Pagi pun tiba.
Riena mendapati ibunya tersungkur diatas sofa di ruang tamu dalam kondisi setengah telanjang, ibunya selalu saja begitu setiap pulang kerja.
Riena tak tinggal diam, dengan tulus ia menyelimuti ibunya lalu lekas pergi mandi. Setelah mandi, Riena menyiapkan sarapannya sendiri, ia menemukan beberapa butir telur di kulkas untuk sarapannya.
Riena menggoreng telur itu sambil bernyanyi kecil, setelah telur itu matang ia pun melahapnya didampingi nasi bekas kemarin. Tak butuh waktu lama untuknya menghabiskan sarapan itu.
Melihat waktu yang semakin menipis lekas Riena memakai seragamnya. Entah mengapa hari ini, ia cukup bersemangat untuk pergi ke sekolah, belum pernah Riena merasa begitu bersemangat seumur hidupnya.
Semenjak pertemuannya dengan Jonathan kemarin, ia jadi sangat mendambakan waktu sekolah tiba. Riena yang sudah berseragam lengkap pun langsung beranjak dari rumah menuju sekolahnya.
Ia sampai disana 10 menit lebih awal, ini memungkinkan dia untuk melakukan piket sebelum murid yang lain datang. Tidak sampai sepuluh menit, tugas piket ia selesaikan.
"Fyuh..., begini lebih baik," batin Riena sambil mengusap keringat di dahinya.
Beberapa saat kemudian, datanglah murid kedua yang memasuki ruang kelas. Tidak lain itu adalah Irya.
"Ho..., rupanya sampah seperti mu juga bisa disiplin ya?"
ucap Irya setelah melihat ruang kelas yang begitu bersih.
Riena mengangguk perlahan, disini timbul rasa heran dihati Irya.
"Apa dia mulai bersemangat? kukira dia akan datang telat lagi," batin Irya sambil meletakkan tasnya diatas meja.
Irya duduk di bangkunya sambil terus memandangi Riena penuh kecurigaan, sebuah kelangkaan sosok Riena yang ia anggap sampah dan sering terlambat kini dapat datang lebih awal, hari ini dia tidak ada mood untuk membully nya.
"Biarlah, untuk apa aku memikirkan Si sampah itu? itukan urusan dia, lebih baik aku memperbaiki PR ku sekarang," batin Irya.
**********
Jam pelajaran pertama usai.
Riena bersyukur karena hari ini tidak ada yang mengganggunya.
Irya sedang tidak mood, Molid izin tidak masuk karena harus keluar kota sedangkan Dion membolos entah kemana.
Hari paling sempurna dalam hidup Riena, tak ada gangguan. Murid-murid yang lain pun hari ini tidak terlihat memiliki niatan untuk mengganggu jadi semuanya aman.
Riena dapat menghabiskan waktu istirahat nya dengan damai, dia kembali ke tempat favoritnya. Ia duduk disana dengan amat damai sambil meratapi lapangan sekolah dari jauh, ia berharap dapat melihat Jonathan bermain di lapangan lagi.
Sambil menunggu, ia membaca kembali buku cerita yang dibacanya semalam. Cerita itu nampak masih seru baginya, dia selalu ingin kembali membacanya lagi dan lagi.
Sudah sepuluh menit Riena menunggu, sosok yang ia tunggu pun tiba.
Jonathan beserta teman-temannya berkumpul di lapangan untuk bertanding, kali ini mereka akan bertanding voli dengan kelas sebelah. Semua perlengkapan untuk voli pun sudah disiapkan.
Sementara itu, tim yang akan menjadi lawan dari tim Jonathan juga sudah tiba. Mereka semua berunding untuk mengatur posisi yang tepat dalam pertandingan voli ini.
Dari kejauhan nampak Riena yang terus memandangi Jonathan tanpa berkedip, detak jantungnya seketika berdegup tak menentu.
"Ini dia, perasaan ini datang lagi, sama seperti kemarin. Jadi inikah rasa senang?" batin Riena.
Perasaan itu membuatnya tak dapat berhenti memandangi sosok Jonathan.
Beberapa menit kemudian pertandingan voli dimulai, melihat aksi Jonathan di lapangan semakin membuat perasaan di hati Riena semakin menggebu, perlahan kedua pipinya merona merah.
"Kak Jonathan hebat sekali," batin nya melihat Jonathan yang berhasil mencetak score pertama.
Selama jalannya pertandingan, Riena terpaku diam tak bergerak. Pandangannya begitu fokus pada kakak kelasnya yang sedang bertanding di lapangan sekolah.
15 menit, 25 menit, 30 menit bahkan sampai 40 menit Riena betah duduk sambil terus memandang Jonathan.
Ia tidak pernah seaneh ini sebelumnya, belum pernah ia diam selama itu meski di tempat favoritnya. Pesona ketampanan serta karisma kakaknya itu begitu membuat dirinya terhipnotis.
Hingga pertandingan voli berakhir, ia masih disana, selama Jonathan masih berada dalam jangkauan pandangnya.
Riena sampai tidak menyadari bahwa waktu istirahat telah habis, ia baru menyadarinya setelah semua murid di lapangan bubar.
"Aduh, waktu istirahat sudah habis, aku harus segera kembali."
Riena langsung buru-buru beranjak dari tempatnya, kakinya yang keram lantaran terlalu lama duduk membuatnya jatuh tersungkur. Sambil menahan keram, ia bangkit dan berjalan perlahan menuju ruang kelas.
Lorong demi lorong ia lalui hingga pada akhirnya ia sampai di depan ruang kelasnya, didepan pintu kelas terlihat sosok Annie (kakak kelasnya) yang tengah bersandar di pintu sambil asyik mengobrol dengan temannya Windi.
Melihat kehadiran kedua perempuan keji itu didepan pintu kelas, menandakan guru yang mengajar di kelas Riena masih belum datang. Riena pun memutuskan untuk menunggu dari pada terkena masalah, Ia tidak mau diinjak lagi seperti kemarin.
Riena menanti dengan sabar di balik dinding kelas sebelah, ia terus memantau kedua kakak kelasnya yang masih mengobrol di depan pintu. Sudah sepuluh menit, namun kedua kakak kelasnya tak kunjung beranjak.
Ini membuat kedua kaki Riena serasa pegal karena terlalu lama berdiri, ditengah penantiannya....
*Plek! (tepukan di pundak).
"HAAA..!!"
Jerit Riena, tersontak kaget.
Mendadak seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuatnya terkejut tak karuan.
"Ampun..., ampun....," ucapnya reflek.
"Mm..maaf, aku tidak sengaja mengejutkan mu."
Terdengar suara yang tak asing ditelinga nya, perlahan Riena memberanikan diri untuk melihat seseorang yang telah mengejutkan dirinya.
Betapa lebih terkejut lagi Riena setelah mengetahui bahwa itu adalah Jonathan yang baru saja keluar dari ruang loker, ia baru saja mengganti pakaiannya selepas olahraga tadi.
"Kau Riena, kan? sedang apa kau disini?" tanya Jonathan.
"A..., aa..., aku, aku cuma...., anu..."
Lidah Riena seketika kelu, Jonathan berada sangat dekat dihadapannya.
"Mmm..., apa kau terlambat masuk kelas?" tanya Jonathan, menduga.
"I..., iya."
"Begitu rupanya."
Melihat tingkah Riena yang amat gugup, Jonathan menduga kalau Riena takut untuk pergi ke kelas lantaran terlambat. Alasan sebenarnya dari kegugupan Riena adalah posisi Jonathan yang terlalu dekat.
"D..., dddd..., dekat sekali, kak Jonathan terlalu dekat," batin Riena, kedua pipinya pun memerah tomat.
Terlintas lah inisiatif dipikirkan Jonathan untuk membantu adik kelasnya, ia tidak mungkin membiarkan Riena yang terus saja bersembunyi di balik dinding.
"Kalau kau takut, sini kuantar," ajak Jonathan.
"Eh..., bbbb..., bukan begitu kak, anu..., aaku..."
Riena malah semakin gugup tak karuan setelah mendengar ajakan itu.
"Ayolah, nanti kau ketinggalan kelas," ucap Jonathan seraya mendorong paksa Riena.
Riena yang salah tingkah pun tidak dapat berbuat apa-apa, ia keluar dari tempat persembunyiannya lantaran paksaan dari Jonathan. Padahal dia bersembunyi untuk menghindari Annie dan Winda yang berada di depan pintu kelas.
Dengan penuh rasa takut, Riena menutup mata. Ia takut kedua kakak kelasnya akan membully nya jika mereka melihat kehadirannya.
Jonathan yang berada di belakangnya merasa terheran-heran melihat tingkah lakunya.
"Kenapa kau menutup mata? tidak ada yang perlu di takut kan," ucap Jonathan.
Riena memberanikan diri untuk membuka mata, rupanya kedua kakak kelasnya sudah beranjak dari depan pintu kelas.
"Syukurlah, mereka sudah pergi."
Riena menarik nafas lega.
Dengan begini tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Riena pun berjalan menuju ruang kelas dengan ditemani oleh Jonathan, tak henti-hentinya Riena merasa berdebar-debar ketika sedang bersama kakak kelasnya yang satu ini.
Jonathan selalu tersenyum setiap kali Riena memandang ke arahnya, menuai rasa senang yang menggebu di adik kelasnya ini. Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai di depan ruang kelas.
"Kelas mu kelihatan sepi, hanya segelintir siswa saja yang ada didalam, guru pun juga belum datang. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," ucap Jonathan, melihat keadaan kelas Riena.
"Riena, lain kali jangan terlambat lagi ya? beruntung gurumu masih belum datang. Tumben sekali, biasanya guru sudah berada di kelas sesaat setelah bel berbunyi."
"Terima kasih, kak."
"Sama-sama, nah...., kalau begitu aku pergi dulu, aku juga harus segera pergi ke kelas ku. Sampai jumpa."
Jonathan undur diri, ia pergi menjauh sambil melambaikan tangannya kepada Riena. Ia juga menunjukkan senyumannya yang karismatik, ini membuat Riena mematung selama beberapa saat.
Riena yang terdiam terus terbayang kejadian barusan, dimana posisi Jonathan begitu dekat dengannya.
"Ttt..., tadi itu dekat sekali," ucap Riena gugup.
Hal itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya merasa malu bukan kepalang. Baru kali ini ia sedekat itu dengan seorang laki-laki, ini adalah pengalaman pertama nya.
"Haduh, aku malu sekali."
Riena pun lekas kembali bangkunya lalu menutupi wajahnya dengan buku.
Bersambung.....