" aku berangkat bu Ayu … " Rio berlalu mengejar tetapi ia berubah haluan dan menatap Ayu yang heran.
" aku sayang bu Ayu … " ia mengecup kening Ayu.
" sana nanti kesiangan … " Ayu masih sempat membelai kepala Rio.
***
Mereka bertiga mengikuti upacara dan menerima persyaratan utama atau MOS seperti murid yang lain, dan hari pertama mereka hanya melakukan pengenalan dan mencari teman karena MOS yang sebenarnya akan diadakan besok.
" kenalin gue Danu dan loe semua harus takut sama gue karena gue bisa buat kalian menyesal sekolah disini kalau kalian gak ikutin kemauan gue. " seorang siswa yang mengaku bernama Danu berlagak penguasa.
Semua diam dan tepuk tangan terdengar dari kakak OSIS yang menyangka itu hanyalah acting menunjukkan bakat.
Danu kembali ke bangkunya ia menatap kesal kearah Rio, tangan kanannya menunjukkan ibu jari.
Rio tersenyum kepalanya mengangguk tanda terima kasih, tetapi ibu jari itu berubah
posisi ke bawah, tanda ia mengejek.
Rio melengos mendapati ejekan itu, ia malas menanggapi orang yang tak suka dengan kehadirannya.
" Kenita, nanti kita cari peralatan buat MOS bareng … " ajak Leo.
" boleh … " Kenita mengangguk.
" Rio ikut ? " Tanya Kenita kepada Rio yang berdiri disamping Leo, Rio mengangguk pelan.
***
Besok paginya
Tiga serangkai itu datang terlalu pagi, mereka duduk di kelas hanya bertiga, Rio menengok jam dinding pukul 06.30.
Untuk membunuh rasa bosan Rio pergi ke lapangan, meninggalkan sejoli yang sibuk masing-masing didalam kelas.
Dia membawa sebuah bola basket yang dia ambil dari gudang peralatan, itu juga setelah dia tanya sana-sini dengan pihak sekolah, mmm sebut saja staff.
Rio memainkan bola basketnya sendirian, dribble, shoot dan dia menikmatinya.
Permainan hampir berjalan lima belas menit, ditemani sengat matahari pagi, sehingga peluhnya bercucura, dia terus mendribble, sambil sesekali berlari kecil keliling lapangan dan saat ia coba masukan bola dalam keranjang, bolanya malah memantul lalu menggelinding dan berakhir di tepi kaki seseorang.
Rio sempat tercenung mendapati dua bola mata hitam menatapnya sinis, dia adalah Danu yang kemarin memberinya ibu jari terbalik.
" Apa loe lupa ?! " Dia bicara seperti hardikan.
Rio tidak peduli, yang ia lihat hanya bola yang berada ditangan Danu.
" Boleh aku minta bolanya ? " Rio enggan terlalu akrab, ia pakai bahasa seformal mungkin di depan Danu.
" Jangan kebanyakan tingkah di depan gue !!! " Danu memassing bola kehadapan Rio, beruntung Rio tanggap dan menangkapnya tanpa kesulitan.
Melihat hal itu, seperti tantangan bagi Danu,ujung-ujungnya pemuda yang selalu mencari ribut dengan Rio malah menantang duel bola basket.
***
Sekolah mulai ramai dengan para siswa, dan sebagian besar dari mereka lebih tertarik dengan kerumunan di pinggir lapangan.
Desas-desus pun tersebar dengan cepat, sebagian mengatakan jika Rio berlagak menantang Danu, sebagian lagi bilang kalau Danu yang lebih dahulu menantang.
Leo yang mulai terusik dengan keramaian didepan kelas meninggalkan buku yang tadi ia pinjam dari perpustakaan, untuk bergabung dan melihat apa yang terjadi ditengah lapangan itu.
" Mau kemana Leo ? " Kenita memandangi Leo yang hampir meninggalkan kelas.
" Lapangan. " Wajah Leo datar.
Kenita memalingkan wajah keluar kelas, memang lapangan tampak ramai sampai berjubel.
" Aku ikut. "
Suara riuh bersorak takjub kepada Rio yang lagi-lagi berhasil memasukan bola dengan jarak hampir dua meter, tiga point.
Danu kalah telak.
Rio mengulurkan tangan sebagai tanda persahabatan dan berharap tidak ada sakit hati diantara mereka. Namun, tangan Rio di tepis dengan kasar bahkan Danu sengaja menjambak kerah seragam Rio.
" Kita tanding sekali lagi ... Kalo lu berani, ikutin mau gue ! " Ucapannya tertahan, seperti ada bonggol di tenggorokan Danu.
Rio datar, sebenarnya dia risih menjadi bahan tontonan seperti ini, tetapi Danu bukanlah anak yang akan legowo ketika mendengar penolakan.
Pihak OSIS akhirnya membuat keputusan dadakan, bahwa hari ini Masa Orientasi Siswa akan diadakan pertandingan bola basket satu lawan satu antara Danu melawan Rio.
Sekolah pun semakin gemuruh dengan antusias para siswa.
Lapangan semakin sesak bahkan ada beberapa siswa melakukan taruhan ilegal untuk pertandingan tersebut.
" Ah ... Rio ! " Leo bicara lirih, seperti bicara dengan dirinya.
***
Rio melompat memeragakan caranya memasukan bola kepada Leo dan Kenita.
Pertandingan sudah usai sejak satu jam yang lalu, dengan hasil yang sama. Danu kalah telak.
" Iya gua tahu loe jago ... " Leo bicara sekalem mungkin, walau terpaksa.
" Tapi, menurut ku ... Rio emang jago main basketnya. " Kenita berujar menatap Rio, dengan pandangan berbinar penuh bangga.
Rio nyengir memamerkan gigi kepada Leo, sementara yang disenyumi mendengus, membuang muka.
" Loe nggak ingat apa, abis tanding tadi Danu hampir mukul lu ?! " Leo kesal dan kini menatap Rio sangat tajam.
" Emang kenapa ?! ... Tinggal tatap balik. " Rio tidak mau ambil pusing.
Dia kembali berjalan tenang, bukan tidak gugup atau khawatir ketika Rio melihat pandangan Danu yang mengarah padanya, setelah pertandingan dinyatakan selesai oleh pihak OSIS.
Tatapan kebencian, dimana jalan kekerasan yang akan dipilih Danu sebagai biang rusuh, entah dengan cara seperti apa Rio bisa menilai Danu dengan mendetail.
" Kamu baik-baik aja?! ... "
" Iya. "
Rio tidak banyak bicara lagi.
***
Masa orientasi berjalan begitu cepat tiba-tiba sudah malam inagurasi saja.
Dan pelajaran pertama segera dimulai semua murid antusias termasuk Rio, Leo, dan Kenita.
Kebetulan yang luar biasa Danu ternyata sekelas dengan ketiganya, dan semenjak kekalahan telak yang ia terima sampai dua kali membuat Danu menjadi dendam, dan dengan berbagai cara ia lakukan untuk mencelakai sang rival.