Story Of Love
Bab 1: Pompa semangat
Tring...tring...tring...
Alarm pagi berdering, ku buka perlahan mataku yang menempel, ku lihat dan perhatikan sesosok pria gagah di hadapanku. Dia berkulit bersih, wajah berseri dan sensasional, hidung mancung, serta bibirnya yang merah dan tipis menambah kesempurnaan parasnya. Dia terlihat menawan bahkan saat tidur.
Tanganku perlahan terangkat dan membelai rambut hitamnya yang lembut.
Sesaat aku teringat janjinya dialtar pernikahan kami 3 tahun yang lalu. Janji bahwa kami akan sehidup samati dalam keadaan susah maupun senang, saat sakit maupun sehat dan bersama hingga hanya maut yang memisahkan.
Ku hela nafas panjang dan ahhh... Rasanya hanya akulah wanita yang beruntung di dunia ini, karena kami zin dan zoe telah di persatukan dalam ikatan suci pernikahan. Tak terasa senyum syukur pun memgembang di bibirku.
Kulirik jam dinding, sudah menunjukkan jam 6 pagi. Segera aku bangun dan melaksanakan tugasku sebagai seorang istri. Aku memasak sarapan dan bekal untuk kami berdua.
Di saat aku sibuk di dapur, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah pelukan di pinggangku.
" oh rupanya suami tercintaku sudah bangun" gumamku.
Ku balikkan badan dan sedikit mendongakkan kepalaku karena zoe mempunyai tinggi badan 180cm, terlihat senyumnya yang sangat mempesona. Di sandarkannya kepalaku di dada bidangnya. Oh.... Rasanya nyaman sekali, tak ingin dilepas. Dieratkannya pelukan ini hingga kami sama-sama terbenam dalam kenyamanan.
Kricik..kricik..kricik..
Terdengar suara air yang penuh di panci, sehingga membuat aku tersadar.
" sudah sayang, nanti bisa membengkak tagihan airnya" candaku.
" nyaman sekali zin" hanya itu yang dia katakan sebelum melepas lingkaran tangannya.
" segera mandi dan siap-siap gih!" perintahku.
" siap bos" serunya sambil berlalu ke kamar mandi.
" eit ini bekalnya", seru zoe
Sebuah kecupan singkat mendarat dipipiku.
Aku terkejut, melototkan mata sambil menyunggingkan senyum kepadanya, " ih dasar ya! " seruku.
Setelah siap semua sarapan di meja, zoe pun datang dengan membawa tas ransel yang berisi perlengkapan kerja di bengkelnya.
Ya dia membuka sebuah bengkel sepeda motor 1 tahun terakhir ini.
Di letakkannya tas itu dikursi sebelah dia duduk, dan kami pun makan bersama. Setelah selesai makan zoe pun memasukkan bekal yang sudah ku siapkan untuk makan siang ke dalam tasnya.
Sebelum berangkat, tak lupa zoe mengecup keningku dengan sepenuh hati. Sambil ku pejamkan mata, kuungkapkan do'a dalam hati " semoga keberuntungan selalu menghampiri zoe dan keluarga kecil kami".
Kulambaikan tanganku dan berkata " hati-hati di jalan".
Zoe hanya melambaikan tangannya saja dan segera menstater motor spot merahnya yang dia dapat dari almarhum ayahnya saat berusia 17 tahun.
Setelah melihat punggung dan motornya menghilang, aku segera masuk dan membereskan meja makan serta dapur.
Segera juga aku bersiap untuk berangkat kerja di sebuah toko penjualan spare part motor terbesar di kota kami sebagai supervisor.
Begitulah agenda pagi kami sepasang suami istri yang sedang menantikan 2 garis biru.
Aku berangkat kerja dengan mengayuh sepeda melewati jalan kecil di belakang rumahku, karena jalan itu tidak banyak motor yang melintas dan jalan itu juga yang membuatku cepat sampai di tempat kerja.
Hari berlalu semakin sore, tak terasa jam pulang pun tiba. Segera kukemasi barang-barang dan bersiap pulang. Entah kenapa sudah satu minggu ini badanku lemas dan mudah capek. Dengan berjalan perlahan sampailah aku di area parkir.
Ternyata ada suamiku yang telah menunggu di samping sepedaku. Zoe membelakangi arahku sehingga dia tidak memyadari kedatanganku.
"hei" seruku sambil menepuk pundaknya. Reflek zoe berbalik karena kaget.
"Eh sudah keluar ya, yuk aku bonceng" pintanya tanpa berbasa-basi.
"Motor kamu dimana?" tanyaku selidik
"Aku tinggal di bengkel, aku ingin bersepada sama kamu, jadi aku bonceng sampai rumah" jelasnya.
"Ok siap!" seruku sambil menaikkan badanku ke atas boncengan.