Chereads / Golden Cage / Chapter 3 - Menuju Pesta Dansa

Chapter 3 - Menuju Pesta Dansa

Dua kereta kuda berlari melewati langit malam yang dihiasi bulan baru bersama bintang-bintang yang berkelap-kelip indah kepada dunia yang ingin tertidur.

Setiap kereta kuda itu terhias dengan bagus, memiliki warna merah dan ungu serta bendera satu negara berkibar di atas setiap dari mereka, dengan kuda-kuda dan kusir-kusir terbaik sebagai tenaga dan pengemudi mereka.

Isi dari dua kereta yang ditarik oleh kuda itu adalah empat orang paling penting Peterarchland, dipisahkan sesuai seks mereka dengan barang-barang yang mereka bawa berada di rombongan karavan di depan dan belakang yang dijaga prajurit yang juga berjaga di kiri dan kanan mereka di atas kuda.

Meski memiliki keamanan yang sangat menakjubkan itu, salah satu dari empat orang yang ada dalam salah satu dari dua kereta kuda itu tidak bisa berhenti khawatir.

Orang itulah yang membuat Darius melempar tatapan heran penuh pertanyaan kepada saudara kembarnya di depan. Pria itu tidak bisa berhenti tampak takut dan gemetar.

Tentu saja, ���Aku sudah melakukan apa yang kau minta ...." Darius bisa menebak alasannya. Namun, "... jadi kenapa kau masih khawatir?" Dia tidak merasa dirinya punya gambaran yang sepenuhnya.

Lucius merespons cepat, "Kau tidak akan pernah tahu apa yang penyihir itu akan lakukan selanjutnya, Saudaraku!" Agak kurang terima dengan tatapan heran dan penuh pertanyaan sang saudara.

Sang saudara yang belum juga mengerti. Darius semakin heran, "Penyihir itu adalah kekasihmu ...." Memaksa alisnya mengenyit lebih dalam lagi mendengarkan respons itu.

Lucius sekali lagi, "Benar sekali!" Cepat menjawab.

Namun seperti sebelumnya, "... jadi?" Darius tidak mengerti, "Kenapa kau takut dengannya?"

Mendengarkan pertanyaan sangat jelas itu, "... oh." Lucius akhirnya tersadar apa yang membuat saudaranya kebingungan.

Lucius memperbaiki posturnya, batu palsu, lalu bertanya: "Kau berjanji tidak akan menertawakanku?" Dengan wajah paling serius yang bisa dia pasang.

Darius mengangguk, mengubah semua herannya menjadi penasaran, dan memajukan tubuhnya sedikit untuk menyimbolkan ketertarikan dan keinginan untuk mendengarkan.

Melihat gerakan badan itu, Lucius memulai: "Clara ...."

"Hm?" Clara membalikkan wajah, berhenti menonton pemandangan di luar untuk menatap Adelle yang baru saja terbangun dari tidur sebentarnya.

"Tolong katakan padaku kita akan berhenti sebentar lagi."

"Tidak bisa."

Adelle berdecak.

Clara merespons decak lidah Adelle, "Salahkan kedua Kakakmu." Mulai menjelaskan satu hal, "Yang satu terlalu bodoh, sementara yang lain terlalu sibuk untuk berpikir dan istirahat." Lalu menyelesaikan, "Jika keduanya tidak begitu, kita memang sudah bisa berhenti sedari tadi."

Mendengarkan penjelasan Clara, Adelle membuang napasnya. Berat, melepaskan semua beban dan malasnya ke dalam kereta kuda yang melindungi mereka dari dingin musim gugur di luar.

Setelah memperbaiki posisinya sedikit, "Memangnya kenapa kita semua harus hadir?" Adelle melemparkan pertanyaan sembari memperbaiki penampilannya sedikit, "Aku hanya tidak bisa melihat alasan untuk itu."

Pertanyaan itu menarik perhatian Clara, "Kau dan Darius harus hadir." Si wanita mengoreksi adik kekasihnya itu dengan nada yang faktual dan ringan, mengharapkan pengertian.

Akan tetapi, "... kenapa?" Adelle tidak mengerti. "Aku bisa paham Darius, tapi aku hanya tuan putri biasa." Pikiran Adelle beralih ke posisinya sendiri di istana, di mana dia tidak benar-benar melakukan banyak hal selain meningkatkan keahlian sihirnya.

Dia tidak begitu puas, tapi di saat yang sama: juga tidak benar-benar mau berurusan dengan semua hal yang dua kakak dan temannya ini urus sehari-hari.

Meski begitu, "Dan kau merasa itu tidak penting?" Clara tidak sependapat dengan dirinya, "Menjadi seorang tuan putri, maksudku." Menatap Adelle dengan penasaran penuh, "Tuan putri pertama."

"Tidak ...?" Adelle mengangkat alisnya, memaksa Clara menggelengkan kepala dan menjelaskan.

"Dirimu dan Darius punya kekuatan politik yang besar untuk menciptakan aliansi."

Adelle diam lama, tapi perubahan cepat dari matanya yang masih agak mengantuk ke bulat sadar sudah cukup sebagai penanda bagi Clara bahwa si teman bicara sudah mengerti.

Sayangnya, "Tunggu, tunggu, tunggu." Adelle tidak diam selamanya, "Kalau begitu kenapa kau dan Lucius ikut?"

"Aku ikut karena aku tahu kau dan Darius tidak akan mencoba untuk melakukan apa pun yang ada hubungannya dengan kalian membangun relasi dengan orang lain."

"Eh ...." Adelle mengubah raut mukanya, "Jangan samakan aku dengan Kak Darius masalah sosial." Sedikit jengkel.

"Oh, tidak, tidak." Clara mengoreksi, "Aku menyamakan kalian di bidang mencari pasangan." Memberikan bantahan yang memaksa Adelle menyerah, dan melemparkan pertanyaan terakhirnya.

"Kalau begitu kenapa Lucius ikut?"

"Bayangkan saja dia sendiri di istana saat kita semua berpesta."

"Ibu sudah membayangkannya, dan itu adalah yang terbaik untuk adikmu!" jawab ibu Rosa kepadanya.

Pertengkaran ini sudah terjadi antara keduanya hampir setiap hari sejak kejadian makan malam dua bulan lalu yang membuat Rosa diomeli habis-habisan oleh sang ibu juga.

Adiknya sendiri sudah lama menyerah, menerima hidup di dalam istana dan hanya bisa berinteraksi ke orang luar melalui cerita dan jendela, tidak pernah langsung tanpa pengawasan atau kontrol yang luar biasa.

Jauh berbeda dengan Rosa, "A ...!" Rosa menahan mulutnya, giginya beradu, tangannya dia kepal hingga putih. Semua amarahnya berusaha dia hapus dari wajahnya sendiri.

Lama dan lama sunyi membangun jarak antara Rosa dan ibunya, hingga akhirnya: "Aku mengerti." Rosa membuang napas berat dan beranjak keluar dari kamar orang tuanya itu.

Tindakan itu jelas sekali membingungkan ibunya, "... apa ...?" Yang tidak percaya Rosa bisa menyerah begitu saja bahkan setelah membawa topik ini hampir setiap hari kepadanya, agak mustahil di mata dirinya Rosa akan menyerah sehari sebelum pesta dansa bermula.

Namun, "Apa?" Ekspresi tenang sang anak tertua mengejutkannya, "Ibunda tidak mau, ya sudah." Begitu pula jawaban yang keluar dari mulut si tomboi, "Aku akan pergi memilih gaun untuk besok."

Jawaban yang membuat ratu Athputh itu terdiam dengan khawatir. Putri tertuanya sedang merencanakan sesuatu, begitulah pikiran yang terus bergema di kepala si wanita paruh baya.

Tebakannya benar. Rosa memang sudah punya rencana di pikiran untuk pesta dansa dan adiknya.