ANDITA NINGTIAS
Adalah wanita berparas cantik yang ditinggal mati oleh suaminya saat dia tengah hamil lima bulan. Satu kampung mendadak heboh lantaran ditemukannya suami Andita yang mati gantung diri.
Awal mula pertemuannya dengan seorang pria bernama Bayu membuatnya merasakan jatuh cinta yang luar biasa hingga dia setuju saja, saat diajak tinggal di kampung Bayu dan menikah di sana.
Sayangnya, saat tiba di sana, keluarga Bayu tidak menyukainya lantaran sudah memilihkan jodoh untuk Bayu, tapi Bayu sendiri menolak perjodohan itu dan tetap ingin menikahi Andita.
Andita bahagia meski tinggal bersama keluarga suami yang dia ketahui terpaksa menerima dirinya menjadi menantu. Dia tetap berusaha menyesuaikan diri, hingga pernikahannya dengan Bayu membuahkan kehamilan yang selalu dia dan Bayu nantikan.
Andita dan suaminya sangat bahagia tapi itu tak lama hingga suaminya ditemukan mati gantung diri. Andita dan calon bayinya dianggap pembawa sial, bukannya hanya di keluarga suaminya tapi juga oleh warga kampung tempat di mana suaminya di lahir kan.
'SUDAH JATUH TERTIMPA TANGGA'
Itulah kata kiasan yang tepat untuknya saat ini. Sudah di tinggal mati oleh suaminya diusir pula dari kampung. Tak ada tempat yang dia tuju, hanya pondok tua yang dia singgahi saat menyusuri hutan.
Andita tak menyangka harus melalui semua ini, semua yang dia impikan lenyap seketika, dia harus sendiri tanpa suaminya. Buliran air mata tak terasa jatuh setiap kali dia mengingat kenangan bersama Almarhum suaminya.
Andita masih gak habis pikir bagaimana mungkin suaminya mati gantung diri. dia merasa hubungannya dengan Bayu baik-baik saja, apalagi dengan kandungannya yang selalu di tunggu-tunggu oleh Bayu kelahirannya.
Andita merasa ada yang aneh, apalagi ibu mertuanya sempat menyebut soal surat yang di temukan di saku celana Bayu saat Bayu ditemukan mati tergantung.
"Dasar perempuan pembawa sial, Anakku mati karena kesialan mu, mestinya Bayu gak nikah sama kamu, tapi sama Risti, pilihanku," teriak wanita separuh baya itu keras hingga membuat para tetangga tertarik untuk mendekat dan ikut menyimak mereka yang sedang berseteru. Andita hanya diam, perempuan muda itu hanya terisak pelan menahan rasa sedih sekaligus rasa malu, karena terlihat sebagian warga berwajah penyuka gibah sudah berkerumun di halaman rumah mereka.
"Mas Bayu gak mungkin ngelakuin itu, mas Bayu kenapa, Bu?" tanya Andita sambil menahan tangisnya.
"Heh!! nggak usah pura-pura kamu!!Kamu itu, kan istrinya, mestinya kamu tahu dia kenapa, kamukan penyebab dia gantung diri, anak di perut kamu itu bukan anak dia, kan, Ayo! Ngaku kamu!! Bayu sudah menulis semuanya di kertas ini." teriak wanita itu lagi sambil mengibaskan selembar surat ke wajah Andita.
"Dasar perempuan gak benar!! Tidur dengan laki-laki mana kamu, Haa!!" tudingnya sambil mencengkram dan mendorong tubuh Andita hingga terpental jatuh. Andita berusaha bangkit namun kali ini air matanya tak bisa dia tahan.
"Usir aja, Bu Min, perempuan begitu membuat kampung kita sial saja," timpal salah satu warga yang sedari tadi ikut menonton yang kemudian terdengar suara warga lain yang ikut menyoraki Andita.
"Usir ... Usir!!"
Tentu saja mendengar hasutan dan teriakan warga yang mendukungnya, ibu mertuanya itu bersemangat menyeret tubuh Andita keluar dari dalam rumahnya menuju ke halaman tanpa merasa iba sedikit pun.
Setelah pengusiran itu. Tak ada tempat yang di tuju oleh perempuan itu, Andita tinggal di tengah hutan, dia memilih tempat itu untuk sementara waktu, sampai masa melahirkannya tiba.
Di keremangan malam Andita menangisi kehidupannya yang malang. Celah lubang dari atap dedaunan menjadi tempat masuknya sinar bulan yang sedang purnama menjadi satu-satunya penerang hingga dia bisa melihat ke dalam sekitar pondok, setidaknya cukuplah untuk tak membuatnya merasa ketakutan akan gelap.
Diantara isak nya Andita perang batin dengan segenap rasa dan pikirannya. Begitu banyak pertanyaan yang bersarang di benaknya.
"Kenapa mas Bayu meninggalkanku dengan cara seperti ini. Kenapa mas, kenapa mas harus bunuh diri?" Tidak angisnya pilu sambil menyebut nama Almarhum suaminya berkali kali, isak tangis pelannya memecahkan suasana di keheningan malam.
["Hiks ... Hiks ... Hiks ....]
Andita terus berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Apa iya mas Bayu bunuh diri atau ....?? Ah! Pikirannya mulai menjelajah kemana-kemana, Andita berusaha tidak berpikir ke arah situ, tapi tetap saja dia berpikir jika suaminya, bukan mati dengan sengaja, tapi dia merasa ada seseorang yang merencanakan semua ini yaitu membunuh suaminya dengan cara di gantung, tapi kenapa?!!
***
Dua hari setelah menetap di pondok. Andita mulai menyesuaikan dirinya. Dia harus berjalan menyusuri hutan mencari apa saja yang bisa di makan, buah, daun-daun dan yang lainnya, termaksud kayu bakar, Andita juga menemukan kali yang ada di tengah hutan.
Ini kesempatan buat dia untuk membersihkan diri, karena sejak tragedi pengusiran itu, tubuhnya sama sekali belum tersentuh air, boro-boro mandi, dia saja tidak sadar kalo berapa hari ini dia sudah tak makan dengan baik, karena persediaan makanan yang sempat dia bawa juga sudah habis.
Andita bergegas tanpa menunggu waktu lama lagi dia berjalan pelan masuk ke dalam air.
"Ughh!! Betapa sejuknya." Perlahan dia merendahkan tubuhnya, dan duduk membiarkan air masuk perlahan ke dalam jarik nya, seketika air merembes masuk membasahi seluruh tubuhnya hingga benar-benar semua basah terendam. Hari itu Andita sengaja memakai kain jarik pemberian suaminya. Dia memang suka sekali mandi memakai kain panjang itu.
Andita merasa tenang iya pejamkan kedua matanya menikmati sentuhan air yang lama tidak dia nikmati, dia merasakan kandungannya juga ikut bereaksi, bergerak beberapa kali, mungkin calon bayinya juga ikut menikmati air kali yang menyejukkan itu.
"Ahh!! Seandainya saja ada ayah mu Nak!" Pikiran Andita mulai menerawang kemana-mana sambil mengelus pelan perutnya yang basah.
Dia menikmati air kali yang terasa sejuk sembari mengenang masa-masa pertama kali dia bertemu dengan mas Bayu di sebuah kedai, di situlah awal mereka berkenalan hingga akrab lalu diajak ke kampung dan menikah.
Mas Bayu yang waktu itu singgah untuk meminum kopi tertarik melihat paras Andita yang begitu mempesona, Tanpa Andita sadari Bayu menikmati wajah cantik perempuan berkulit putih itu yang tengah asyik menyeduh kopi yang di pesan olehnya.
***
'CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA' itu yang pernah di ucapkan Bayu pada Andita.
Beruntungnya Andita juga merasakan hal yang sama terhadap Bayu. Jadi mereka tidak perlu lagi sungkan-sungkan atau malu-malu.
Hingga hanya beberapa kali pertemuan saja, Bayu tidak ragu untuk mengutarakan semua isi hatinya pada Andita. Dia meminta agar Andita mau menikah dan menjadi istrinya.
Tak lama mengenang almarhum suaminya. Andita segera tersadar hari mulai gelap dia beranjak dari air dan berdiri, dia harus kembali ke pondok sebelum hari benar-benar gelap. Di ambilnya baju yang tergeletak di atas tumpukan daun lalu menutup tubuhnya yang hanya dibaluti lilitan jarik. Terlihat Andita menggigil kedinginan sambil menggendong seikat kayu dan menenteng keranjang yang berisi buah dan daun segar, segera dia pergi dan berlalu meninggalkan kali tersebut.
'Kresrkk!!'
Langkah Andita terhenti sejenak, saat dia mendengar suara pijakan seperti pada ranting kering dari arah belakang. Andita merasa ada sesuatu yang mengikutinya. Dia tengok tak satu pun ada yang bergerak, apa lagi menimbulkan suara seperti yang dia dengarkan tadi. Andita mengabaikan saja, mungkin itu hanya suara dari binatang hutan, pikirnya.
Dia teruskan langkahnya hingga tiba di pondok reot dari gubuk yang tak layak huni, tapi itu hanya terlihat dari luarnya saja, karena di dalamnya sudah Andita bersihkan dan tak seburuk seperti yang tampak dari luar.
Andita merebahkan tubuhnya, dia bisa melihat dari celah celah lubang dari atap yang terbuat dari potongan-potongan kayu, cahaya sinar bulan masuk menembus ke dalam pondoknya.
Andita mengelus lembut perutnya, tak terasa usia kandungannya sudah memasuki usia 8 bulan.
"Hm ... jika saja mas Bayu ada bersamaku sekarang ...." gumam Andita dalam benaknya.
"Sayang ... kira-kira nanti anak kita laki-laki apa perempuan ya, tanya Bayu sambil mengelus perut Andita yang usia kandungannya waktu itu baru berjalan sekitar empat bulan.
"Mas Bayu maunya apa, laki apa perempuan?"
"Ya mas maunya perempuan, biar nanti, mas jadi satu-satunya lelaki yang tampan diantara kalian." hehehe ... ucap Bayu sambil tersenyum bahagia.
"Iya, terserah Tuhan saja mas ... semoga anak kita yang lahir nanti perempuan ya." ucap lembut Andita
"Aamiin!"... timpal Bayu mengaminkan doa wanita yang dia sayangi itu.
Mengenang semua itu, membuat air mata Andita perlahan jatuh, dia sama sekali tak membayangkan jika hidupnya harus berakhir seperti ini, seandainya saja, waktu itu dia menerima ajakan mas Bayu untuk kembali ke kedai kopi miliknya tentu saja hidup nya tak se-tragis seperti sekarang ini.
Saat itu dia menolak lantaran tidak ingin membuat keluarga besar Bayu semakin membencinya. Jika dia menyetujui keinginan Bayu waktu itu, pasti Ibu mertuanya mengira, jika Andita yang menghasut Bayu untuk keluar dari rumahnya. Belum lagi jika Risti, perempuan yang hendak di jodohkan pada Bayu yang sudah dianggap seperti keluarga oleh ibu mertuanya itu selalu ikut campur dan menghujani Andita dengan caci dan makian saat Ibu mertuanya memarahi dirinya.
Dinginnya hembusan angin membuat Andita menarik dan menekuk kedua kakinya sambil memegangi perutnya.
Tanpa alas kepala dan selimut yang menutupi tubuhnya Andita berusaha menikmati keadaannya sekarang
Sapaan angin malam yang masuk menembus kulitnya membuatnya harus bisa menahan semua rasa yang akan dia temui di sepanjang sisa hidupnya.
"Kita harus kuat Nak, ibu bisa bertahan sampai saat ini, itu karena kamu, jika tidak, ibu pasti sudah bersama ayahmu sekarang ini.
Meski kamu masih ada di dalam sini, kamu harus tetap bantu ibu ya sayang, sampai kamu ke luar nanti." ucap Andita sembari mengelus lembut kandungannya dan memejamkan kedua matanya hingga larut terbuai dinginnya angin malam.