Chereads / Menuai Kebencian / Chapter 23 - Part 20: Bali

Chapter 23 - Part 20: Bali

"BALI HERE WE COME" teriak Amel. Saat ini Amel, Cia, Ale beserta tim devisinya sudah berada di bandara. Mereka akan terbang ke bali sekitar 10 menit lagi. Cia ke Bali untuk kerja sekaligus untuk lari.

Bali Marathon. Berkat bujukan maut seorang Ibra, akhirnya Cia mau untuk ikut event tersebut. Hitung-hitung bisa liburan juga. Kebetulan juga devisinya Bram dan Ibra ikut ke Bali karena klien ini merupakan klien besar jadi membutuhkan materi dan orang-orang yang extra.

Minggu kemarin adalah minggu yang melelahkan untuk Cia. Ia dituntut untuk menyelesaikan banyak laporan-laporan. Ditambah lagi Bram sakit. Ia sudah hampir satu minggu ini Cia tidak pulang ke rumah. Hanya tadi malam dia pulang untuk mengambil pakaian dan barang-barang yang ia butuhkan untuk ke Bali. Badannya terasa remuk kalau habis pulang kerja harus pulang ke rumah. Bisa dibilang selama seminggu ini Cia menginap di apart Bram. 3 hari yang lalu Bram sudah keluar dari rumah sakit. Namun badan Bram belum 100% fit. Ia harus tetap kontrol. Bram juga belum boleh melakukan banyak aktivitas. Jadi tetap saja Cia yang merawat Bram di apart. Meskipun begitu, Cia melakukannya dengan ikhlas. Dia juga mendapatkan tempat tinggal yang cukup nyaman dan dekat dengan kantor. Simbiosis mutualisme.

Ada sekitar 20 orang yang ikut ke Bali. Cia mengira ini adalah short getaway yang diberikan oleh kantor. Tidak bisa Cia pungkiri bahwa kantornya ini cukup 'tajir' memberi pegawainya bonus. Cia saja kalau lembur mendaptkan uang bonus hampir 300-500k, itulah mengapa Cia tidak pernah keberatan untuk lembur. Terus sekarang ia dan timnya diberi kesempatan untuk pergi ke Bali. Cia pun tau di sana ia akan kerja. Mungkin saja tidak sempat untuk liburan. Mungkin. Cia hanya menduga.

Cia dan lainnya sudah mulai masuk pesawat "Lo duduk di mana ci?" tanya Amel yang sedang mencari tempat duduknya. "C20 gue" sahut Cia melirik tiket Amel.

"Mel sini, lo sebelah gue kan?" undang Ale. Amel mencari asal suara "Ayo Ci, lo juga sebelah gue kan?" ujar Amel menggandeng tangan Cia.

Cia mengangguk dan mengikuti Amel. "Gue deket jendela" ucap Amel. Mereka berdua mengikuti keinginan Amel. Cia berada di tengah dan Ale berada di pinggir. Semenjak ayah Amel meninggal, ia menjadi cuek sekali dengan Ale. Ketika Ale meminta untuk berada di tengah, Amel langsung menolak dengan alasan ingin berada di sebelah Cia. Ale dan Cia pun menurut saja.

1 jam perjalanan terasa singkat sekali. Sebenarnya Cia baru tidur 2 jam tadi malam. Ia melembur di kantor hingga pukul 11, dan ia harus menyiapkan baju-baju yang dibutuhkan sampai pukul 1. Setelah itu Cia memutuskan untuk tidur. Ia merasa baru saja memejamkan mata, tiba-tiba ada telefon. Diangkatnya telefon tersebut dan ternyata itu pak Steven. Ia meminta revisi karena ada beberapa laporan yang salah. Ketika Cia melihat jam dindingnya, ternyata saat itu baru jam 3 pagi. Pantas saja mata Cia terasa berat sekali. Kalau itu bukan manajernya, sudah ia marahi habis-habisan. Tidak terasa, Cia menyelesaikan laporan tersebut hingga fajar datang. Sedangkan jadwal terbangnya jam 7 pagi. Alhasil, setelah menyelesaikan laporan Cia bergegas untuk mandi dan bersiap diri. Terus sekarang ia ingin melanjutkan tidurnya di pesawat tetapi Cia rasa sama saja. 1 jam memejamkan mata seperti 1 menit tidur. Cia bangun dengan keadaan pusing.

Cia berjalan dengan lunglai. Ia ingin segera sampai di hotel dan membaringkan dirinya di ranjang. "Lo kenapa deh CI?" Amel bertanya dengan nada khawatir. Cia hanya menggeleng sambil memegang kepalanya yang pusing.

Sesampainya di villa, Cia benar-benar langsung tidur. Ia sudah tidak peduli dengan segala omelan Amel yang memekakan telinga. "Ciaaa mandi dulu sana"

"Ciaaa jorok banget deh tidur pake sepatu gitu"

Mereka diberi waktu bebas di villa sampai nanti malam. Cia pun tidak tau rundown yang diberikan oleh atasannya. Yang Cia tau, nanti malam mereka akan makan malam bersama.

Meeting akan diadakan esok hari. orang-orang yang mengikuti meeting adalahh orang yang terpilih. Diantara 20 orang yang terdiri dari devisi keuangan dan SDM, hanya 5 orang yang dipilih untuk ikut meeting. Bram sudah pasti menjadi kandidat. Sejujurnya Cia ingin sekali berpartisipasi dalam meeting tersebut. Tujuannya agar klien kenal dengannya. Dengan begitu, semakin banyak orang yang mengenal Cia. Saat-saat seperti ini adalah saat semua orang mencari muka dengan pak Steven. Namun, Cia tidak minat untuk mencari muka. Ia sudah terlanjur sebal dengan perlakuan manajernya tadi malam. Ia berniat minta bantuan Bram tapi Bram bilang ia harus professional kalau di kantor. Jadilah Cia hanya pasrah, toh atasannya pasti sudah menentukan jauh-jauh hari. Cia yakin ia cukup kompeten dalam kerja. Yakin saja dulu.

"Cii cii" panggil Amel menepuk bahu Cia. "Hmm" gumam Amel.

"Ada Bram tuh" ujar Amel. Cia membuka matanya dan menemukan Bram di depan pintu. Cia beranjak dari ranjangnya. "Ngapain kesini?" tanya Cia pada Bram.

Bram tersenyum menghampiri Cia "Cepetan sana mandi" perintah Bram.

"Iya mau ngapain dulu?" tanya Cia lagi "Kalo gapenting akum au lanjut tidur aja" ucapnya sambil membaringkan diri ke ranjang lagi.

Amel berpamitan ingin keluar. Seperti biasa, Amel selalu sinis kalau ada Bram. dan Bram tidak perduli dengan itu. Cia yang jadi sungkan dengan Amel. Padahal ini kan kamar mereka berdua, tapi Amel serasa diusir. "hishh kamu main ke sini gabilang-bilang" desis Cia "Kasian Amel tuh jadi keluar"

"Ke pantai depan tuh" balas Bram sambil menujuk ke depan. Cia berfikir sejenak. Ia malas sekali mandi. "Tapi males mandi" rengek Cia. Bram menarik tangan Cia dengan paksa "Awhh Bram sakitt ihh"

Tangan Cia memerah berkat cengkraman Bram. Tanpa pikir panjang, Bram langsung meniup tangan Cia sambil mengelus. "Makanya kalo disuruh mandi jangan males"

"Dih kok gue yang salah?" kata Cia sinis lalu masuk kamar mandi. Bram menunggu di sofa.

Setelah Cia selesai mandi, ia lupa membawa pakaiannya ke dalam. Kalau ia meminta tolong Bram untuk membawakan pakaiannya ke dalam ia gengsi, kan harusnya ia marah sama Bram. Tetapi masa iya ia mau keluar hanya menggunakan handuk? Setelah berpikir cukup lama. Cia memantapkan hati untuk memaafkan Bram. "Bram" panggil Cia lembut

Tidak ada jawaban. Ia panggil sekali lagi dan tidak ada jawaban lagi. Bram udah balik ke kamarnya kali ya. Pikir Cia.

Cia pelan-pelan membuka pintu dengan menggunakan handuk. Ternyata Bram tertidur di sofa. Cia mengambil baju sambbil mengendap-ngendap. Dibukanya koper Cia pelan-pelan. "Ngapain kamu"

Cia membeku mendengar suara itu. Mati gue. Batin Cia. Cia menoleh kea rah suara berada. Ia menemukan Bram sedang duduk dengan kaki menyilang. Cia menyengir "Lupa bawa baju ke kamar mandi" kemudian Cia berlari dengan bajunya ke kamar mandi. Wajahnya sudah merah semua. Awas aja lo Bram. umpat Cia dalam hati.

***

Suasana pantai Bali selalu berbeda. Apalagi ketika sunset seperti ini. Pantai menjadi semakin indah. Cia sedang menikmati angina yang menerpa wajahnya. Emang pelarian terbaik adalah Bali. Pulau yang tidak pernah mengecewakan. Ini juga pulau impiannya untuk tinggal. Suatu hari ia akan membuat villa disini. Jadi kalau ia mau ke Bali tidak perlu menyewa villa orang lain.

Plak

"Awww" Cia melihat siapa yang menamparnya. Harusnya ini kelakuan Bram karena ia kesini hanya berdua dengan Bram. Ketika Cia mencari keberadaan Bram, ia malah menemukan sosok menyebalkan lainnya. "Ada apa ya pak?" tanya Cia sopan. Ingin rasanya Cia menggeplak balik manajer di depannya ini. Seenaknya saja main gampar-gampar orang.

Pak Steven menatap ke Cia sambil tersebut "Kamu ngapain merem-merem gitu? Bikin gemes aja pengen nabok rasanya"

Hah? Cia melongo mendengar jawaban Pak Steven. Dosa apa gue tadi malem? Tiba tiba ketemu orang ajaib macem gini. Cia memilih tidak menjawab pertanyaan pak Steven.

"Kamu tuh aslinya dari mana sih Ci?" tanya Pak Steven. Cia menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mencari keberadaan Bram. Kenapa Bram tiba-tiba menghilang?

"Saya dari Jogja Pak" jawab Cia. Pak Steven mengangguk. "Kesini sendirian?" tanya Pak Steven lagi

"Sama Bram pak" balasnya pelan.

Setelah itu mereka berdua sama sama terdiam. Cia sibuk memainkan ponselnya. Bram juga tidak membalas pesan dari Cia. Demi Tuhan, nanti sampai villa gue ga bakal mau ngomong sama dia. Sumpah Cia.

Cia pamit kepada pak Steven untuk kembali ke kamar. Pak Steven pun mengikuti Cia melangkah. Cia yang tau kalau ia diikuti menjadi kesal. "Bapak nagapain ngikutin saya?"

"Saya ga ngikutin kamu kok, emang kamar kita kan searah" sahut Pak Steven. Cia tidak perduli dengan jawaban Pak Steven. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Sebentar lagi akan ada makan malam. Cia mau bersiap-siap.

***

To be continue…

Bram kemana ya guys kira-kira? Komen di bawah yuk

Jangan lupa vote juga

Love you guys

Stay Healthy