Dua tahun setelahnya, orang tua Ai Zhiyi memintanya untuk kembali. Namun, Ai Zhiyi telah melupakan bagaimana ia begitu mencintai kedua orang tuanya, sehingga ia menolak tawaran mereka.
Setelah tujuh tahun berlalu, ia baru menyadari bahwa ia seharusnya tidak mengusir mereka. Ia menyesal dan berakhir malu untuk kembali.
Namun, kata-kata Chu Xinian baru saja mengubah pendiriannya.
Dulu ia pernah bersikap egois, sekarang tidak lagi.
Ai Zhiyi merasa percaya diri di hatinya. Ia tidak ingin menyerah, berpikir bahwa tidak ada yang salah untuk memulai setelah pemberontakannya. Orang-orang akan lebih menghargai usahanya.
Setelah rasa pahit itu, ada rasa manis yang ia rasakan di ujung lidahnya. Ia mengangkat sudut bibirnya dan mencoba untuk menekan semua kegelisahan di hatinya. Ia tersenyum, yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Chu Xinian menatap wajah Ai Zhiyi melalui spion dan tersenyum. Walaupun ia senang dengan keputusan Ai Zhiyi, ada kekhawatiran yang membuatnya terus merasa gelisah. Ia pun berbicara dengan kata-kata penuh peringatan, "Zhiyi, jika kau kembali, jangan sampai orang lain mengetahui hal itu, oke?"
Mendengar itu, Ai Zhiyi menoleh ke arah wanita itu dengan hati-hati, ia menatapnya dalam diam untuk waktu yang lama, lalu tertegun memikirkan kata-katanya.
Membaca dari ekspresi mata Chu Xinian beberapa saat, Ai Zhiyi langsung memahami bahwa yang berbahaya itu adalah ayah Chu Weixu. Ai Zhiyi dan Chu Weixu pernah menanggung kutukan selama lima tahun dikarenakan ia murka. Maka jika itu terulang, nasib baik mereka di tahun-tahun ini akan kembali menjadi kutukan.
Ai Zhiyi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia bahkan tidak merasakan kuku-kuku jarinya menancap di dagingnya dengan dalam.
Melihat ekspresi murung di wajah Ai Zhiyi, Chu Xinian menyadari bahwa ia tidak seharusnya menyinggung hal itu. Ia mengutuk dirinya sendiri dalam batin sebelum menghibur Ai Zhiyi dan dirinya sendiri, "Zhiyi, jangan terlalu memikirkan hal itu. Orang-orang di sana sangat sibuk. Mustahil jika mereka mengetahuinya. Aku hanya mengatakan itu karena aku khawatir. Aku tahu ini berlebihan tapi ... um, lupakan. Kau akan pulang, jadi kau tidak boleh menunjukkan wajah seperti itu di depan orang tuamu."
Ai Zhiyi mengangkat pandangannya, menatap lurus ke depan dengan kosong. Ia tiba-tiba bertanya, "Kak Nian, apakah menurutmu mereka akan benar-benar memaafkanku?"
"Apa yang kau katakan?" Chu Xinian tertawa kecil. Ia tidak ingin Ai Zhiyi sedih, jadi ia berkata dengan optimis, "Tentu saja mereka akan memaafkanmu. Kamu pikir kenapa ibumu meminta hal ini padaku kalau dia tidak memaafkanmu?"
"Tapi, ayahku, apa dia benar-benar akan memaafkanku? Dia pernah bilang padaku bahwa dia tidak ingin melihatku lagi."
Chu Xinian terdiam sejenak, lalu mencoba meyakinkan Ai Zhiyi, "Tentu saja. Orang tuamu masih menyayangimu."
Mendengar hal itu, Ai Zhiyi tidak merasa yakin sama sekali, bahkan sebaliknya. Namun, ia tidak bisa terus mengurung diri dalam ketakutannya. Butuh waktu seratus tahun untuk mendapatkan kesempatan seperti ini.
Ia pergi tanpa kata maaf. Setidaknya, saat ia kembali ke desa untuk menemui mereka, ia bisa meminta maaf sebelum kembali.
Ai Zhiyi pun menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan.
Setelah pembicaraan itu, mereka berdua hanya menghabiskan waktu di perjalanan dengan diam. Mereka seolah-olah tenggelam ke dalam pemikiran mereka masing-masing dalam keheningan.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di depan sebuah rumah teh yang dikelola Ai Zhiyi bersama Chu Weixu. Begitu Ai Zhiyi hendak keluar dari mobil, Chu Xinian menghentikannya dengan berkata, "Tunggu, aku memiliki sesuatu untuk Weixu." Berhenti sebentar, ia kemudian berbalik dan mengambil sebuah bingkisan kertas di kursi belakang, lalu menyodorkannya kepada Ai Zhiyi. Ia berkata dengan senyum, "Ini kue kesukaan Weixu. Saat ke kelas musik, aku tidak sengaja melihat sebuah toko kue, jadi aku mampir untuk melihat-lihat dan menemukan kue ini."
Ai Zhiyi tersenyum lembut. Ia meraih bingkisan kertas itu dengan senang hati, lalu mengintipnya sedikit. Ia pikir itu hanya kue tiramizu utuh, namun betapa terkejutnya ia ketika melihat ada beberapa obat di dalamnya. Ia segera mengangkat pandangannya, menatap ke arah Chu Xinian dengan tatapan terkejut.
Ai Zhiyi hendak berbicara, namun Chu Xinian lebih dulu melakukannya, "Zhiyi, obat itu akan cukup selama dua bulan. Jika habis, kabari aku."
"Tapi ...."
Chu Xinian tidak ingin mendengar keluhan apa pun darinya. Begitu Ai Zhiyi hendak berbicara sekali lagi, ia segera memotong kata-katanya, "Jangan beritahu Weixu jika semua itu dariku, maka semuanya akan baik-baik saja."
Mendengar kata-katanya, Ai Zhiyi tidak bisa mengatakan sepatah kata lagi.
Namun, sebelum ia melangkah pergi, Chu Xinian berseru, "Zhiyi!"
Ai Zhiyi segera berbalik dan membungkuk sedikit di jendela mobil. "Ada apa?"
Chu Xinian berkata dengan nada menyenangkan, "Ini sudah memasuki musim dingin. Jangan lupa untuk memakan pangsit bersama Weixu. Isikan banyak daging untuk adik nakalku itu dan doakan keberuntungan untuknya." Ada senyuman di akhir kata-katanya, mengartikan sebuah ketulusan.
Ai Zhiyi tersenyum lemah.
Setelah Chu Xinian berlalu, Ai Zhiyi menarik napas dalam-dalam.
Kedai teh memang sudah tutup. Ai Zhiyi berjalan menuju pintu, lalu mendorong pintu terbuka.
Begitu ia berada di dalam, ia seketika berhenti melangkah. Ia menatap ke sekeliling ruangan yang tidak terlalu luas dengan kening berkerut. Ia tidak melihat Chu Weixu, yang mana biasanya ia akan menyambut saat mendengar bel kecil di pintu berbunyi.
Ai Zhiyi naik ke lantai dua untuk menyimpan barang-barang. Begitu menyalakan lampu, rumah sedikit berantakan. Ia juga memanggil-manggil Chu Weixu, namun tidak ada jawaban selain keheningan yang semakin sunyi. Ia kemudian turun ke kedai teh kembali, mencarinya ke segala sisi ruangan hingga ke luar ruangan, namun tidak menemukannya.
Jika Chu Weixu pergi saat Ai Zhiyi tidak di rumah, maka Chu Weixu akan mengirim pesan. Sekarang, Ai Zhiyi telah mengecek ponselnya namun tidak ada pesan dirinya. Karena mulai khawatir, ia pun segera menghubungi Chu Weixu.
Namun, begitu panggilannya tersambung, itu adalah orang lain yang menjawab.
"Halo."