ROMIO OR ROMEO [04]
"maafin Della al, adek aku emang masih labil banget, sensi-an juga anaknya. Aku juga dah sering nanya alasan kenapa dia gitu tapi dia gak mau ngasih tau. Kamu tau kan Della itu suka ngomong sembarangan maaf kalau nyakitin hati kamu. Nanti lagi Della bakal aku nasehatin lebih tegas lagi biar gak gitu lagi ke kamu". Theo pastinya tahu kalau Alya masih emosi karena ulah adik satu-satunya, Della.
Gimana enggak? orang adek nya ngomong gini ke Alya "pasti telat karena abang digoda-goda sama si Alya kan? Tau banget Della. Kenapa sih abang suka cewek yang hobi nya nindas orang, sok berkuasa lah, eeh tapi, pantes aja sih orang gaulnya sama yang satu spesies cabe". Yaa, pasti alya emosi dan panas jiwa.
Kalian kalo baru dateng tiba-tiba diomongin gitu kalian bakalan gimana? Kesel kan pasti, bukan kesel lagi mungkin. Rasa-rasa ingin membacok orang lah intinya. Adik nya kak theo, Della. Dia itu emang selalu gitu ke gue. Entah kenapa alasanya. Gue rasa gue gak pernah ganggu dia selama ini. Kenal dia aja juga baru satu bulan lalu pas dikenalin sama mami dira, ketemuan di sekolah aja kagak orang kita beda sekolahan, jadi yaa masalah nya apa?! Perasaan kakaknya baik banget ke gue tapi adeknya malah jahat banget ke gue. Panas hati kan?
Itu juga yang gue rasain tapi, daddy ahh entahlah orang itu harus gue panggil daddy lagi atau enggak. Dia pasti gak suka kalo gue lawan bacot tuh bungsu sialan keluarga young. Jadi gue mutusin buat ke toilet sebentar alibi buat nenangin diri.
gue mencuci tangan di washtaple. Sembari bercermin gue mikir 'ada kah seorang ayah yang diam aja pas liat anaknya di olok-olok orang lain? Bukan nya membela gue tapi daddy malah nunjukin tatapan yang seakan-akan bilang gini ke gue "kamu anak yang mengecewakan" kayak gitu'.
"begitu makan-makan sudah selesai. Kamu pulang, I don't want to see you anymore now. Kamu hancurin semua yang sudah saya skenariokan. Kamu tau kan? Saya gak suka hal itu". lelaki paruh baya itu, Gibral berbisik di telinga Alya.
Gue tersentak sampai-sampai air di tangan gue sedikit terciprat wajah gue, suara bariton daddy itu menyakiti hati gue yang entah sudah keberapa kali nya. Gibral pergi begitu saja, meninggalkan Alya dengan mata berkaca-kaca.
Inilah yang bikin gue tertekan. Setiap sejengkal langkah gue yang daddy anggap salah daddy pasti bakal memojokkan gue, bahkan gak segan-segan main fisik. Kadang gue mikir 'gue ini anaknya bukan sih?' kenapa daddy selalu bersikap seolah-olah dia benci gue.
Kalo gue salah gue seharusnya dibimbing selayaknya seorang ayah ke putrinya dengan lemah lembut namun terselip ketegasan khas seorang ayah bukan seolah-olah gue diperlakukan kayak hewan sirkus. Sekali gue salah gue dipecut keras, gak diberi makan berhari-hari persis bak hewan sirkus.
"kak theo turunin aku di donull café boleh gak kak?". tanya gue sembari melihat-lihat jalanan, takut café nya kelewatan.
Theo mengangguk pelan "iya bisa tapi pulang kerumahnya sama aku dianter nya". jawab theo
"tapi ka---
"---aku ada tanggung jawab sebagai cowok yang udah ngejemput cewek pulangnya juga harus sama aku". potong theo. Gue menggeleng cepat. "enggak bisa kak! aku pulangnya bakal langsung bareng sama sahabat-sahabat aku. Mau nginap di rumah mina juga".
Theo mengangguk mengerti "ahhh, tapi, ada ersya gak nanti?".
Gue menolehkan kepala, memusatkan perhatian pada kak theo "a--ada kak".
"bagus dehh, tenang jadinya. Soalnya kalo kamu kenapa-napa ersya kan jago bela diri. tapi, harus tetep hati-hati yaa. Kalo ada apa-apa kamu wajib langsung telfon aku oke". audi putih itu berhenti di parkiran café yang disebut alya tadi.
"iya kak, makasih yaa. Maaf ngerepotin. Hati-hati dijala ---".
mata gue melotot kaget, tubuh gue mendadak kaku.
Kak theo menarik tangan gue dan membuat jarak antar kami sangat dekat. Bisa gue rasakan deruan nafas hangat dan tenang kak theo, rasanya deruan nafas itu memiliki tempo irama dan mungkin kak theo juga sama dengan gue sekarang.
Deg.Deg.Deg.
"k---kaak?".
Nafas gue kek hilang gitu aja. Kak theo menempelkan telapak tangan kanan nya pada kening gue. Lalu kepalanya sedikit maju, mempertipis jarak diantara kami dan kemudian mendongak, mengecup pelan punggung tangannya sendiri.
Tiba-tiba aja jantung gue berdesir, bisa dibayangkan? Perlakuan cowok kayak kak theo? kak theo membuktikan ke gue kalo kita gak perlu melewati batas dengan melakukan ciuman langsung kayak yang sering eca lakuin didepan umum ke arka atau siapapun itu diluaran sana.
Theo jelas-jelas ingin menjaga alya, ia tak ingin merusak alya. Lagipula juga alya belum menjadi milik theo sepenuhnya. Ingat ini, theo ingin hubungan mereka didukung oleh hukum dan yang paling penting adalah tuhan. Bagi theo hanyalah cowok bajingan saja yang berani melakukan hal lebih dari itu dengan status pacaran, sudah sering dibilang jika pacaran itu zina jadi theo sungguh tak ingin melanggar ketentuan itu.
Kedua insan berbeda gender itu masih tetap mempertahankan posisi sedikit jarak itu. Hingga tak lama kemudian theo tersadar dan melepaskan tangannya lalu tersenyum hangat pada alya, tak menyadari telinga nya yang memerah, blushing.
"ee—umm kak aku pergi dulu y—ya, bye kak!". alya segera menjauh dari theo dan keluar dari mobil, tindakan theo tadi itu benar- benar berbahaya bagi jantung nya dan tentunya diluar kapasitas keambyar-an kaum hawa dengan pengalaman asmara yang sungguh noob nan minim macam alya haddict.
Tak perlu lah seorang Lelaki melakukan hal berlebih untuk seseorang yang ia cintai. cukup dengan menjaga dan melakukan hal kecil seperti tadi. Jelas wanita yang ia cintai akan mengerti seberapa banyak lelaki itu mencintai nya. bukan berarti jarang melakukan skinship pasang mu itu tak mencintaimu sepenuhnya, tidak! Tapi itu sebenarnya tergantung cowok nya sih.
Kan cowok itu sebenarnya ada tiga kubu. Kubu yang pertama itu yang sejenis malaikat tampan, persis kek Theodoric young yang selalu ngejaga cewek yang disukai dan tetap berada di jalan yang benar sembari melawan gejolak nafsu. kubu kedua itu kubu setengah tobat kayak arka yang suka main nyosor dipojok dan sok alim didepan. Dan yang terakhir itu kubu dakjal macam si jakcson wang, anak kelas sebelah yang ngehamilin kakak kelasnya dan dengan gak tahu malu nya dia masih enteng-enteng aja masuk sekolah bahkan masih sempet-sempetnya gatel ke cewek lain.
Theo tersenyum hangat dengan pelan—sangat pelan ia mengucapkan "manis".
Di depan pintu café itu alya menghentikan langkahnya lalu mengulas senyum tipis, tangan nya memegang dadanya. Debaran berlebihan itu masih tetap di tempat yang sama, membuat sang pemilik tubuh itu bertanya-tanya. Apa yang ia rasakan ini bukan kah tanda-tanda jika ia mulai cinta pada theo bukan? Atau hanya perasaan biasa?
Jadi begini ya rasanya ketika debaran jantung dua kali lebih cepat karena seseorang.
Alya masih terlalu asing dengan rasa nano-nano ini. Ini pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh ini. Theo yang pertama kali membuatnya begini, jadi apakah ini tandanya ia menyukai seorang Theodoric young? apakah ini rasanya jatuh cinta? Seperti yang ersya rasakan kala arka mengenggam erat tangannya, jadi begini apa yang dirasakan mina ketika pacar-pacar nya berbuat hal manis padanya, atau dikala dapid selalu tersenyum manis pada cipa meski seringkali cipa mengusilinya?
Alya menarik sudut bibirnya lebih lebar lagi, akhirnya ia lega---ia mungkin kedepannya tak perlu lagi tuk berbohong tentang perasaan yang sebenarnya nya pada theo lagi.
Alya mendudukan bokong nya di pojok café lantai dua. Kebetulan café ini memiliki tiga lantai. Sekedar informasi, donull café ini tempat hangout favorite nya alya juga sahabat-sahabat nya. Ditambah lagi pemilik café ini ramah sekali
"ehhh---alya? tumben jam segini lo kesini. Biasanya kan jam sebelas maleman". suara itu, suara dari pemilik donull café. yang juga adalah teman semasa sd nya bersama sahabat-sahabat lainnya. Panggil saja yoyo, bukan yoyo mainan itu ya. Yang ini, itu yoga prayoga dulu gue manggil dia yoga tapi, dia maksa banget buat dipanggil yoyo.
Yoyo duduk disamping alya. "iya nih, gue sengaja minta diturunin sama kak theo disini". tak perlu diceritakan lagi siapa kak theo karena jelas yoyo tahu siapa theo itu. Alya sudah sering menceritakan tentang theo-theo itu setiap mengunjungi café nya.
"lo ada jadwal balapan gak hari ini?". tanya yoyo
Alya mengerutkan dahinya "kayaknya sih----gak ada deh, dua hari yang lalu kalo gak salah gue ditantang balapan sama mark di arena besok kalo gak salah balapan nya".
"ooh wow! mark anak dream dari sma bangsa bukan sih?".
"iya dia".
Jadi khawatir yoyo sama teman ceweknya ini "lo gak papa lawan dia? Dia kan jagonya balapan. Gue denger-denger dari beberapa anak tunas bangsa yang kesini. Banyak yang bilang kalo anak dream itu jagonya balapan. Tar kalo lo kalah, jabatan ratu malam lo bisa-bisa dicabut loh".
Gue mengarahkan tatapan dingin, bisa-bisa nyaa dia secara gak langsung ngatain gue lemah, sialan! "gue walaupun kalah juga yaa, setidaknya juara kedua lah. Jadi gelar ratu malam masih di gue lah. Lagian juga taruhan nya lumayan".
"serah lo deh yang mulia ratu malam, ehh btw apaan emang taruhan nya? mobil? Motor? Atau uang?". penasaran kan yoyo jadinya.
"kalo gue kalah gue bakal ngasih kotak musik kaca punya gue ke dia. Tapi kalo dia kalah dia bakal ngasih gue bola sepak dia yang pernah ditanda tanganin sama lionel messi". jawab gue enteng.
Yoyo terkejut saat mengetahui taruhan itu yang mungkin memang terdengar biasa saja taruhannya. Tapi itu tak se-sederhana yang kalian pikirkan "lo! Yakin lo hah! itu kotak music kaca satu-satunya kesayangan lo kan? Terus juga bola sepak itu kabarnya, bukannya mark paling gak suka ada orang yang nyentuh bola itu selain dia? Yang bahkan kakak kesayangannyay sekalipun".
Alya mengendikan pundaknya, sembari memasukan kentang goreng yang dilumuri saus cabai itu kemulut nya "emang sih benda kesukaan gue. orang gue beli nya pake uang pertama hasil keringet gue sendiri. Tapi lo tau sendiri kan pas belinya itu gue sampe harus berebutan sama kakaknya mark si rosi itu. Lo juga tau kan kalo mark itu bakal ngelakuin apa aja buat rosi. Jadi menurut gue sih seimbang aja taruhannya. Lagipula gue juga sebenernya beli kotak music itu dua walau bentuk nya sedikit beda tapi gue suka dua-duanya. Jadi kalo gue kalah gue masih punya yang satunya lagi."
"ahh gue sih Cuma bisa berharap lo menang aja, tanding nya besok kan ditempat biasa kan? Tar gue kesana deh" yoyo dan alya melanjutkan pembicaraan mereka yang merambat kemana-mana. Tak menotice adanya atensi seorang lelaki yang berada di pojok café di lantai yang sama dengan banyak lebam diwajahnya. Cowok itu sedari tadi sedang menatap alya dengan sebuah senyuman tipis.
Jarum Pendek di jam tangan nya menunjukan angka sepuluh malam. Untungnya Donull café ini buka dua puluh empat jam. Alya memutuskan untuk pulang ke apartemen nya saja dari pada ia harus pulang ke tempat yang entah masih kah bisa ia sebut 'rumah' lagi.
Fakta nya tanpa kalian sadari masih banyak orang disekitar kalian yang terlihat memiliki rumah hanya dalam bentuk fisik. Bukan rumah dengan artian yang sesungguhnya. Layaknya alya, baginya bangunan yang digunakan untuk 'berlindung' itu tak akan bisa melindunginya dari kekejaman sosok kepala keluarga juga seorang ibu yang kelak menjadi pintu surga-nya. Sampai sekarang alya masih belum menemukan 'rumah' dalam artian yang sebenarnya.