Chu Weixu hendak meluapkan kemarahannya saat itu juga. Namun, begitu ia melihat pria di hadapannya, yang terlihat sangat tenang, ia merasa dijebak seolah-olah ia adalah seekor ikan yang dipancing dengan umpan untuk dihidangkan sebagai menu utama hanya untuk ditertawakan.
Ini seperti sebuah permainan jebakan di mana siapapun yang bergerak lebih dulu, maka ia yang akan kalah, sementara sikap diam pria tersebut merupakan salah satu cara untuk memanipulasi keadaan yang bisa membuat dirinya menjadi seorang pecundang.
Chu Weixu memang orang yang ceroboh namun setidaknya ia masih bisa menggunakan otaknya di waktu yang tepat.
Bagaimanapun, sejak terakhir mereka bertemu tiga tahun lalu, Chu Shenshu juga mempertanyakan keberadaan Ai Zhiyi. Dulu Chu Weixu bertindak terlalu tergesa-gesa sehingga mereka berakhir dalam sebuah perkelahian.
Namun, bukankah itu wajar? Tidak ada seorangpun yang akan membiarkan seseorang menanyakan keberadaan pasangannya seserius itu.
Sekarang, berdasar pada pengalaman itu, Chu Weixu berusaha keras untuk menekan kemarahannya, bahkan ia bisa merasakan getaran di tubuhnya naik hingga ke ubun-ubun, memperlihatkan tonjolan urat biru di keningnya yang sedikit berkeringat.
Ia menghirup udara dan menghembuskannya perlahan-lahan. Setelah ia bisa mengendalikan emosinya, ia bertanya dengan nada dingin, "Aku serius. Sebenarnya, apa keperluanmu datang ke sini?"
Chu Shenshu menarik garis tipis di sudut bibirnya, membentuk sebuah senyum namun tidak tulus. Ia menjawab dengan ringan sebelum menyesap tehnya, "Aku datang untuk sekedar melihat keadaanmu."
"Heh." Chu Weixu memutar bola matanya. Jawaban menggelikan itu seolah baru saja menggelitik perutnya. Sayangnya, ia tidak memiliki selera humor yang baik untuk lelucon seperti itu, jadi ia tidak bisa tertawa selain bertanya sekali lagi, "Lalu kenapa kau mencarinya?"
Pria yang duduk di seberang meletakkan cangkirnya dan mengerutkan dahi ke arah Chu Weixu, kemudian ia meludahkan, "Bukankah kalian selalu bersama? Menanggung malu bersama-sama? Jadi, aku mencarinya."
Chu Weixu menyadari kesalahannya. Ia tidak seharusnya menanyakan hal semacam itu, namun rasa ingin tahu di dalam dirinya sejak tiga tahun lalu kembali muncul saat ia mendengar Chu Shenshu menanyakan hal yang sama sekali lagi, itu terasa mendorongnya dua kali lebih kuat untuk menanyakan apa yang ada di pikirannya.
Namun, itu bodoh. Menghadapi pria itu, Chu Weixu seharusnya tahu bahwa bersikap tenang adalah hal terbodoh.
Chu Weixu, yang pada dasarnya sangat agresif jika menyangkut Ai Zhiyi segera bangkit dari kursi dan mengulurkan tangannya yang panjang untuk menarik kerah baju Chu Shenshu.
Namun, begitu ia hendak melayangkan kepalan tangannya ke wajah pria itu, ponselnya tiba-tiba bergetar di dalam saku celananya, menghentikan tinjunya tepat di ujung mata Chu Shenshu.
Apa yang membuat situasi itu tampak menarik adalah bagaimana Chu Shenshu masih bisa terlihat begitu tenang dalam keadaan terdesak, bahkan ia masih bisa menunjukkan kekehan kecil yang mengejek Chu Weixu.
Orang lain sudah pasti menghindar atau setidaknya memberikan perlawanan, namun untuk pria itu, ketenangannya seolah tak ada habisnya.
Sementara di konter, Wen Qi yang menyaksikan itu hampir berteriak. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, menahan suaranya. Jika saja Chu Weixu berhasil mendaratkan pukulan di wajah Chu Shenshu, ia tidak lagi akan berteriak melainkan jatuh pingsan.
Chu Weixu mengerutkan kening, menatap Chu Shenshu dengan marah sebelum ia melepaskan cengkeramannya. Lalu, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Begitu ia melihat ID di layar panggilan, ia segera menekan tombol hijau. "Ada apa?"
"Hei, Weixu, kau membaca pesanku kemarin, kan? Jangan bilang kau membukanya tapi tidak membacanya sama sekali," suara akrab terdengar di saluran berbeda.
Nada ringan yang menggambarkan seorang pria periang, itu sudah pasti Qing Hua yang berbicara.
"Aku membacanya. Ada apa?" tanya Chu Weixu.
"Aku ingin membicarakan sesuatu. Tapi, mungkin tidak untuk siang ini. Aku akan datang ke sana saat sore karena aku baru ingat aku punya urusan yang harus diurus siang ini," suara Qing Hua terdengar serius.
"Oh, kebetulan sekali, aku juga ingin membicarakan sesuatu denganmu. Tapi, aku tidak bisa menerima tamu hari ini. Kau bisa datang besok siang."
"Tapi, ini penting!"
Chu Weixu menarik napas dalam diam sebelum ia menegaskan, "Suasana hatiku sedang buruk. Jika kau tetap ingin datang, silakan, tapi aku harap kau tidak membawa kabar buruk karena aku tidak akan segan mengusirmu."
Mendengar kata-katanya, Qing Hua seketika hening. Kata-kata itu tidak berkonotasi baik dan bukan sekedar ancaman.
Qing Hua mengetahui dengan jelas bahwa Chu Weixu sangat mudah tersinggung ketika suasana hatinya sedang buruk. Ditambah lagi, apa yang hendak ia sampaikan pada Chu Weixu bukanlah sesuatu yang baik. Ia tahu, ketika Chu Weixu mendengar hal ini, itu akan membuat suasana hatinya semakin buruk. Chu Weixu tidak takan mengusirnya begitu saja tanpa menghajarnya terlebih dahulu. Jadi, Qing Hua memaksakan diri untuk menyetujui tawaran Chu Weixu untuk menemuinya besok siang.
Saat Chu Weixu berbicara di telepon, Chu Shenshu merapikan kemejanya. Kemudian, ia mengeluarkan sebungkus rokok, menyalakan rokok sambil bersandar dengan tenang, diselimuti asap tembakau yang bercampur dengan wangi citrus.
Tak lama, tiga orang pelanggan datang dan duduk di meja tak jauh dari Chu Shenshu berada, lalu menyusul sepasang kekasih tak lama setelahnya. Dengan segera Chu Weixu menutup telepon dan bergegas ke konter.
Chu Shenshu duduk diam sendirian. Pandangannya dibuang ke luar dinding kaca. Ia menghisap rokok hingga nyala api mencapai ujung rokok, lalu menggantinya dengan yang baru.
Ketika Chu Weixu duduk kembali di hadapannya, Chu Shenshu memberikan satu rokok kepada Chu Weixu.
Mereka berdua tetap diam, diselimuti asap putih dari dua arah berlawanan.
Alis Chu Weixu berkerut erat sambil menatap Chu Shenshu dengan tatapan serius, sementara kakinya tidak bisa diam di bawah meja, seperti sedang gelisah menunggu pria itu untuk pergi.
Karena kedatangan beberapa pelanggan, Chu Weixu berusaha keras untuk menjaga sikapnya di hadapan mereka.
Namun, walau ketenangan yang ia tunjukkan hampir menutupi sikap pemberontaknya secara sempurna, itu tetap tidak bisa menutupi ketidaksenangan di wajahnya.
Chu Shenshu tidak menanggapinya, berpura-pura menganggap Chu Weixu tidak ada di hadapannya.
Hingga pada akhirnya, karena tidak sabar, Chu Weixu pun mengusir pria itu dengan nada halus, "Kau sebaiknya pergi dari sini sekarang."
Chu Shenshu perlahan menggeser matanya, menunjukkan mata elang berwarna hitam legam, yang seolah sedang menargetkan mangsa.
Tanpa mengatakan apa-apa, Chu Shenshu berdiri dari tempat duduknya. Namun, berlawanan dengan kata-kata Chu Weixu, ia tidak pergi dari tempat ini melainkan melangkah masuk menuju tangga yang ada di balik dinding.
Chu Weixu meletakkan kedua tangannya di atas meja, mendengus dingin. Ia tahu ke mana pria itu hendak pergi, namun ia tidak segera menyusulnya melainkan menenggelamkan diri ke dalam amarahnya untuk sementara.
Ia menarik senyuman dingin. Dan tiba-tiba, kepalan tangannya memukul meja dengan keras!
Pandangan orang-orang seketika tertuju padanya.
Chu Shenshu berjalan melewati konter. Wen Qi meliriknya dengan heran seolah wajahnya menggambarkan pertanyaan yang jelas "apa yang akan kau lakukan di atas sana?", sementara pria apatis itu terus melangkah dengan anggun tanpa menghiraukannya.
Tak lama setelahnya, ia melihat Chu Weixu menyusul Chu Shenshu. Wen Qi pun mulai merasa panik.
Walaupun Wen Qi adalah kerabat dari Ai Zhiyi dan cukup dekat dengan pasangan itu, ia tidak pernah berani untuk naik ke atas tanpa seizin mereka.
Namun, pria itu cukup lancang, bahkan tidak peduli dengan kehadiran Chu Weixu sebagai pemilik rumah ini.
Wen Qi menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak ingin membayangkan bagaimana keributan itu akan terjadi di atas sana. Buruknya lagi, bagaimana keributan itu akan terdengar oleh beberapa pelanggan yang berada di bawah sana.