Biarkan aku tenang ...
Cukup diamkan aku, aku tidak akan marah...
Berhentilah bicara, aku hanya ingin diam dan sendiri.
Mencari makna apa yang seharusnya aku jalani dalam hidup ini.
____________________________
Leo dan Rio tentu sangat bahagia dengan pernikahan kakaknya.
Tetapi, karena setelah pernikahan itu, Leo dan Rio akan menghadapi ujian mereka jadi lebih fokus belajar, bahkan Rio yang biasanya pilih-pilih waktu belajar pun tidak bisa diganggu bagaimana pun caranya.
Dan itu membuat mereka sedikit terlupa dengan perubahan yang terjadi di rumah, berbeda dengan Ayu yang sangat merasa kehilangan setelah Angga memboyong Leona sebagai isteri ke rumahnya.
Bukan tidak peduli dan tidak sayang dengan Ayu.
Habis keadaan membuat semuanya seperti itu, bagaimana lagi ???
***
Ujian sudah didepan mata, saatnya menguji sejauh mana siswa belajar, atau ini bukanlah tolak ukur.
Karena jika diperhatikan tidak semua mengingat apa saja yang sudah mereka pelajari menjelang ujian kemarin.
Termasuk Rio, hampir ia meremas lembar buram untuk coret-coretan.
Ada beberapa teori yang ia hapal diluar kepala, sehingga tangannya lincah bergerak, tapi beberapa menit ia frustasi dengan soal uang asing cara pengerjaannya, padahal ia merasa tau bagaimana hasilnya.
Huh, otak dan tubuhnya sama sekali tidak bisa berkerja sama dengan baik, guru pengawas berkeliling dan sekarang ia berdiri hampir secenti dibelakangnya.
Ekor mata berkali mencuri kesempatan, memastikan guru itu pergi, dia grogi.
Pupus sudah optimisme yang ia tata sejak di pintu gerbang menuju ruang kelas, dimana diadakan ujian.
Lamat-lamat indera pendengarnya bekerja keras, mendengar beberapa bisik tetangga.
" Maaf tuhan. " Dia sibuk bermonolog sendiri, seperti komat-kamit merapal mantra agar lulus?
***
Bel berdering memekakkan telinga yang belum ia kembalikan ke mode standard, Rio meringis.
" Asshh .. " ia mendesah lemah, ia bergegas keluar kelas.
***
" Rio ... " Armand bersusah-payah berlari, sejenak lupa dengan kondisinya.
Rio reflek menahan lengan Armand dan tersenyum.
" Lo bisa kan?! ... "Armand merangkul bahu Rio yang sedikit lebih tinggi darinya.
Rio menggedikan bahu, Armand sedikit terangkat. " Nggak tau. " Sahut Rio tidak berminat.
" Lo yakin aja. " Penyemangatan Armand sepertinya sia-sia.
Sampai Cita menghampiri mereka dan mengatakan sesuatu.
" Ada Kenita sama Leo nunggu di gerbang. "
" Bohong, kok gue nggak tahu. " Rio ketus tanpa bermaksud kasar kepada Cita.
" Dia menelepon kok. " Cita menggoyang-goyangkan ponsel yang ia comot dari saku depan seragamnya.
Cita kelar ujian lebih dulu jadi dia bisa mengambil ponselnya di ruang guru, lagipula Rio tidak pernah memegang ponsel, dan tidak akan mau memegang benda itu.
Bukan kolot atau gaptek, dia tentu bisa mengoperasikannya tapi dia bertekad akan membelinya dengan uang sendiri.
Dan sebagai informasi, Jia dan Firman membagi sedikit royalti soal lirik yang ia rombak tidak seberapa itu, sebenarnya itu cukup dengan simpanannya selama ini.
Tetapi alasannya mendadak berubah, dia masih asyik tanpa ponsel sekarang.
Ah dasar orang aneh yang hidupnya penuh kedinamisan.
***
" Mau kemana kita?! ... " Rio begitu antusias, jarang-jarang ia disambangi ke sekolah oleh pasangan yang tak tampak seperti pasangan.
Kenapa begitu? Karena Leo sering canggung dihadapan Kenita bahkan jika Kenita tidak melakukan apa pun.
" Makan pizza, mau?! " Kenita yang menjawab.
Armand dan Cita sibuk mengobrol dibelakang ketiganya sambil tertawa-tawa memancing Leo untuk bergabung.
" Kamu kenapa? " Tatapan Kenita terlalu dekat.
" Ah.. " Rio yang kaget diam sebentar memastikan Kenita yang tadi bertanya.
" Nggak apa-apa, emang suka begini tiba-tiba ?! Keni tidak mengenal ku? "
Kenita menggeleng, " Rio sering berubah-ubah, dulu seperti apa, berubah dalam beberapa bulan, berubah lagi, sekarang juga beda. "
" Oh " Rio tidak semangat melanjutkan pembicaraan.
" Aku mau tanya boleh ?! " Kenita memecah lamunan Rio.
Rio mengangkat bahu, " apa?! ... "
" Rio sudah menemukan jati dirinya?!... "
Rio menggeleng yakin, " belum " ia tersenyum lega.
Setidaknya ia tahu sekarang ada seseorang yang mengetahui jika ia labil, jati diri macam apa yang ia butuh atau ia inginkan belum sadar kemana akan melangkah.
Good or bad, atau good and bad ia yang akan mengontrolnya.
***
" apa-apaan nih ? " Rio sangsi dengan perlakuan Geon yang tiba-tiba menarik lengannya kasar dan berjalan menjauhi kemeriahan pesta kelulusan.
" kita selesaikan urusan kita ... " Geon tidak sabar menagih janji Rio tempo hari, tangannya sudah gatal mau menghajar seseorang.
" apaan ... !? " Rio kurang paham dengan ucapan Geon barusan.
" bodoh ... " Geon langsung melayangkan bogem penuh tenaga.
Rio bisa menghindari pukulan Geon.
Si cuek mulai jengah dengan polah Geon, ia membalas dengan pukulan lutut yang tepat menghantam lambung, dan menghantam punggung Geon dengan dua sikunya.
Merasa terdesak, Geon mengerahkan teman-temannya yang sedari tadi hanya menonton.
Rio yang memiliki stamina lebih dan penguasaan emosi saat berkelahi berkat pengalaman, dengan mudah menumbangkan teman-teman Geon.
" heh, jagoan ... " ucap Geon sambil tersenyum licik, tangan kanannya mencengkram kerah kemeja Armand yang bermaksud mengikuti kemana arah Rio dan Geon pergi untuk
dilaporkan kepada kepala sekolah, naas ia malah tertangkap dan dijadikan umpan oleh Geon.
" curang ... " umpat Armand lirih.
Rio maju ke muka dan dengan kasar ia membogem Geon hingga tersungkur mencium tanah.
***
" pak ada yang berkelahi ... " Cita mengadu kepada kepala sekolah.
" berkelahi ... ? apa maksud kamu Cita ?! dimana mereka sekarang ... ??!! "
" di halaman belakang ... "
Cita, kepala sekolah, dan beberapa staf guru bergegas ke halaman
belakang sekolah.
***
" AWAS !!! " peringatan yang diberikan Armand sudah terlambat, sebuah batu menghantam
tempurung kepala Rio.
Ia pun tersungkur, mendapati sedikit gerakan, Geon dan sekutunya
pun langsung gelap mata, mereka menghakimi Rio yang sekarat.
" jangan ... " tanpa sadar Armand mendorong tubuh Geon hingga terpental beberapa langkah.
" jangan Geon, ku mohon ?! " Armand terpojok dengan kemarahan Geon.
" jaaa...ngaannnn !!! " Armand tertunduk dengan tangan menyilang menutupi kepalanya.
" GE ... ON !!! " suara menggelegar penuh amarah, menghentikan Geon yang tertutup dendam.
Geon pun digiring keruangan kepala sekolah untuk disidang, meski ia sudah menyandang alumni hukuman tetap dijatuhkan karena ini menyangkut nyawa seseorang.
***
" Rio ?! " Cita mengguncang tubuh Rio yang tergolek bersimbah darah. Tak ada gerakan, Armand menyeret kakinya lebih cepat ia tidak peduli rasa nyeri di kaki semakin terasa dalam, pikirannya hanya keadaan Rio yang berada dalam dekapan Cita.
Rio sempat membuka matanya tetapi kembali terpejam setelah bertahan selama beberapa detik.
***
" kak, Rio masuk rumah sakit. " Armand memandang Cita yang berinisiatif menelepon, mengabari keluarga pikirnya.
" maafkan saya bu, saya yang salah nggak bisa mencegah perkelahian mereka. " Armand berulang kali membungkuk meminta maaf kepada Ayu, ia sangat menyesal sampai pucat-pasi menghadap Ayu.
" sudah Armand, semua sudah terjadi ... nggak ada yang salah. Mungkin Rio bisa belajar dari ini semua, sudah waktunya dia dewasa. " Ayu berusaha bijak.
***
" ibu ... ?? " Rio mengedip-kedipkan matanya yang agak buram.
" bukannya aku di halaman belakang sekolah ? Kenapa sekarang disini ? "
" kamu berkelahi Rio ? " Ayu tegas.
" nggak, siapa bilang ?! " sergah Rio.
" kamu ! baru lulus sudah siap-siap jadi berandalan, kamu berkelahi kan ? " Ayu menjewer telinga Rio.
" aduh ... bu ! sakit !!! aku nggak berkelahi, mereka yang memukuli ku, salah ku sih nggak tepatin janji. "
" janji apa sampai kepala bocor begitu ? ... "
" Geon mengajak ku berkelahi tapi aku menghindar, dan hari ini Geon menyeret ku. "
Ayu antusias dengan cerita Rio.
Melihat Ayu begitu antusias, Rio menggoda Ayu. " ibu tahu ?! ... aku pandai berkelahi ! ku pukul Geon lalu ku tendang dia tapi sayang mereka main keroyok. Aku dipukul, ditendang, kepala bocor gara-gara dihantam bata. " Rio menggebu menceritakan tragisnya dia.
" sstt ... " Ayu miris mendengar kisah anaknya yang dipukuli seperti itu.
" hebat juga udah bonyok masih bisa sadar, biasanya out ... " ceplos Leo bermaksud menggoda.
" Leo ngedoain yang bener, out, out ... apa itu ? " Ayu membungkam Leo.
" nggak apa-apa mungkin, Rio benar-benar beruntung. " ia tersenyum membuat kesunyian sesaat.
***
" Rio kenapa kamu nak ... ?! " wajah Rio yang memucat membuat Ayu khawatir, Rio menggeleng cepat ia tidak mau semua menjadi khawatir.
" yakin, kamu nak ? " Ayu masih meragukan ucapan anaknya.
" aku nggak apa-apa buu ! " Rio berusaha tersenyum.
Ketegaran Rio ternyata hanya ucapan belaka ia tidak sekuat ucapannya, bahkan ia tidak sekokoh senyum yang diberi kepada Ayu.
Setiap ia merasa sakit yang luar biasa ia akan mengamuk seperti tempo hari, tidak ada yang dapat menenangkannya kecuali Leo.
Sayangnya, Leo saat itu tengah memenuhi urusannya, yah tepatnya kembali pulang mengambil perlengkapan Rio dan Ayu yang akan menjaganya untuk beberapa hari kedepan.
Obat bius yang sengaja menembus kulit menenangkan Rio.
***