Chereads / The Scent of Life (1) / Chapter 16 - BAB 15 NYONYA KANG

Chapter 16 - BAB 15 NYONYA KANG

Hye Bin mengayuh sepedanya dengan santai melewati orang-orang yang sedang jalan-jalan, dan jogging di taman kota. Bunga Cherry Blossom sudah mulai bermekaran dengan indahnya. Pagi ini jadwalnya membantu Halmeoni di wisma lansia.

Tak jauh dari taman kota terdapat sebuah rumah besar berhalaman luas dan hijau oleh pepohonan. Di wisma itu para lansia dititipkan oleh anak-anak dan karib kerabat mereka. Bahkan ada yang memang terlantar dan akhirnya dirawat di wisma itu. Hye Bin bekerja di situ berkat Dokter Hyun, walau wisma itu bukan milik sang Dokter.

Senyum Hye Bin mengembang saat masuk ke halaman wisma sambil menuntun sepedanya ke halaman belakang. Sesekali disapanya para nenek dan kakek yang sedang jalan-jalan atau sekadar duduk-duduk mengobrol sambil bermain kartu. Kasihan mereka, pikir Hye Bin.

Manusia zaman sekarang makin individualis dan tak tahu cara berbakti kepada orangtua. Orang-orang tua di wisma ini dititipkan karena anak-anak mereka sibuk bekerja atau sibuk dengan keluarga mereka masing-masing.

Hye Bin dengan sabar sering menjadi tempat berbagi cerita mereka, mendengarkan nasihat mereka agar Hye Bin kelak tidak bernasib seperti mereka. Hye Bin selalu teringat pada ibunya di rumah. Dia tak ingin ibunya juga bernasib seperti mereka. Di masa tua, tak dihiraukan oleh anak-anak mereka. Dipandanginya sekumpulan nenek-nenek yang sedang duduk-duduk mengobrol sambil minum teh.

"Hye Bin," sebuah suara dari belakangnya. Hye Bin menoleh.

"Halmeoni," sambut Hye Bin sambil tersenyum lebar ke arah seorang perempuan tua yang sedang mendorong kereta cucian.

Hye Bin langsung berlari ke arah perempuan itu setelah menaruh sepedanya. Dipeluknya si Perempuan tua lalu diambil alihnya kereta dorong. Halmeoni bagi Hye Bin sudah seperti neneknya sendiri. Dia berbeda dengan perempuan pada umumnya. Di usianya yang sudah lanjut, dia masih aktif melakukan aktivitas apa pun bahkan membantu mencuci baju di wisma lansia. Sebuah kerudung selalu menutupi kepalanya. Kata orang-orang dia seorang muslim walau satu warna kulit dengan yang lainnya. Halmeoni perempuan yang sabar dan selalu bersemangat.

Awal bertemu dengan perempuan itu, Hye Bin tak menyangka kalau Halmeoni adalah ibu Dokter Hyun. Teringat cerita Halmeoni awal dia memutuskan menjadi seorang muslim ketika masih muda dan berstatus janda beranak satu, yaitu Dokter Hyun. Dia bekerja menghidupi dirinya sendiri, dan anaknya dengan bekerja sebagai tukang cuci baju para mahasiswa di asrama kedokteran.

Sudah jadi kebiasaan para mahasiswa suka mabuk ketika akhir minggu, dan bisa dipastikan mereka ada yang muntah dan ada yang buang air sembarangan. Tentu saja Halmeoni yang mencuci bekas-bekas mabuk mereka. Baju-baju bahkan celana dalam jorok dan bau.

Ada satu laki-laki yang terlihat berbeda oleh Halmeoni muda. Nama laki-laki itu Hussein Yoo. Dia laki-laki yang cukup tenang, sopan, dan tak pernah terlihat ikut mabuk-mabukan seperti teman-temannya. Halmeoni juga yang mencucikan bajunya. Baju laki-laki itu tak pernah terlihat kotor dan jorok seperti teman-temannya yang suka mabuk. Sampai suatu saat Halmeoni muda memberanikan diri bertanya.

"Anda terlihat berbeda dengan teman-teman Anda. Saya tak pernah sekalipun melihat Anda mabuk-mabukan. Di antara baju-baju yang saya cucikan, hanya baju Anda saja yang konsisten bersihnya. Saya penasaran, kenapa Anda berbeda?" tanya Halmeoni muda sambil memasukkan baju-baju kotor ke dalam kantong plastik.

Hussein Yoo hanya tersenyum.

"Karena saya seorang muslim, Ahjuma," jawab Hussein Yoo singkat.

"Muslim? Ya, saya pernah dengar kata itu, tapi saya tak paham apa itu?" ujar Halmeoni muda.

"Kami diajarkan untuk menjaga kebersihan dan kesucian diri," terang Hussein Yoo.

"Menarik," tanggap Halmeoni muda.

Hussein Yoo lalu mengambil sebuah buku tebal dan diberikan kepada Halmeoni muda.

"Baca ini semoga bisa lebih jelas," ujar Hussein.

Halmeoni berterima kasih. Di rumah dia membaca buku tebal itu. Hal yang menakjubkan yang dia dapat dari membaca sebuah buku yang menjelaskan Islam secara luas. Akhirnya Halmeoni memutuskan untuk menjadi mualaf di umurnya yang sudah tiga puluh lima tahun.

Dia menikah dengan Husein Yoo tapi maut memisahkan mereka ketika Dokter Hyun anak tirinya sedang menempuh pendidikan di Jerman sebagai dokter ahli syaraf seperti ayah tirinya. Akhirnya dia memilih tinggal di wisma lansia walau Dokter Hyun sudah memintanya untuk tinggal bersama keluarganya.

***

Hye Bin susah payah membawa keranjang-keranjang berisi jemuran baju dan seprai saat melewati lorong wisma ke halaman belakang. Ketika keluar pintu, tiba-tiba seseorang menabraknya, dan membuat baju-baju yang dibawanya jatuh berantakan. Hye Bin gelagapan karena begitu banyak cucian kering jatuh di atas tubuhnya.

"Maaf," ucap laki-laki itu sambil membantu mengambili baju-baju yang berantakan.

"Dasar! Hati-hati sedikit kenapa?" omel Hye Bin kepada sosok laki-laki yang memakai jaket dan bersepatu hijau.

Hye Bin mengomel sambil mengambili semua baju-baju itu kembali. Laki-laki muda itu tersenyum sambil tetap membantu Hye Bin memasukkan baju-baju ke dalam keranjang.

"Berhentilah mengomel, kau akan kelihatan cantik," ucap laki-laki itu sambil berdiri dan berlalu pergi.

Mendengar ucapan laki-laki asing tadi Hye Bin langsung terdiam. Pandangannya mengikuti ke arah laki-laki tadi pergi. Siapa dia? pikir Hye Bin.

Dari jauh terlihat Hae Won datang sambil tergesa-gesa mendekati Hye Bin.

"Kau tak apa-apa?" tanya Hae Won.

"Ya. Bantu aku," pinta Hye Bin.

Hae Won mengangsurkan sebuah pamflet di depan wajah Hye Bin. Hae Won tersenyum penuh arti. Hye Bin mengerutkan dahi melihat ekspresi Hae Won.

"Apa itu?" tanya Hye Bin.

"Itu pamflet dari tempat audisi mencari aktris untuk main drama. Ayo ikut," ajak Hae Won.

"Benarkah? Ah, kapan audisinya?" ujar Hye Bin sambil membaca pamflet itu baik-baik. Akhir minggu ini mereka sepakat akan ikut mengadu nasib.

Halmeoni memanggil mereka berdua. Ada kabar bahwa pemilik wisma akan datang berkunjung bersama tamu. Semua pengurus dan karyawan wisma diminta bersiap di depan halaman untuk menyambut.

Mereka berlari-lari kecil menuju halaman depan. Ternyata pemilik wisma dan tamunya sudah datang. Akhirnya Halmeoni, Hye Bin dan Hae Won berdiri berbaris di belakang memberi salam dan menyambut mereka.

Pemilik wisma lansia, Nyonya Cha datang bersama seorang perempuan. Perempuan itu kira-kira berumur empat puluh tahunan. Perempuan menantu keluarga Kang, kulitnya seperti keramik. Bukti uang dan perawatan mereka luar biasa di umur yang sudah tak disebut muda. Nyonya Sun Hwa wajahnya agak kaku dan terlihat dingin.

Halmeoni berbisik-bisik pada Hye Bin menjelaskan siapa dia dan mau apa. Nyonya Hong Sun Hwa menantu dari keluarga Kang sedang melakukan acara amal di wisma mereka. Tak lama kemudian wartawan datang meliput kegiatan mereka bersama para lansia. Pencitraan yang luar biasa.

Seorang laki-laki berjaket dan bersepatu hijau duduk di bangku sopir dalam mobil nyonya Hong sambil tidur-tiduran. Dia sedang menunggu ibunya yang sedang melakukan kegiatan amal di wisma lansia.

***

Setelah acara amal, terlihat Nyonya Hong berjalan masuk ke sebuah kamar. Di dalam kamar itu ada Nyonya Kang, ibu mertuanya. Dipandangnya dengan tajam sosok perempuan tua yang sedang duduk di kursi roda.

"Ma ...," sapa Nyonya Hong dingin mengejutkan perempuan tua itu.

Nyonya Kang menoleh dan raut mukanya berubah menjadi pucat pasi, matanya terbelalak, badannya gemetaran. Hong Sun Hwa berjalan mendekati perempuan tua itu. Semakin Nyonya Hong mendekat, semakin Nyonya Kang gemetaran. Nyonya Kang menutup wajahnya ketakutan seakan melihat hantu.

"Pergi, pergi kau perempuan jahat!" teriak Nyonya Kang berkali-kali sambil gemetaran dan menutup wajahnya.

Terbayang dalam ingatan Nyonya Kang, saat dia menemukan sebuah bungkusan putih dalam sebuah kamar di kediaman Kang. Dengan gemetaran Nyonya Kang membuka bungkusan itu dan ternyata di dalamnya ada dua buah boneka. Satu boneka perempuan dengan gembok kecil dikaitkan di kepala, tangan, dan kaki. Satu lagi boneka laki-laki dengan mata tertutup kain. Boneka itu berlumuran darah yang sudah kering.

Melihat pemandangan mengerikan itu Nyonya Kang berteriak tapi suaranya tertahan, karena tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dan sebuah belati diarahkan ke lehernya. Suara Hong Sun Hwa terdengar jelas di telinganya mengancam akan membunuh Nyonya Kang jika menceritakan kepada siapa pun apa yang dia temukan. Nyonya Kang menganggukkan kepala lalu didorong keluar ruangan. Sejak saat itu Hong Sun Hwa selalu menerornya.

Nyonya Hong hanya memandang Nyonya Kang tanpa ekspresi dan diam membisu. Tak lama kemudian datang Nyonya Cha untuk menenangkan Nyonya Kang.

"Saya minta Anda pergi, Nyonya," pinta Nyonya Cha pada Nyonya Hong.

Nyonya Hong mendengus, diam, lalu pergi meninggalkan kamar Nyonya Kang. Di pintu dia berpapasan dengan Hye Bin. Mereka hanya saling menatap dalam diam. Hye Bin lalu berlari menuju kamar Nyonya Kang lalu memeluk perempuan tua yang sedang menangis ketakutan. Hye Bin merasa sedih dengan kondisi kejiwaan perempuan malang itu.

Nyonya Kang mengalami depresi ketika tahu anak angkatnya Man Se menghilang tanpa jejak dan makin parah ketika suaminya meninggal dunia karena serangan jantung, di saat yang bersamaan Samchon Kang adik iparnya ditangkap polisi. Nyonya Kang sempat dirawat di rumah sakit jiwa, dan di masa tuanya berakhir di rumah lansia.

***

Hye Bin memasangkan baju Nyonya Kang yang baru mandi. Perempuan tua itu merasa risih dan mengomel-omel. Hye Bin tersenyum melihat kondisi Nyonya Kang yang sudah mulai membaik dibanding kemarin ketika bertemu Nyonya Hong.

"Ma, pasang bajunya dulu ya," ajak Hye Bin sambil tersenyum. "Habis ini kita makan," ucapnya.

"Aku tak mau makan bubur jagung lagi. Aku mau makan bubur ayam seperti kemarin dulu," ujar nenek itu seperti anak kecil yang merajuk tak mau lagi makan makanan yang tak disukainya.

"Ya, Mama sayang. Ayo kita naik kereta dorong dulu. Kita berangkaaat!" ajak Hye Bin kepada perempuan tua itu sambil menggendongnya pindah ke kursi roda.

Hye Bin mendorong kursi roda keluar kamar menuju taman di samping wisma.

"Bagaimana kondisi Nyonya Kang?" tanya Nyonya Cha sambil datang mendekat membawakan makanan bubur ayam kesukaan si Nenek Tua.

"Kondisinya sudah lebih baik. Agak susah memberi minum obat karena beliau sering merajuk," keluh Hye Bin.

"Bersabarlah. Aku benar-benar berterima kasih padamu. Tak ada yang bertahan lama dengan beliau selama ini," ujar Nyonya Cha.

"Ya, Nyonya," jawab Hye Bin sambil memandang Nyonya Kang yang sedang memakan buburnya sendiri dengan segala keterbatasannya karena tangannya sudah mulai gemetaran.

Wajahnya agak pucat karena diare selama tiga hari. Rambutnya yang memutih mendominasi kepalanya. Orang tak mengira sosok nenek tua sederhana itu ibu dari seorang pengusaha yang kaya raya, pemilik Grup Kang.

Hye Bin ingat ketika pertama kali bertemu dengan si Nenek Tua. Nyonya Kang sedang merajuk tak mau makan disuapi oleh perawat sebelumnya. Mangkok di tangan perawat dihempaskan karena sebal. Hye Bin melihat situasi yang tak enak itu pun duduk berlutut di depan si Nenek. Melihat sosok di depannya, nenek itu terkejut, matanya membulat.

"Man Se-ah .... kamu datang, Nak?" ujar Nyonya Kang terkejut.

Hye Bin bingung dengan apa yang diucapkan nenek itu. Siapa Man Se? Belum hilang rasa terkejut Hye Bin, Nyonya Kang memegang wajah Hye Bin.

"Sudah lama kau tak terlihat, anakku sayang. Ke mana saja kau? Aku merindukanmu. Mereka tak memperlakukanku dengan baik di sini. Ajak aku pulang ke rumah. Beritahu Min Hyuk untuk menjemputku," ujar perempuan tua itu sambil meneteskan air mata.

Hye Bin bisa memahami situasi kejiwaan Nyonya Kang. Nenek tua itu mengira dirinya sebagai perempuan bernama Man Se. Siapa Man Se bagi Hye Bin tak penting. Yang penting dia harus mengiyakan apa saja yang nenek tua itu katakan. Nyonya Kang sudah pikun.

"Ya, ayo kita makan dulu ya. Nanti kita telepon kakak untuk jalan-jalan keluar dari sini," bujuk Hye Bin berpura-pura menjadi Man Se.

Nenek tua itu tersenyum lalu mengelus wajah Hye Bin lagi. Hye Bin tersenyum lalu minta pada perawat untuk mengambilkan makanan lagi.

"Oh Man Se, aku mau minum jus apel," minta Nyonya Kang agak berteriak.

Hye Bin yang dipanggil Oh Man Se oleh Nyonya Kang pun tersadar dari lamunannya, lalu menanggapi permintaan Nyonya Kang. Segelas jus disodorkan Hye Bin. Perempuan tua itu tersenyum lalu mengelus pipi Hye Bin. Hye Bin pun membalas dengan senyuman terbaiknya.

Talbis Iblis untuk menjerat manusia benar-benar berhasil memporak porandakan keharmonisan keluarga Kang. Setan yang menyusup dalam darah manusia akan menimbulkan ketidakharmonisan dalam tubuh yang menyebabkan manusia sakit, lemah, lalu mati. Man Se menghilang, Tuan Kang mati, Nyonya Kang sakit jiwa, Min Hyuk yang lemah jiwanya tunduk pada Sun Hwa yang ambisius. Lingkaran setan masih akan berputar dan belum terputus daurnya.