Armand menatap heran kepada Angga yang sedari tadi hanya mencatut tubuhnya didepan cermin seukurannya, sambil sesekali membenahi penampilan, atau menyisir rambutnya dengan buku-buku jari lalu tersenyum.
" Kakak ngapain sih ?! ... " Armand jadi gemas.
Angga hanya menoleh sebentar, lalu tersenyum dan kembali memandangi wajah di cermin.
Armand yang kesal, mencebik dan memilih pergi saja.
Angga masih tersenyum-senyum, bahkan kali ini bersenandung, menghammingkan nada yang tertulis di otaknya, saking khusuknya dia sampai tidak mendengar nada panggilan dan nada pesan yang tidak berhenti sampai beberapa menit yang lalu, di layar yang berkedip itu tertera nama Leona Bee.
***
Rio buru-buru pamit usai menuntaskan mengajinya yang hanya dua ayat, ia baru ingat jika Jia, Firman dan yang lain menunggunya di basecamp untuk membicarakan soal lagu yang sempat membuatnya pusing beberapa hari ini.
Ayu tidak bisa, tidak tersenyum setiap kali Rio mengecupnya.
Meski kali ini terasa lebih kasar dari sebelumnya, setidaknya Ayu bisa merasakan bahwa anak bungsunya itu memiliki perhatian lebih dari siapa pun.
***
Rio menyetandarkan motor dan masuk basecamp dengan brutal, ia lempar tas selempangnya sembarangan.
Mengundang semua perhatian kearahnya.
Ketika manik lelahnya bertubrukan dengan manik Jia, ia baru teringat kalau lembar lirik masih ada didalam tas yang melayang cukup jauh dari jaraknya berdiri.
Dia menyerahkan lembar kertasnya kepada Jia dan setelahnya ia merebah di lantai, acuh tak acuh dengan tatapan bingung, aneh dan semua makna pandangan lain kearahnya.
" Wah, Lo nambah bagian liriknya ya ?! " Ucap Jia bangga, karena setelah dibaca cukup bagus, memiliki nilai komersil.
Ia juga tau sebenarnya tidak semuanya ditambahkan lirik, Rio mengubah beberapa lirik menjadi lirik baru.
***
Tidak masalah bagi Jia karena kerja Rio cukup bagus, bahkan saat ia konfirmasi kepada Firman.
Sang komposer baru pun setuju saja.
Firman beruntung memiliki orangtua yang mendukung bakat dan minat anaknya, sehingga di rumah ia dibuatkan studio sekelas profesional untuk mengcompose musik.
Firman di basecamp hanya untuk mempelajari lagu secara mentah dan saat sudah mencapai kesepakatan, dia akan membawa pekerjaan yang mentah itu untuk diolah di studionya.
Seperti sekarang.
Sekelompok pemuda yang dulu menganggap musik adalah bagian dari hobby itu, tidak menyangka jika dari sinilah mereka akan mendapatkan pengakuan dan tentu uang juga.
Sewaktu awal dibentuk memang sesekali mereka memanfaatkan mencari uang sekedar mengisi pundi karena sudah ditagih uang SPP dan orangtua sedang pailit.
Sekarang tanpa perlu bersusah payah lagi beberapa orang datang untuk meminta jasa mereka soal compose musik, pekerjaan paling mudah membuat lirik lagu dan untuk pekerjaan penyair semacam itu, mereka melibatkan Rio, meski dari awal Rio menolak dan mengatakan itu merepotkan dengan statusnya sebagai pelajar, ada maksud terselubung mengapa Falla mengajarinya permainan gitar, bahkan Firman terang-terangan memberitahu basic compose lagu.
***
" Arghhhh ... " Rio mengerang, kepalanya tiba-tiba sakit karena terus dipaksa Falla untuk latihan gitar, padahal niatnya sehabis menyerahkan lembar lirik lagu, dia ingin tidur sebentar.
" Kalian bisa diam gak sih?! ... " Rio sudah duduk meski kurang sempurna.
" Iya gua latihan, tapi nanti kepala gua mau pecah tau denger perintah kalian semua, gua juga butuh waktu sendiri !!! "
Rio bangkit berdiri dengan susah payah, ia mengambil tasnya dan mengambil kunci motor diatas keyboard.
" Mau kemana Lo ? " Jia dan Firman berbarengan.
" Nyari tuhan ... " Ia ngeloyor meninggalkan kawan-kawannya yang melongo.
***
" Ayo Armand. " Angga berdiri dihadapan adiknya.
Armand yang hampir terlelap di teras karena udara sepoi jadi segar kembali saat melihat kakaknya sudah rapi dan mengajaknya.
" Kemana ?! ... " Armand tidak bisa menahan penasaran.
" Ikut aja udah. " Angga menarik lengan atas adiknya, masuk kedalam mobil yang baru masuk cicilan kedua.
***
Rio yang lama tidak main ke rumah Kenita setelah pindah sekolah, awalnya dia mau kangen-kangenan tapi sayang Fabian seperti sudah membooking kedatangan Rio untuk menemaninya bermain catur.
" Leo gue balik ya … "
" cepet banget … " Leo kecewa.
" loe disini juga nggak apa-apa, gue mumet main catur mulu. " Rio berbisik, tangan kanannya
menghalangi mulutnya agar tak terlihat mata, punggungnya pun sedikit dibungkukkan.
Leo dan Kenita tersenyum mereka maklum dengan kebosanan Rio.
" Rio mana … ? " Fabian muncul sambil mengapit papan catur kesayangannya.
" udah pulang, katanya tugasnya belum dikerjain. " Leo terpaksa berdusta demi membebaskan Rio dari kejenuhan.
" hah … " Fabian menghempas angin dengan tangannya tanda kecewa. Fabian tersenyum matanya sejak tadi menatap Leo.
" kamu temenin main Leo … " Fabian kedalam rumah mengambil bangku.
Leo was-was, Kenita sedari tadi senyam-senyum membayangkan Leo yang jenuh bermain menemani Fabian.
" udah nikmatin aja, paling tiga jam kelar … "
" yah … " Leo kecewa tapi pasrah.
***
Armand melongo didepan rumah sahabatnya Rio, pantas saja sejak siang Armand mengajaknya belanja macam-macam dan ia memperhatikan penampilannya yang luar biasa.
Rumah Rio tampak sepi, apa kakaknya lupa mengabari atau malah keluarga Rio yang lupa.
Armand mengambil ponselnya, siap mengetik angka sampai satu titik ia teringat jika Rio mana pernah memegang ponsel.
" Bego. " Ia merutuki kebodohannya sendiri, kening yang tak bersalah jadi sasaran kebodohannya.
***
" Kita nggak menghubungi saudara yang lain? "
Angga tersenyum mendengar pertanyaan adiknya, dia menatap lembut adiknya.
" Nggak ada, cuma aku sama kamu aja. "
Armand memalingkan wajah ke pintu, dia merasa canggung dengan obrolan barusan.
Armand mengetuk pintu, memanggil Leona dua kali dan saat pintu terbuka.
Dua wanita yang kebetulan bersama-sama buka pintu melongo melihat penampilan Armand dan Angga.
" Angga, ini apaan ?! ... " Matanya berkali melihat Armand dan Angga.
" Aku mau melamar mu, aku janjikan?! " Angga tersenyum tanpa beban, menyisakan dua wanita yang melotot, bingung hendak berkata apa.
***
" Ini nggak terburu-buru, nak ?! " Sejujurnya kedatangan Angga yang tiba-tiba dan disuguhi dengan pemandangan begini, membuat Ayu bingung hal apa yang lebih dulu ia lakukan.
Angga menggeleng masih dengan senyum percaya diri.
Leona menghela napas, sangat jelas kalau tidak ada satu pun yang bisa diandalkan saat ini, maka pikiran yang biasa di peras saat bekerja, mulai menunjukan kemampuannya.
" Ok, tapi kasih kita beberapa jam buat dandan dan persiapan nyambut kamu. "
" Kamu nggak dandan juga tetap cantik. " Angga jujur tetapi salah waktu.
Armand bergidik kali pertama mendengar kakaknya menggombal.
" Angga, sekarang bukan waktunya bercanda, tolong dong !!! " Leona gemas, sedangkan Ayu masih terbengong, linglung?
" Ok, kita juga mau letakin barang seserahannya, taro dimana ?! "
" Terserah di teras juga boleh. " Leona terpaksa menarik tangan Ayu dan melesat untuk bersiap.
di teras rumah pun sudah berderet bucket bunga berwarna-warni, beberapa alat make up, peralatan makan, pakaian wanita dan perintilan lainnya soal lamaran.
Rio pangling dengan seseorang yang berdiri didepan pintu sambil bersandar di dinding, ia tampak seperti dalang di acara lawak OVJ berbalut kebaya lelaki berwarna hijau lumut plus sandal kelom yang biasa dipakai acara nikahan.
" Armand … ?? " Rio menunjuk batang hidung Armand sambil tersenyum tipis.
" diem loe … " suara Armand tertahan malu, benar Armand mesti berjumpa dengan Rio dengan penampilan luar biasa seperti ini.
" nggak apa-apa, loe ganteng kok ! nyantai bro. " Rio menepuk bahu Armand berulang kali.
" ngeselin banget nih anak … " Armand berusaha menendang Rio yang kumat usilnya.
" hehe … Cita pasti seneng liat loe … ganteng booo !!! " Rio masuk rumah sambil memegangi kakinya yang berhasil disapa kaki Armand.
***
" jangan Rio … " ucap Ayu membentak, melihat Rio usil mengambil makanan seserahan.
" ya, buu … " ucap Rio kaget dengan bentakan ibu.
" eh, kak Lena … cantik bener … " Rio meletakkan buah yang baru diambil tadi.
" nih, makan yang ini aja … " Leona memberikan jeruk yang sengaja diambil untuk diberikan kepada Rio.
" makasih … " Rio mengecup pipi Leona dan ngeloyor pergi, menyisakan gelengan Leona.
***
Keributan yang terjadi siang menjelang sore pun akhirnya berakhir, namun tidak bagi Ayu dan ketiga anaknya.
Apalagi Leo juga baru tahu garis besar soal apa yang terjadi, sempat kesal tetapi setelah dipikir-pikir selama kakaknya senang, dan semuanya baik-baik saja ia pun menerima.
Lagipula, ini baru seru seorang pria tidak lagi memberikan cincin kepada kekasihnya untuk lamaran lalu di rekam dan viral di YouTube.
Bahkan kak Angganya itu lebih anti mainstream. Dia langsung mengajak adiknya menemui orangtua perempuan dan melamar, dengan barang seserahan yang lumayan banyak, hampir lengkap isi rumah kak Lena jika suatu saat memilih tinggal berdua saja dengan kak Angga.
" Aku lupa nanya kapan tepatnya dia nikahin aku. " Wajah Leona yang kaget menatap Ayu.
Mendapat tatapan begitu Ayu jadi gugup dan ujung-ujungnya dia marah.
" Yeh, gimana sih kamu ... Hal sepele aja nggak ingat. "
" Mama juga kenapa nggak ingetin, atau mama yang tanya langsung ? " Leona ikut sewot.
" Kan kamu yang mau nikah. " Ayu membela diri.
" Biasanya kalau lamaran mama jadi juru bicara ?! "
Ayu diam, dia seperti memikirkan sesuatu. " Emang gitu? " Ayu bingung.
Semua kecewa, bahkan dua lelaki di rumah saking kecewa dan mumet dengan keributan yang terjadi memilih masuk kamar.
***
Angga mengangkat telepon dan terlihat serius bicara dengan lawan bicaranya.
" Kenapa kak?! " Armand mencabut salah satu handsfree dari telinganya, menatap penasaran kepada Angga.
" Lena telepon tanya waktu pernikahan. "
Armand tidak menyahut, tetapi melihat tubuhnya yang semakin berusaha mendekat, bahwa dia sangat ingin tahu apa jawaban kakaknya.
" Tiga bulan lagi, aku akan menikah. "
Mata Armand membulat, belum lagi sikap kakaknya yang terlalu tenang.
" Kakak udah pikirin baik-baik ?! Tiga bulan nikah, semuanya udah siap apa? "
Angga mengambil sebatang rokok, memainkannya dengan tangan sambil menerawang kedepan.
" Kalau aku nggak siap, aku nggak akan bilang tiga bulan lagi nikah. "
Angga menatap adiknya sambil tersenyum, " aku udah pikirin matang-matang, semua juga udah siap kok. Kamu nggak usah pusingin. "
Armand bisa menghela napas lega.
***
Tiga bulan kemudian
Pernikahan Angga dan Leona pun berlangsung, memang tidak terlalu mewah tetapi khidmat, penuh kekhusukan, Ayu pun sampai menitikkan air mata haru ketika pasangan meminta restu kepada orang tua.
" maafin Lena ya ma, kalau Lena banyak salah, Lena sayang banget sama mama. " bisik Leona kepada ibunya ketika ia sedang mengecup pipi kanan dan kiri ibunya.
Tidak pernah diduga jika tamu undangan Leona dan Angga hampir semuanya datang dan memberikan restu dan doa untuk kelanggengan rumah tangga mereka berdua, dan tamu yang datang itu termasuk Anita yang sempat mengalami perseteruan karena salah paham, Anita yang dulu paling getol mengatainya dan menyudutkan Leona dengan embel-embel ' tidak
laku ' ternyata masih saja gonta-ganti pasangan.
" selamat ya Lena … " Anita menyalami Leona yang tampak ayu dengan pakaian pernikahan gaya kebaya modern berwarna putih gading seperti warna kulit Leona yang kuning langsat dan sekilas mirip dengan kuning gading gaunnya.
Leona tersenyum dan berbasa-basi, " kapan nyusul ? … " Anita tampak malu-malu.
" kalau jodoh pasti aku nikah kok. " jawaban klise semua wanita yang bingung dengan pasangannya sendiri.
" jangan lupa undang kita ya kalau nikah. " Angga yang menyahut.
Anita yang baru melihat suami Leona langsung terpesona dengan Angga yang memang kharismatik dan menawan tiap perempuan.
' sempurna ' kata yang cocok untuk pernikahan ini.
Wanitanya cantik dan laki-lakinya tampan.
Dan ini adalah hadiah terindah yang pernah didapat Leona dalam hidupnya, sebuah kebahagiaan yang sangat diidamkan.
***