam tersebut benar-benar puedes.
"PUEEDDEESSEEE PUUUWWWOOOLLLLL !!!", Teriak Rendra yang tertantang oleh tantanganku dengan memakan mie ayam pedas tersebut dengan level 20.
"Keluargaku (Ku biasa menyapa kelompokku dengan sebutan keluarga besar. Sebab harapanku kelompok ini tidak hanya berhenti pada hubungan pertemanan saja, apalagi hubungan yang didasari atas nama nilai mata kuliah, aku paling benci dengan tipikal orang ini. Ya harapanku adalah kelompok ini akan menjadi keluarga dan terus menjadi keluarga, hinggapun tua menghampiri kita. Apalagi berkeluarga dengan Nina. Wah sungguh harapan luar biasa), aku punya challenge. Siapa yang mau ikut?", Umbarku kepada kelompokku. Sembari menunggu hujan yang sudah pasti akan membuat kita jenuh.
"Apa dulu tantangannya, ta?", Tanya Darma.
"Ikut dulu ajah, takut lo?", Ledekku kepada Darma.
"Ye, siapa yang takut ta, gue hayo ajah!", Rendra tak terima dengan ledekanku ke Darma. Padahal yang ku ledek adalah Darma. Tapi yang panas malah dia. Sungguh lelaki yang bersemangat.
"Gini, siapa yang bisa ngalahin gua, makan mie ini di level 20, gue bakal traktir makanannya?"
"Traktir doang ta?", Sela Hamid.
"Oke… Oke… Dia boleh minta satu permintaan apa ajah sama gue, gue bakal kabulin.", Ajakku.
"Apa ajah nih, ta?", Cecep meyakini.
"Iya apa ajah." Tegasku.
"Ini buat cowok doang atau buat cewek juga?", Tanya Neneng.
"Siapa ajah boleh."
Satu-persatu mangkuk mie ayam tersedia di atas meja kami. Tangan Pak De Kumis begitu lihai menyajikan produknya ke atas meja kami. Tak diragukan lagi kelihaian ini diperolehnya selama 20 tahun mengemper didekat pom bensin Bojong Sari. Walaupun mengemper, mie ayam Pak De Kumis ini laris manis, banyak pelanggannya. Mungkin yang membuat khas mie ayam Pak De Kumis adalah bumbu Jawa dan level pedas dari mie ayamnya. Sehingga para pelangganpun tak bosan dengan sajian-sajian yang disajikan oleh Pak De Kumis. Dan saya termasuk orang yang terbilang sering berkunjung jika saya ada lawatan ke daerah Bogor. Mangkanya tak sungkan dan tak gentar ku tawarkan sebuah tantangan kepada kelompokku.
"Yakin nih level 20?", Tanya Pak De Kumis.
"Kayak biasa Pak De.", Ku pampangkan jelas mukaku ke arah kedua bola Pak De Kumis. Seakan aku memberi kode rahasia bak intel-intel CIAnya Parung.
"Oh, kayak biasa.", Pak De langsung mengerti maksud dari kata "biasa" yang ku utarakan kepadanya.
Kata "kaya biasa" dari Pak De, ku anggap sudah menyelesaikan tantanganku. Dan ku pastikan aku lah pemenangnya.
"Beib, kamu apa-apaan sih? Nanti kamu bisa sakit perut loh?"
Kata perhatian Nina ini membuat kelompokku yang riuh ramai sebelumnya menjadi hening. Ku pastikan banyak pertanyaan yang bertengger disetiap kepala teman-temanku.
"BEIB?, yang bener aja."
"Baru kenal udah ngomong beib-beib."
"Masa sih udah pacaran?"
"Wah gak bakal bener nih kelompok dipimpin sama si Karta."
"Belum juga KKN, udah manfaatin posisinya."
Dugaan-dugaan seperti itu kemudian tertuju kepadaku. Mata-mata kelompokku yang buas sepertinya benar-benar lapar ingin melahap diriku.
"Gapapa, Beib. Aku pasti menang kok.", Tak ku hiraukan mata-mata yang lapar itu. Jika memang mereka ingin melahapku, biar saja. Aku sebenarnya sudah tak perduli. Aku sudah mendapatkan intan permata dalam kelompok ini. Aku sudah mendapatkan apa yang telah ku harapkan. Nina sungguh aku mencintaimu. Hiduplah denganku. Dan jangan pernah kau pergi dari pelukanku.
"Yaudah, terserah kamu ajah. Aku gak ikut tantangan kamu. Konyol!", Ketus Nina.
Kekhawatiran Nina memang bukan tanpa alasan. Ya, sebagian dari kami memang ada yang tidak sarapan, termasuk aku dan Nina. Bayangkan jika mie ayam puedes geella level 20 itu masuk kedalam lambung kita. Yang akan terjadi adalah ya lambung mungkin akan luka. Dan kita akan terserang penyakit magh. Namun, tenang. Aku percaya sama mie ayam buatan Pak De Kumis. Ini mie ayam resepnya udah 20 tahun. Dan tidak ada dari mereka sang pelanggan terkena penyakit dari hasil memakan mie ayam buatan Pak De.
"Tenang, Beib. Pokok'e aman.", Aku memberi pengertian kepada Nina.
Yuph, Pak De Kumis punya penangkalnya. Minuman yang terbuat dari lemak susu. Membuat para pelanggan tidak khawatir dengan Mie Ayam Peudes Geella buatannya. Minuman penangkal ini sungguh manjur meredam keganasan mie ayam dari berbagai level.
"GILLAA!!! Gak kuat gua.", Teriak Hamid menyerah.
"ASEM!!! Pedes banget… Gue nyerah…", susul Cecep dan Dharma.
"Oke, kita kalah!", Neneng, Lia, dan Dewi menyusul menyerah.
Tinggal aku dan Rendra yang masih bertarung. Sementara, Nina, Shasa, Widya, Fitri dan Nungki memang tidak ikut dalam pertarungan. Mereka hanya memesan mie ayam dengan level normal.
Rendra benar-benar serius dengan tantangan ini. Dia sepertinya punya misi sendiri dalam pertarungan ini. Ya, dia ingin mendapatkan sesuatu dariku. Entah apa itu. Yang jelas kegigihannya dalam memakan mie ayam benar-benar menakutkanku.
"Ayo, Beib. Habiskan!", Seru Nina menyemangati.
Ini sungguh membuatku bersemangat. Seruan-nya itu memiliki arti yang lebih bagiku. Dia wanita memiliki cara sendiri untuk membuat laki-laki menjadi sesuatu yang berbeda, menjadi laki-laki penuh semangat, menjadi laki-laki yang hebat.
Sementara mata-mata yang lain tetap lapar melihat seruan Nina tersebut. Ah, apa yang terjadi ini. Biarlah bagaimana mereka memandang. Yang jelas aku harus menyelesaikan tantang yang ku buat ini.
"Ah, gila! Pedes banget. Gue nyerah, gue nyerah. Mana minum, mana minum!", Detik-detik terakhir Rendra menyerah. Padahal tinggal beberapa sendok lagi.
"Ahai, gue menang! Hahaha… gue menang.", Teriakku kegirangan. Sambil jingkrak-jingkra tak karuan.
"Wah, kamu menang, Beib. Kamu menang! Selamat ya.", Nina ikut kegirangan. Kekhawatirannyapun mendadak hilang. Tak beberapa lama dia memelukku. Entahlah ini maksudnya apa. Yang jelas aku merasa orang yang paling bahagia di dunia ini. Aku mendapatkan hadiah yang sungguh indah. Aduh, Nina. Tetaplah begini. Aku suka seperti ini. Aku ingin terus berada dalam pelukanmu sampai tua nanti.
***
Berakhirnya tantangan mie ayam peudes gilla, secara kebetulan juga mengakhiri hujan pagi itu, tepat jam 12 siang kami lanjutkan perjalanan. Sebenarnya aku ingin tetap disini. Ingin tetap berada dipelukan Nina. Kenapa waktu berlalu begitu cepat. Padahal moment Nina memelukku tadi, seperti aku merasakan dunia benar-benar berhenti. Ku lihat rintikrintik hujannyapun berjalan perlahan. Angin yang saat itu dingin enggan menyentuh kulit kami. Saat asyik-asyiknya dipeluk, tak sengaja aku melihat mata-mata kelompokku tambah buas. Hanya mata Rendra yang berbeda. Ah, sial. Ternyata ini rencana Rendra lagi. Hal ini baru ku sadari ketika dia mengedipkan matanya kepadaku. Seakan dia ingin memberitahu aku sengaja menyerah untukmu. Agar Nina bisa memberikan sesuatu untukmu.
"Sungguh luar biasa aktingmu, ndra! Ku yakin kau pasti akan mendapatkan piala Oscar jika kau menjadi aktor di Hollywood kelak.", Ucapku dalam hati seraya ingin berterima kasih kepada Rendra.
Angin masih basah saat kami melaju. Awanpun masih ada beberapa yang tampak hitam. Sepertinya hujan akan jatuh lagi. Entahlah kapan kami akan sampai ke lokasi KKN kami. Beberapa dari kami hampir tumbang. Bukan tumbang fisik, tapi arang yang mungkin bisa patah jika sang hujan masih saja egois dengan kebasahannya. Ya, hujan sejak dulu memang egois. Dia terlahir memang untuk itu. Tak pernah dia menunggu barang sebentar untuk jatuh. Dia jatuh dan kemudian dia meninggalkan jejak yang mungkin bagi sebagian orang adalah jejak yang menyakitkan. Karena dengan jatuhnya hujan, beberapa dari mereka kehilangan kebahagiaan. Mereka basah dan akhirnya menunggu hingga hujan berlalu. Disini aku berharap angin untuk meniup awan penghasil hujan itu menjauh. Karena hanya angin yang bisa menolongku untuk itu. Agar aku bisa menjumpai lokasi KKNku pada petangnya waktu. Katanya senja disitu sungguh sendu. Tak sabar aku.
Kurun 15 menit hujan benar-benar kembali jatuh. Dia kembali menyingkirkan kelompokku dari jalan. Sedapat kami mencari tempat berteduh. Sampai akhirnya tekad kami mengalahkan keegoisan sang hujan.
"Bro, terobos ajah yah?", Pintaku kepada teman-teman.
"Gue gak ada jas hujan.", Kesah Cecep.
"Itu ada yang jual jas hujan, beli ajah. Nih, pake duit gue?". Aku menyodorkan beberapa rupiah pada Cecep.
"Gapapa nih?", Oke gue beli dulu ya?".
Seketika itu kamipun menerobos hujan. Tekad kami tak boleh kalah hanya dengan yang namanya hujan. Hujan hanyalah air yang turun dari langit dan turunnya tidak sedikit. Ini yang mungkin membuat kami sulit. Lantaran diserang oleh butiran-butiran yang banyak dan ramai. Coba kalau hujan datang satu-satu. Mungkin kami takan gentar menghadapinya. Takan ada kesulitan bagi kami untuk menghindarinya.
Sebenarnya ini moment bagiku bersama Nina. Bagi beberapa orang hujan adalah sesuatu yang terbilang romantis. Bahkan ada juga yang menjadikannya ritual suci dalam percintaan. Mereka menikmati hujan dengan memaknai hujan adalahn cinta yang sebenar-nya. Hujan yang membasuh kepicikan dan kebusukan dari sang aktor ataupun sang aktris yang menodai cinta dari hawa nafsu. Hujan adalah saksi bisu. Melihat kekeluan cinta yang tak terbalas dari sudut pandangnya sendiri. Hujan menemani mereka yang sedang sibuk dimabuk asmara. Bagi yang menunggu hujan, dialah yang setia kepada keresahan rintik-rintiknya. Dialah yang setia menunggu sampai kapanpun cinta berpihak kepadanya. Dia berjuang dalam menunggunnya. Sementara bagi mereka yang menerobos, bukan mereka yang tak sabar dan terburu tak mau menikmati hujan, tapi mereka berjuang bersama hujan itu. Mereka menikmati hujan yang turun dengan cara meresapi bulir-bulir basah yang menyentuh kulitnya. Setiap tetesnya akan terasa dari lebih berbeda. Begitulah cara hujan menceritakan mereka dengan beberapa cinta mereka. Aku tak mau kalah. Aku harus seperti mereka. Aku harus sama bisa menikmati hujan dengan Nina. Aku tak mau melewatinya dengan percuma. Oh… Nina, betapa kau sungguh membuatku mabuk kepayang. Cukuplah kekejaman ini Nina. Aku sungguh menderita.
"Mas… Mas… Itu airnya muncrat dari ban belakang. Kasihan mbaknya.", Muncul suara yang menghancurkan keheninganku yang sedang menikmati hujan dengan Nina. Hancur. Sungguh hancur aku oleh suara yang ternyata berasal dari wanita setengah baya.
"Iya, mbak. Makasih.", Ucapku tersebut membuat wanita tersebut berlalu jauh. Sementara aku dan Nina disibuki dengan pemberitahuan wanita setengah baya tersebut.
"Kenapa, Beib?", Tanya Nina kepadaku.
Entah harus ku jawab apa. Apakah aku harus memberitahu yang sebenarnya atau aku harus menyuruhnya pindah. Aku tak ingin dia pindah. Baru saja aku menikmatinya. Baru saja aku merasakan kebahagiaan hujan bersamanya. Wanita yang tadi itu mengganggu saja. Tak tahu apa lelaki ini sedang dimabuk cinta.
"Kayaknya kamu harus pindah deh, Beib. Kamu sama Dharma ajah yah? Dia kosong tuh?", Sambil menunjuk kea rah Dharma.
"Emang kenapa sih?", Tanyanya kepadaku.
"Gapapa, Beib. Pindah ajah yah?", Pintaku sekali lagi.
"Oke deh."
Jujur, tak rela betul aku melakukan itu. Moment yang ku buat, moment yang ku rencanakan rusak sudah. Wanita setengah baya itu penyebabnya. Aku luluh lantah. Nina, please. Tetaplah dibelakangku. Aku tak sanggup melihatmu dengan yang lain. Tak sanggup.
Dengan berpindahnya Nina, membuatku benar-benar ingin mengakhiri cerita ini. Ku lihat dia memang mudah bergaul dengan siapapun. Ku lihat dia akrab sekali dengan Dharma. Sepertinya memang Nina seperti itu. Hal tersebut menyadarkanku dari lamunan. Hal tersebut membangunkanku dari mimpi indahku. Nina bukanlah milikku. Dia bebas terbang kemanapun dia mau. Dia bebas memberi semilirnya kepada siapapun. Bukan hanya aku. Aku tidak akan bisa memonopoli hembusannya. Dia memiliki hak untuk menentukan kemana dan siapa saja yang akan diberi kesejukan olehnya. Nina, tetaplah berhembus. Termasuk kedalam ronggaku. Sesungguhnya tempatmu adalah disitu.
Waktu cepat berlalu. Kami tiba di desa Nanggung pukul lima sore. Langsung saja kami mencari tempat singgah untuk ber-istirahat sejenak. Perjalanan panjang tadi sungguh membuat kepala kami penat. Beberapa dari kami malah tertidur setelah tiba. Kami tiba untuk pertama kalinya dan singgah di Masjid Mujahidin.
"Adek mau KKN yah?", Suara itu mengejutkan kami yang sedang kelelahan.
"Iya, Pak. Tapi masih lama, bulan Juli kami KKN disini.". Jelasku kepada sumber suara. Sumber suara tersebut memampangku wajah sekitar 60 tahunan. Terlihat dari beberapa kerutan di wajahnya dan beberapa serabut putih yang bercokol di kepalanya. Ku prediksi dua sampai tiga tahun lagi dia akan renta.
"Oh iya gapapa. Saya DKM di masjid ini. Tahun lalu juga ada KKN disini. Mahasiswa dari UIN.", Jelas Bapak DKM itu.
"Kami juga dari UIN pak.", Kompak kami memberitahu Pak DKM tersebut.
Pak DKM tersebut banyak cerita tentang KKN yang lalu. Bagaimana mereka memperlakukan warga desa. Bagaimana program-program yang dijalankan. Semua berjalan dengan lancar, menurutnya. Banyak juga yang ditinggalkan, selain kenangan, yaitu tempat sampah dan petunjuk jalan. Ya, semua dijelaskan dengan detail dan seksama.
"Pak, kalo untuk tempat tinggal kira-kira kita bisa dimana yah pak?", Tanya Neneng kepada Pak DKM.
"Oh, tempat tinggal yah? Kalo mahasiswa sebelumnya sih di dekat rumah pak Lurah.", Jawab Pak DKM.
"Dimana itu pak? Wah kayaknya semuanya bakal gampang nih?", Celetuk Rendra.Sontak celetukannya ini membuat teman-teman yang lain tertawa.
Jam 17.30, kami melanjutkan survey. Pertama adalah tempat tinggal yang di usulkan. Kami sambangi dengan senyum merekah di muka. Tapi sayang kami tidak menemukan yang punya kontrakan. Namun, kami bertemu dengan ibu lurah. Ini sedikit menenangkan. Dan kami pulang pukul 19.00.
***
Kini sudah bulan Mei, dan tinggal dua bulan menuju bulan KKN kami. Ya, bulan itu pasti akan menyenangkan menurutku. Dan angin jelas akan berpihak padaku. Hembusannya, semilirnya, pasti akan menyejukan rongga-rongga paru-paruku. Ya, bayangan yang jelas tentang 30 hari itu sudah menjadi candu bagiku. Duhai angin, aku minta kepadamu, jangan basah lagi seperti lalu. Tetaplah sejuk dengan segala pesonamu.
***
Bulan ini adalah survey kedua bagi kelompok kami. tidak sepenuhnya kelompok kami yang ikut. Hanya beberapa. Dharma, Neneng, Lia, Shasa, Rendra, Dadang, dan Devi. Aku awalnya ikut. Namun ketika Nina berkata tidak ikut. Hilang semangatku untuk menelusuri jalan-jalan desa Nanggung. Sebenarnya bukan itu alasan utamaku. Saat itu aku sedang tidak sehat, kepala begitu berat, penat. Dan saat ku pacu sepeda motorku tubuhku merasa tak kuat.
"Ta, udah balik ajah lo! Mata lo merah banget tuh. Sana balik istirahat.", Suruh Neneng kepadaku. Padahal kami sudah sampai pom bensin Bojong Sari. Memang benar kedua mataku benar-benar merah darah. Padahal sudah ku sembunyikan dia dibalik kaca mata. Tak enak rasanya ketika temanku berjuang untuk kelompok, tapi aku malah asyik tidur-tiduran dengan penyakitku. Tak elok rasanya.
"Gapapa kok, Neng." Jawabku menyakinkan.
"Udah, Ta. Lo mending istirahat di rumah. Daripada nanti ada apa-apa di jalan? Bukannya KKN, eh malah di rumah sakit. Amit-amit deh!", Tukas Lia mengerikan.
"Serius gue gak apa-apa kok."
"Udah, Ta. Serahin ini sama gue. Percaya sama gue. Lo sono balik. Cepat rehat. Gak perlu lo mikirin kita.", Rendra menyakinkanku.
"Ok gue kalah. Gue balik. Ndra, gue titip anak-anak. Hati-hati lo semua dijalan."
Salam ini benar mengantarku pulang. Aku merasa agak lega dengan adanya Rendra disana. Dia memang orang yang bisa dipercaya. Selama tiga bulan aku berteman dengannya, dia tidak pernah memberiku rasa kecewa. Dia memang teman yang baik.
Keesokan harinya, selepas mereka kesana. Banyak cerita yang begitu gembira. Aku merasa rugi tidak kesana. Akupun hanya terhanyut dalam riuh ria suasana. ***