Leona Alshava Hisham, nama yang diberikan Ayu kepada anak perempuan sulungnya, seminggu setelah kelahiran putrinya, dia dan Bagas agak berebut menyisipkan nama untuk putrinya.
" Nggak mau, Keyra aku nggak suka. " Sifat kekanakan Ayu langsung muncul karena beberapa kali Bagas menolak mentah-mentah beberapa nama yang ia berikan.
" Iya kali ... Anak kita namanya Leo. Besarnya galak atau pemalas kayak singa gitu? ... " Bagas garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, melihat isterinya ngambek.
" Ihssh.. kamu aja yang kelewat negative think !! " Ayu langsung mendengus dan melipat kedua tangan di dadanya.
Dia benar-benar tidak mau kalah hari ini, perjuangannya selama dua jam lebih, seminggu lalu ingin ia tebus dengan sebuah nama yang indah sekaligus bermakna, dia tidak asal saat mengucap nama Leona.
Yah memang maksud nyatanya memang nama itu mengibaratkan singa.
Tetapi untuk galak dan pemalas tidak masuk kategorinya sama sekali.
Hmmm, mata Ayu menjadi panas dan mulai nampak embun.
Bagas duduk di dekat isterinya, memandangi intens wajah isterinya yang semakin bercahaya usai melahirkan puteri mereka.
" Lalu apa alasannya ? ... " Suara Bagas melembut dan tanpa sadar ia menggenggam telapak tangan Ayu.
" Aku ingin anak yang pemberani dan diakui, seorang pemimpin yang baik, bijak. " Ayu mulai berfilosofi.
Bagas menahan tawanya, dia melepas genggaman tangannya dan mengalihkan pandangan lurus mengarah pintu keluar.
" Pemimpin? ... Memangnya Ayu mau Lenna memimpin siapa? ... Seorang adik? "
" Banyak. " Ayu datar tanpa mengalihkan pandangan.
Bagas tersenyum lagi, kali ini karena mendengar jawaban Ayu.
Ayu berbalik menatap Bagas, " jangan senyum-senyum terus. Apa yang lucu? ... "
" Kamu ... "
Wajah Ayu mendadak merah dan terasa hangat, entah apa yang dipikirkan, atau dia hanyalah seorang wanita yang mudah bawa perasaan, sensitive.
" Jadi boleh kalau kita punya banyak anak ? ... " Wajah Bagas sumringah.
" Mmmm ... " Anggukan malu-malu yang menjawab.
Bagas menjadi gemas sendiri melihat sikap malu-malu Ayu, sebuah pelukan dan kecupan mendarat di kening Ayu lembut.
***
Leona Alshava Hisham, ia memegangi idcard nama yang bagus dan cukup panjang siapa tahu jika ibunya memiliki doa yang begitu dalam untuk nama yang disandangnya selama dua puluh tahun masa hidupnya.
Klek ...
Telinganya menangkap suara gagang pintu di tekan dan spontan ia berbalik kearah pintu, sambil menebak-nebak jika itu adalah ulah adiknya Leo yang tidak pernah bisa tenang jika tidak mengganggunya.
Pintu terbuka seperempat tetapi kepalanya sudah nampak menyembul dengan seulas senyum menyapa Leona yang malah tertegun karena salah menebak.
Dia Rio...
Anak yang kemarin lusa tiba-tiba datang dan menempati tahta sebagai bungsu menggeser kedudukan adik kandungnya.
Leona kembali menguasai diri, setelah sempat tertegun sepersekian detik.
" Biasakan ketuk pintu. " Leona ketus dihadapan Rio,memasang wajah datar dan tak berminat.
" Ah ... " Ia lirih melepas gagang pintu dan berdiri canggung didepan pintu yang sudah setengah terbuka.
" Maafkan aku, kakak ... diajak ibu makan malam sama-sama dibawah. " Rio canggung.
" Aku nggak lapar, bilang mama ... Aku sudah makan di kantor tadi. "
Rio mengangguk dan meninggalkan Leona.
Dia memandangi punggung Rio hingga menghilang saat menapak anak tangga pertama.
Ringkih, kesan yang ditangkap hati gadis muda itu tergelitik mungkinkah ia terlalu keras dengan adik barunya itu, adik baru yang tidak tahu apa-apa, bahkan saat pertama datang adiknya itu sampai pingsan usai mendengar percakapannya dengan Ayu, atau memang dia anak yang gampang sakit bahkan hanya karena sebuah perjalanan.
" Dasar lemah. " Komentar Leona seakan berbisik dengan diri sendiri dan kembali ke kamar.
Ayu melihat Rio datang sendirian, " mana kakak mu !? "
Rio mengambil duduk diseberang Ayu, tepat bersebelahan dengan Leo kakak favoritnya, yah meski ia sebenarnya tidak mau memanggil kakak kepada Leo yang jarak kelahiran mereka hanya beberapa bulan saja.
" Kakak nggak ikut makan, udah makan di kantor. Katanya !! " Rio menggapai sepotong tempe dan menaruhnya di atas piring.
" Kalian nggak bertengkar lagi kan ? "
Rio menggeleng.
" Kak Lena memukul mu ? " Gantian Leo bertanya, Ayu melotot kearah Rio seakan matanya bicara. " Benar begitu ?! "
" Nggaklah ! Kenapa kak Lena mukul aku? " Rio balik memelototi Leo.
" Kak Lena sering memukul ku kalau aku ke kamarnya. " Leo kemudian menyuap sesendok penuh lauk, bahkan tanpa nasi mungkin.
" Karena Leo reseh. "
" Mmmm, ya ... Candaan Rio nggak lucu. " Leo sewot.
Ayu yang mendengar keributan itu bukannya melerai malah senyum-senyum, rumah ini kembali ramai dengan duka yang menguap karena kehadiran dua lelaki menggemaskan ini.
Leona yang berniat bergabung menahan langkahnya, ia pun sudah sejak tadi menonton keributan kecil diantara adiknya.
Aneh, dia sama sekali tidak merasa terganggu, bahkan sebenarnya ia merasa hangat dan seperti sebuah keluarga nyata.
Leona tersentak " keluarga ? " Hatinya berdialog dengan pikiran.
Bukankah orang asing yang sedang duduk di sana adalah keluarganya, dia mewarisi darah keturunan papa, dan sejujurnya ada beberapa hal yang papa wariskan kepada Rio sehingga mereka tidak terlalu larut dalam duka, sepeninggal papa ' pergi '
Leona fokus menatap Rio yang tertawa bersama mama dan Leo. Apakah ia sebaiknya menerima Rio.
Kenyataan ia sangat marah saat pertama kedatangan Rio, terlalu sederhana, ia tidak mau melihat ibunya sakit hati jika harus mengurus darah daging wanita lain yang sudah mengambil papa. Tetapi, nyatanya mama adalah wanita yang tegar dan legowo dalam menghadapi kenyataan.
Rio juga dengan mudah diterima oleh Leo, apakah harus ia memusuhi remaja yang penurut itu ?
***
" Selamat pagi sayang ... " Sapa Ayu dari arah dapur, Leona terus saja berjalan ke kamar mandi.
Tangannya baru saja akan menggapai kenop ketika pintu terbuka dan Rio berdiri dengan senyuman.
" Kak ... " Suaranya ramah.
" Ish .. minggir !!! " Leona menyerobot hingga bahu mereka saling bertabrakan.
Leona menutup pintu dengan kasar, Ayu yang heran melongok.
" Kakak mu memang seperti itu.. dia anak yang baik tapi nyebelin. " Ayu terkekeh mendengar ucapannya sendiri, lalu Rio hanya tersenyum canggung.
" Aku kira dia kakak yang manis, baik hati ... Yah secantik wajahnya, ternyata kakak ku ini sedikit dingin ya. " Rio yang sempat berpaling ke pintu kamar mandi jadi tersenyum mengingat kata yang ia dialogkan dalam hati.
" Kamu jangan marah ya sama kakak mu. "
Ayu menatap dalam mata puteranya yang baru datang dua hari, tetapi diam-diam sudah mencuri kasih sayangnya dengan cepat.
Rio tersenyum untuk ke sekian kalinya, " kakak yang jangan marah padaku. " Dia membawa sepiring tempe untuk diletakan di meja makan.
Ayu menyerahkan semangkuk besar sayur bayam kepada Rio.
" Siapa yang bisa marah sama Rio yang baik ? ... Kakak mu hanya malu mengakui ! " Ayu membelai wajah Rio sebelum ia beranjak membawa sayurnya.
***