Chereads / Bukan Calon Kakak Ipar / Chapter 1 - 1. Calon Kakak Ipar

Bukan Calon Kakak Ipar

Windi_Ariani
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 11k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Calon Kakak Ipar

Sore ini aku baru saja pulang kuliah. Capek rasanya naik motor kurang lebih 45 menit menuju kampus.

Nasha Dwi Paramitha itulah namaku, gadis berusia 20 tahun yang sedang menempuh S1 pendidikan dokter gigi di Unsoed Purwokerto.

Aku bungsu dari dua bersaudara anak pasangan bapak Rahmat dan Ibu Sarinah atau biasa dipanggil bu Inah. Kakakku berusia lima tahun diatasku. Namanya Nisha Eka Paramitha, sekarang bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit di Purwokerto.

Saat memasuki pagar rumah, kulihat sebuah motor CBR hitam terparkir rapi di halaman rumahku.

"Siapa yang datang ya? " batinku.

Aku pun memasuki rumah setelah sebelumnya memarkirkan motorku.

"Assalamualaikum." aku mengucap salam.

"Walaikumsalam." jawab keempat orang yang ada di ruangan. Kompak.

Aku menyalami ayah, ibu dan mbak Nisha hingga mataku terpaku pada seseorang yang duduk di samping mbak Nisha. Masya Alloh tampan dan mempesona. Postur badannya tinggi menjulang, atletis, mata setajam elang, alis tebal, bibir tipis dan kulit putih. Jangan lupakan wajah keturunan indonya. Duh begitu mempesonanya lelaki ini, aku jadi tergoda. Astaga.

"Kenalin Na, mas Rayyan. Dia pacar mbak." Mbak Nisha memperkenalkan nya padaku.

"Nasha mas. Salam kenal." Aku pun mengulurkan tanganku.

"Rayyan." Ucapnya sambil menyambut uluran tanganku.

Kami mengobrol lama. Dari obrolan kami, aku tahu mas Rayyan itu cowokable banget. Kelihatan banget cinta mati sama mbakku. Hihihi.

Tatapan matanya itu loh lembut banget tapi tajam. Setdah. Hahaha.

"Saya pamit pulang dulu om tante. Insya Alloh minggu depan saya berserta kedua orang tua akan melamar secara resmi."

"Amin... Semoga di permudahkan semuanya. Terima kasih ya nak." Tutur ayahku.

"Saya yang justru harus berterima kasih karena om dan tante telah mendidik putri om ini dengan luar biasa."

"Ah mas ini. Gombal." mbak Nisha tampak malu.

"Hahaha...mari om tante."

"Ya nak hati-hati." ucap ayah dan ibu.

Mbak Nisha mengantar mas Rayyan ke depan. Ayah dan ibu segera masuk ke kamarnya. Aku sengaja mengintip apa yang mereka lakukan.

"Mas, jangan lupa kalau sudah sampai aku di WA ya?" mbak Nisha mulai berbicara.

"Iya sayang. Kamu bobok yang nyenyak ya. Jangan lupa mimpiin mas." ucap mas Rayyan sambil mengelus rambut mbak Nisha.

"Pengin cepet halal dek. Biar mas bisa cium kamu."

"Ish mas Rayyan ah. Udah dibilangin kalau... "

"Iya. Makanya mas sabar sayangku. Mas suka kok icip-icip yang halal bukan yang haram."

Kulihat pipi mbak Nisha merona. Ah kenapa aku juga ikut merona kayak aku yang di gombalin aja. Ckckckck.

"Ya udah mas pulang. Dah adek. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Mbak Nisha segera masuk ke dalam rumah. Dan kaget melihatku tengah senyum-senyum gak jelas.

"Cie.... Mas adek. Uh... Romantis nya."

"Ish... Kamu ya dek. Suka jahilin mbak." mbak Nisha menarik kedua pipiku.

"Aaaaa... Sakit mbak." keluhku.

"Hahaha... Habis pipi kamu gemesin kaya bapao."

Aku mengerucutkan bibir.

"Udah jangan marah, nanti cantiknya ilang."

"Hemmmm... Mbak kenal mas Rayyan dimana?" tanyaku kepo.

"Dia dokter baru di tempat mas. Usianya baru 26 tahun."

"Ooo... Cakep ya mbak."

"Hahaha... Cakep lah kalau gak cakep gak mungkin mbak suka."

"Kayaknya orangnya baik ya mbak. Penyayang gitu."

"Huum... Makanya mbak yakin dia lelaki yang baik. Dia selalu jaga mbak dan menghargai mbak."

"Mbak sama mas Rayyan berapa lama pacaran?"

"Tiga tahun kurang lebihnya. Mbak kenal pas mas Rayyan lagi koas di rumah sakit tempat mbak kerja. Setelah lama kenal kita pacaran. Lalu kita LDR-an selama dia intership ke NTT, bertahan pacaran sampai sekarang. Alhamdulillah bentar lagi lamaran." mbak Nisha tak mampu menyembunyikan raut bahagianya.

"Alhamdulillah. Nasha doakan semua lancar ya mbak. Doakan Na juga biar ketemu sama lelaki baik kaya mas Rayyan."

"Amin.... Tapi fokus kuliah dulu ya dek."

"Oh itu pasti."

Kami berbincang cukup lama di ruang tamu hingga hari mulai malam. Akhirnya kami menyudahi obrolan kami dan menuju kamar masing-masing.