Leo mematung, matanya sayu menatap jendela ia sedang merindukan papanya yang
belum juga pulang, padahal papanya berjanji setelah seminggu ia akan pulang dan menghadiri sebuah ajang perlombaan cerdas cermat untuk memperingati hari pendidikan.
Namun, sampai acara itu diadakan dan Leo dinyatakan sebagai kelompok pemenang, ayahnya tidak datang karena ia belum kembali dari pekerjaannya diluar kota. Leona sebagai kakak hanya bisa menatap dan merasakan kepedihan adiknya yang menunggu kepulangan papa mereka.
Ayu datang menghampiri Leo yang hampir menangis, " papa pasti pulang sebentar lagi. " ucap Ayu menenangkan, tangannya lembut membelai putranya.
Baru saja diucapkan, ternyata papanya sedang berjalan menghampiri kediaman mereka.
Leo melonjak melihat papanya pulang, Leona yang hanya memperhatikan dari kejauhan menghampiri adik dan mamanya untuk turut menyambut kepulangan papanya.
" Leo ... papa pulang ! " Leo sangat senang mendengar papanya menyebut namanya.
***
Beberapa Minggu kemudian ...
Ayahnya Bagas kembali mengunjungi Rio yang lama menunggu kepulangannya di desa terpencil. Tetapi, kebahagiaannya hanya berlangsung beberapa jam karena malam harinya Bagas memutuskan kembali.
Bagas termenung ketika senja datang tepat saat berkumandangnya adzan maghrib, ia teringat dengan surat yang ia tinggalkan di kamar.
Bagas menoleh kaget ketika bahunya disentuh oleh putranya yang mengajaknya shalat berjamaah, Bagas bangkit dan menuruti ajakan luhur putra kesayangannya ini.
" ayah bersedih kenapa ? ... " Rio menyadari ayahnya yang murung.
Bagas menggeleng, ia membelai anaknya yang begitu peka dengan keadaannya, lalu ia bangkit meninggalkan Rio sejenak dan ia kembali dengan sebuah buku ditangan kanan Bagas.
" apa itu ayah ... " Rio mendekatkan diri kepada Bagas karena penasaran dengan yang dibawa oleh ayahnya.
" simpan ini, jangan sampai hilang ... jika Rio rindu sama bunda bacalah. Ini adalah buku yang sengaja ayah buat. " ucapnya sambil menyerahkan buku itu kepada Rio.
" Diary ayah ?! " Rio memperhatikan buku berwarna coklat itu lekat.
" ya ... " ayahnya tersenyum malu-malu.
" ayah mau kemana ? "
" ayah akan kembali ke kota ! " ayah mengecup kening Rio, hal yang jarang bahkan tidak pernah dilakukan ayah untuknya. Dan itu adalah pertemuan terakhir mereka.
Bagas setelah shalat maghrib berpamitan kepada ayah dan ibunya yang adalah kakek dan nenek Rio, dengan berat hati ibunya mengizinkan putranya kembali.
Dari kejauhan Rio menatap ayahnya dengan tatapan sendu, antara mengizinkan dan tidak.
Mengizinkan, karena itu adalah keinginan ayahnya untuk kembali, tidak, karena jika ayahnya kembali maka ia akan kembali kehilangan pegangan dan penyemangat ketika neneknya memarahinya tanpa sebab yang jelas seperti hari-hari biasanya, saat ayahnya tak ada.
***
Ayu menemukan secarik kertas yang tergeletak dimeja rias, ia mulai membacanya dan tahulah ia kalau pesan itu dari suaminya.
Saat tahu isi surat itu riak wajahnya berubah dan saking tidak percayanya ia sampai membaca ulang surat itu hingga berulang kali untuk memastikan bahwa matanya tidak kabur atau kelainan lainnya.
Tubuhnya lemas setelah ia memastikan untuk yang kelima kalinya, kertas dalam genggaman jatuh tak berdaya dan menyentuh lantai yang dingin, sedingin hatinya yang tiba-tiba beku. Ia seka air mata yang menetes dan buru-buru ia ambil surat yang jatuh untuk diletakan diatas meja rias lagi.
***
Dalam perjalanan pikiran Bagas melayang kemana-mana hingga konsentrasinya buyar seketika dan itu sangat membahayakan Bagas yang sedang berkendara, apalagi saat itu jalanan licin karena baru saja turun hujan.
Sebuah sorot cahaya lampu membuat penglihatannya kabur dan ia menoleh cepat menghindari cahaya yang ternyata dari sebuah truck yang melaju dari arah berlawanan dan menerobos lampu merah.
Tubuh Bagas terpelanting jauh mendekati sebuah mobil sedan yang melaju kencang dari arah yang sama dengannya, Bagas hanya bisa pasrah ketika tubuhnya jadi hantaman dua kuda besi. Lalu akhirnya tubuh Bagas tak bergerak dengan bersimbah darah seiring motornya yang mati mesin dan ringsek, rusak berat.
***
Malam ini terasa kelabu bintang pun enggan muncul untuk menerangi jalan yang gelap gulita. Rio terjaga dari mimpinya sesaat, setelahnya rasa nyeri terasa nyata di dadanya disusul sesak napas yang mengganggunya.
Ia reguk segelas air putih dihadapannya dengan satu harapan sesak dan nyeri hilang menjauh.
" apa itu ? ... " nyi Asih nenek Rio tampak marah dengan kegaduhan yang ditimbulkan oleh bunyi barang pecah dari kamar Rio.
" maaf ... nek, biar Rio bereskan ! " Rio gugup, ia punguti pecahan gelas dengan tangan yang gemetaran.
" heh, yang bener !! jangan gemeteran begitu. " nyi Asih mencengkram tangan Rio hingga pecahan yang ada ditangan Rio kembali berserakan.
" rapikan yang benar ... " nyi Asih menghempas tangan Rio dan meninggalkannya.
" ayah ... " Rio tiba-tiba teringat dengan ayahnya yang kembali ke kota dengan tergesa.
Rio duduk pasrah di lantai, pelan ia cabut beling yang menancap di telapak kakinya.
Bukan perih di kakinya yang ia rasakan tetapi kebencian neneknya kepada dirinya yang semakin menyakiti hatinya, pikirannya pun enggan berlari dari sosok ayahnya ia terus memikirkan keselamatan ayahnya yang ia sayangi.
***
" kenapa pincang-pincang begitu ? " nyi Asih ketus.
" sudahlah bu ... jangan terlalu kasar, biarkan dia sarapan dulu. " ki Ageng kakeknya membela Rio.
Nyi Asih meninggalkan meja makan saat telepon berdering berulang kali, beberapa menit, setelah nyi Asih usai menerima telepon wajahnya murung.
" Bagas kecelakaan sekarang dia di rumah sakit. "
Rio yang mendengar ucapan nyi Asih neneknya, tercekat tidak percaya, ia menjadi teringat dengan kejadian semalam " itu firasat ? " Rio berdialog dengan hatinya.
***
Ayu mendapat telepon yang mengabarkan bahwa suaminya mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang, meski hatinya sakit dengan kabar mengejutkan semalam, hati seorang istri tetap bertahan dihatinya untuk suami yang sekarat.
" mama mau kemana ? ... " Tanya Leo memegangi tangan ibunya yang akan pergi.
" mama mau bertemu seseorang diluar kota, Leo sama kak Lena jaga rumah ya ! " Ayu melepaskan genggaman putranya dan bergegas pergi.
Leona merangkul adiknya yang sentimental itu, melambaikan tangan kepada ibu mereka yang tidak tahu sama sekali kemana sebenarnya ibunya pergi.
***
Di rumah sakit Ayu berusaha tenang meski hatinya sedang bertarung hebat dengan prinsip yang dipegangnya. ' KESETIAAN ' Bagaimana ia bisa setia kepada orang yang terbaring dihadapannya, orang yang selama belasan tahun menemaninya dan baru ia tahu jika kesetiaan suaminya digadai, ia tahu tepat saat suaminya sedang ada diujung maut seperti ini.
Andini Rahayu Prastisha nama yang sempat ia ingat karena Bagas pernah memperkenalkannya sebagai sahabat lama yang baru dijumpainya. Tidak disangka pertemuan itu adalah pertanda buruk, karena sesungguhnya mereka telah menikah.
Ayu tidak kuat menahan beban di kelopak matanya, air mata menetes pelan dan jatuh mendarat tepat di tangan kaku Bagas yang belum sadarkan diri sejak semalam setelah
kecelakaan.
Tangan Bagas yang baru sadarkan diri mengelus kepala Ayu yang tertunduk menyembunyikan tangis.
" kamu jahat Bagas, kamu jahat ... " Ayu sesenggukan wajahnya basah dengan air mata.
" maaf, maafkan aku ...! Aku menyayangimu ... aku ! "
" BOHONG !!!! " pekikan Ayu tertahan, dengan kasar ia tepis tangan Bagas dari wajahnya.
" apa aku kurang setia Bagas ? atau aku banyak menuntut mu ? aku bukan istri ideal mu, Bagas !? " ada ketegasan disuara Ayu ia begitu marah besar sekarang.
Bagas menggeleng lemah dan dengan susah payah ia merangkai kata yang lumayan panjang.
" kamu istri yang baik Ayu, setia dan tidak banyak menuntut ... aku menikah dengan Dini
karena aku berhutang budi kepadanya dia yang menolong ku, dia tersenyum kepada ku tanpa pamrih, menyelamatkan nyawaku dari kecelakaan dan karena itu aku tidak sengaja berjanji menjaganya dalam naungan ridho ALLAH. " Bagas diam menanti reaksi Ayu, tetapi Ayu hanya diam tanpa ekspresi.
" TOLONG jaga Rio ... dia anak yang baik ! dia cuma kesepian kehilangan ibunya sejak lahir, ia labil jika membicarakan arti seorang Ibu. Tolong didik dia Ayu ... jadikan dia anak mu supaya Rio bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. " suara Bagas mulai putus-putus, seiring ultrasonografi berjalan lurus tanpa nada lagi, tahulah Ayu kalau suaminya telah pergi dengan menitipkan beban yang sangat berat dipundaknya, sebuah nyawa, anak hubungan suaminya dengan wanita lain, yang disembunyikan keberadaan dan statusnya oleh Bagas.
***
" bu boleh saya ikut melakukan hajatan untuk suami saya ? ... " Ayu tetap berniat mengirimkan doa dalam hajatan suaminya.
" kamu bisa menunggu tujuh hari kematian suami kamu. " ucap nyi Asih mertuanya dengan wajah judesnya.
Ayu yang sabar, bersikap memaklumi sikap mertuanya yang keras itu.
Tidak sengaja ia bertabrak pandang dengan Rio, anak biologis Bagas dengan Andini, ia begitu benci ketika awal pertemuan itu, apalagi ia seperti melihat Bagas ketika menatap Rio.
Kemiripan mereka benar-benar sulit dipisahkan dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka begitu mirip yang membedakan hanyalah bias wajah, wajah Rio selalu tampak tenang dan polos seperti Andini ibunya.
Saat itu Rio begitu sedih menatap ayahnya yang terbujur di kamar mayat, Ayu yang belum siap dengan kehadiran Rio memilih menjauh meski sebenarnya ia juga ingin menatap suaminya untuk yang terakhir kali.
***
Rio yang belum bisa melupakan kepergian ayahnya mencoba bersikap rasional dan menatap kenyataan dengan cara ia ikut pergi bersama Jojo dan temannya yang lain ke hutan, meski firasatnya mengatakan akan ada hal buruk jika ia pergi, sebentar ia tinggalkan firasat yang pernah menyakitinya dengan tanda kepergian ayahnya dari alam fana ini.
***
Jojo kesal karena ia kelelahan, jalan di hutan yang berliku membuat kakinya pegal alang-kepalang dan itu membuat Jojo berpikir kalau ia sudah dibohongi oleh Udjo yang bilang
markas baru mereka dekat.
Rio sudah terseok-seok mengikuti Jojo,
" AWWW ... " suara Rio yang lantang membuat Jojo menoleh dan mendekati Rio yang sudah pucat pasi.
" kenapa Rio ? " Jojo melihat kaki Rio yang terus dipegangi kuat.
" aduh ... kaki ku sakit Jo ! "
Jojo melihat sekeliling dan ia sempat melihat seekor kalajengking cukup besar berwarna kuning transparan, berjalan pelan meninggalkan Rio.
" kita pulang aja, kaki mu disengat kalajengking ! aku takut kalau kita nggak buru-buru pulang kamu kenapa-napa. " Jojo membantu Rio berdiri dan membawanya kembali pulang.
Di rumah Rio tidak langsung diobati, tapi dimarahi dan dibiarkan hingga satu jam, Ayu yang tadinya membenci anak bernama Rio ini mulai iba.
Ketika Ayu melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana Rio diperlakukan seperti orang asing di rumah keluarga suaminya.
Ia hampiri Rio yang menunjukan tanda-tanda demam lalu ia lihat kakinya, yang kata Jojo disengat itu mulai membengkak dan tanpa sadar nalurinya sebagai ibu keluar, ia dengan rela menyedot racun yang masih tersisa dan bersarang di kaki Rio dan intruksi itu pernah ia lihat di televisi, setelah ujung tubuh dari luka ia bebat dengan kain, dengan ikatan mati lalu ia menyedot racun yang tersisa. Rio yang mendapatkan perlakuan itu merasa tidak enak hati dan berusaha menghentikan tindakan berbahaya Ayu.
Rio menggerakan kakinya pelan agar Ayu menghentikan tindakan nekatnya, tetapi Ayu malah menghentikan gerakan kaki Rio dengan sentuhan lembutnya dan ucapan tenangnya.
" diam sebentar ... biar ibu keluarkan semua racunnya, kalau kamu merasa sakit bilang saja dan setelah racunnya habis tetapi kamu masih demam sebaiknya kita ke rumah sakit. "
Rio manut sekarang dan membiarkan Ayu mengobati tentu dengan caranya.
***
Leo memandangi hujan seharian ia tidak mau makan atau melakukan apa pun, ketika ditanya oleh kakaknya ia bilang menunggu ibunya pulang.
Leona sudah kehabisan akal untuk membujuk adiknya untuk tidak melakukan itu, ia sengaja
masuk kedalam kamar ibunya dan berharap ia menemukan sebuah petunjuk kemana sebenarnya ibunya pergi waktu itu.
Sebuah surat berada dalam genggamannya dan setelah membacanya kemarahan Leona
memuncak dan tanpa sadar ia melumat kertas itu, masih dengan kertas yang terlumat ia mencoba menghubungi kakek dan neneknya yang ada di desa ayahnya.
" mama nggak akan pulang, mama pulang setelah seminggu berada di desa. " ucap Leona kepada adiknya yang masih setia dengan hujan.
" lama sekali mama di desa papa ! apa papa dapat kesulitan dan minta mama menjemput papa ? ... " Leo hanya berujar tanpa sudi memalingkan wajah dari hujan.
" ya ! mama mau menjemput dan mendoakan papa karena papa sudah meninggal karena kecelakaan. " betapa terkejut Leo mendengar kabar itu sampai ia sakit mendadak setelah mendengar kabar itu.
" maafin kakak, kamu harus sembuh sebelum mama pulang. Kakak nggak maksud buat kamu sakit dengan kabar duka ini. " Leonalah yang menjaga adiknya yang sakit beberapa hari ini.
***