Aku terus memacu kuda tanpa henti dengan lelehan air mata yang semakin menganak sungai di wajahku. Hingga detik ini tak kulihat sosok Zero mengejarku. Berarti memang sudah jelas dia tak lagi peduli padaku, alih-alih mengejarku, dia lebih memilih menuruti ucapan Sadin, dan mempercayai semua yang dikatakan wanita ular itu.
Aku terus memacu kuda, tak memberi waktu istirahat padahal mungkin kuda ini kelelahan, tapi sungguh aku ingin segera pergi sejauh mungkin dari tempat Zero dan Sadin berada karena itu seolah tak memiliki belas kasihan, aku memacunya tiada henti.
Hingga gerakan tanganku yang menarik tali kekang, tiba-tiba melemah. Bukan tanpa alasan tenagaku seolah hilang seperti ini, melainkan karena aku merasakan sesuatu yang aneh pada perutku. Rasa aneh itu perlahan berubah menjadi rasa sakit tak tertahankan. Entah apa yang terjadi, tapi sungguh untuk pertama kalinya aku merasakan sakit sebesar ini.