Aku tidak bisa berhenti memikirkan perkataan nenek itu. Di sepanjang jalan menuju istana, pikiranku tidak henti-hentinya memikirkan perkataannya. Memang benar mungkin saja perkataan nenek itu hanyalah omong kosong seperti yang dikatakan Octans, tapi entah kenapa aku merasa tatapan mata nenek itu ketika mengatakan hal itu padaku amat serius, tidak terlihat sedikitpun kebohongan atau kepura-puraan. Namun aku tidak mampu memahami makna dari perkataan sang nenek.
Aku dan Octans berjalan dalam kebisuan kami masing-masing. Tidak ada seorang pun dari kami yang memulai pembicaraan. Sebenarnya aku masih sedikit kesal pada Octans karena perkataannya yang melarangku membawa nenek itu bersamaku ke istana. Akan tetapi yang dikatakannya memang suatu kebenaran, tidak seharusnya aku membawa orang asing yang baru aku kenal ke istana.
"Tidaaaaak! Maafkaaaan kami! Maafkan kamiiii!"