Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 3 - Pertemuan Kedua dihari Yang Sama Yang Tidak Ia Ketahui

Chapter 3 - Pertemuan Kedua dihari Yang Sama Yang Tidak Ia Ketahui

Kota Bengkalis menjelang tengah hari. Hiruk pikuk kendaraan lalu lalang silih berganti. Walaupun tidak termasuk kota yang besar, tapi kota bengkalis tampak seperti anak kecil yang bermain dengan riang gembira. Tidak ada kata lelah.

Orang datang dari berbagai daerah untuk berbagai urusan. Ada yang datang dari kota Selatpanjang, dari Kecamatan Rupat, dari kota duri dan dari daerah lainnya yang berada dalam satu kabupaten Bengkalis.

Bengkalis ini terkenal dengan penghasilan minyaknya. Walaupun minyak tersebut tidak dihasilkan dari pulau Bengkalis ini, tapi berasal dari kota Duri, tapi dalam tata pemerintahan, pulau Bengkalis ini sudah sedari awal menjadi pusat pemerintahan Bengkalis.

Pustaka Umum Bengkalis juga terletak di pulau Bengkalis ini. Untuk selanjutnya pulau Bengkalis ini akan kita sebut sebagai kota bengkalis saja.

Jam sudah menunjukkan pukul 10.55 Wib. Di ruangan pustaka umum ini tidak terlalu banyak orang yang meminjam, mengembalikan atau membaca buku. Paling sekitar 10 orang saja.

Di salah satu meja baca yang terletak agak di sudut ruangan, tampak seorang pemuda yang sedang memegang buku yang lumayan tebal.

Serius sekali nampaknya.

Rajin sekali ia belajar, bahkan buku yang dibaca pun bukan sembarang buku. Tebal sekali. Paling tidak ia sudah membaca lebih dari seperempat dari total keseluruhan halaman buku tersebut.

Apakah bisa ia membaca dan memahami isi dari buku tersebut dengan waktu yang sesingkat itu?

Eh eh tapi tunggu dulu!

coba diperhatikan sampul buku yang dipegang pemuda tersebut!

Buku pelajaran apa dengan gambar aneh seperti itu?

Ada gambar seperti seorang remaja laki-laki yang terbang sambil mengendarai kayu. Eh itu bukan kayu, ternyata itu adalah sebuah gagang dari sebuah sapu! Aneh.

Ada tulisan 'Sorcerer's Stone' dipertengahan sampul buku tersebut. Oo rupanya pemuda itu membaca buku pelajaran versi bahasa inggris.

Hebat sekali pemuda itu!

Tapi tunggu dulu! Coba arahkan pandangan ke bagian bawah dari sampul tersebut. Disitu tertulis dengan sangat jelas, menggunakan huruf kapital semua yang membentuk huruf ' HARRY POTTER DAN BATU BERTUAH'.

Uft, ternyata pemuda itu bukan membaca buku pelajaran, bukan juga membaca buku berbahasa inggris. Ternyata yang dibacanya adalah cerita fiksi karangan J.K Rowling, dan Harry Potter dan Batu Bertuah adalah buku seri pertamanya dari 7 seri.

Ah, ternyata kita tertipu dengan pemuda itu.

Sebenarnya siapa pemuda yang kelihatan biasa-biasa saja itu?

He he ternyata pemuda itu adalah si Mumu.

Pulang dari lapangan pasir tadi, Mumu langsung ke Pustaka, karena niat awalnya memang mau ke sini.

Hari ini ia tidak ada mata kuliah, jadi di sinilah ia menghabiskan waktunya.

Tapi bukan membaca buku pelajaran atau mencari referensi untuk makalah tugas kuliah. Ia datang ke sini untuk membaca buku cerita. Buku cerita apa saja tak jadi masalah : novel biasa, novel islami, kisah pertualangan, dongeng, detektif seperti karangan Agatha Cristie pun habis dilahapnya.

Kalau mengenang kejadian tadi pagi, ia kadang-kadang nyengir-nyengir sendiri. Malu.

***

Setelah memarkirkan sepedanya, Mumu langsung masuk ke ruangan pustaka. Celingak-celinguk di antara rak-rak buku fiksi, mencari buku apa lagi yang mau dibaca.

Sekitar seperempat jam kemudian, terpandanglah ia akan sebuah buku yang tebal sekitar tiga atau 4 cm. 'Tak mungkin kamus KBBI' pikir Mumu. Kalau kamus, mengapa ditempatkan di rak buku fiksi.

Iseng diambilnya buku tersebut.

Ada gambar empat orang disampul buku tersebut. Menurut Mumu bentuk gambarnya agak kurang menarik. Yang paling depan berdiri remaja laki-laki yang mengenakan kaca mata sambil memegang besi atau tongkat kecil.

Ada tulisan Harry Potter And The Goblet Of Fire. Tulisan Goblet dan Firenya agak mencolok.

Sebelum ini Mumu memang belum pernah melihat atau mendengar cerita tentang Harry Potter.

Sampai di meja baca, mulailah ia membuka halaman demi halaman buku tersebut. Ternyata ceritanya lumayan menarik. Tapi yang jadi masalahnya, cerita tersebut tidak dari awal, seperti sudah sampai di pertengan kisah. Mumu perhatikan sekali lagi, tak ada kelihatan bahwa buku tersebut pernah sobek.

"Adik lagi baca buku apa?" tiba-tiba terdengar sebuah suara.

Dengan refleks Mumu menolehkan kepalanya. Ternyata Karyawan yang menjaga Pustaka itu yang bertanya kepada Mumu.

"Buku Harry Potter, Kak."

"Baru pertama membaca buku Harry Potter ya?"

"Iya, Kak. Dari mana Kakak tahu?" Kelihatan sekali ya jika aku ini baru pertama kali membaca buku ini, pikir Mumu.

"Buku yang kamu baca itu adalah buku Harry Potter seri yangnke empat. Coba saja cari buku seri yang pertama. Ada tu di rak bagian bawah buku khusus fiksi."

"Oo begitu ya, Kak. Terima kasih banyak, Kak." Mumu pun cepat-cepat beranjak dari situ.

Penasaran mau membaca buku Harry Potter seri yang pertama iya juga, malu ada juga. Mungkin ia disangka kuper, karena tidak tahu perkembangan terkini.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.10 wib. Di luar sana, panas terik. Awan yang berarak, hanya sekali kali menutupi matahari dan kemudian pergi lagi entah menuju kemana. Mumi menyudahi bacaannya. Di pustaka ini, buku yang tebal dan mahal seperti ini tidak bisa dipinjam untuk dibawa pulang, hanya bisa dibaca di perpustakaan saja.

Setelah mengisi buku tamu, Mumu langsung menuju parkiran, dan langsung mengayuh sepedanya ke arah Barat.

Ia ingin makan siang di warung lesehan yang berada di jalan Diponegoro. Nasi goreng di sini harganya lumayan murah, isinya juga banyak, sangat cocok untuk dompet anak-anak kos. Rencananya setelah makan siang, Mumu akan langsung ke Masjid Raya untuk sholat Zuhur. Setelah itu akan lanjut lagi baca buku di pustaka.

"Tumben sepi hari ini, Bik?"

"Iya, Nak. Tak tahu juga kenapa pengunjung sepi. Mungkin lagi ada acara, sehingga tidak makan di warung Bibik."

"Mudah-mudahan nanti ramai lagi, Bik. Biar banyak untung ya, Bik,"

"Aamiin, Semoga saja!" kata bibik penuh harap.

"O ya, mau pesan apa, Nak?"

"Biasa, Bik. Nasi goreng. Tapi telornya telor dadar saja ya, Bik. Rawitnya agak banyak tak apa-apa."

"Baik lah, nak." Bibik itu pun langsung mulai mempersiapkan bumbu-bumbu untuk masak nasi goreng.

Biasanya bibik ini dibantu oleh anaknya. Tapi hari ini, anaknya tidak kelihatan. Mumu pun tidak ada niat untuk bertanya.

Tak lama kemudian nasi gorengnya siap, tanpa banyak cincong, Mumu langsung melahap makanannya itu.

Tentunya tidak ia membaca do'a makan terlebih dahulu he he.

Kata orang-orang tua dahulu, jika perut sudah kenyang, hati pun akan senang, dan pikiran pun mulai melayang-layang.

Mungkin perkataan itu tidak sepenuhnya benar, tapi paling tidak, inilah yang dialami oleh Mumu sekarang.

Karena membersihkan Play Group yang diakibatkan banjir tadi malam, sehingga Mumu tak sempat masak, dan tentu saja ia tidak bisa sarapan.

Makanya perutnya ini lapar sekali. Jadi makan nasi goreng hari ini mempunyai fungsi ganda. Selain berfungsi sebagai pengganti sarapan pagi, juga berfungsi sebagai makan siang. Kalau untuk makan malam, nanti sore atau setelah maghrib, Mumu bisa memasaknya di Play Group tersebut.

Memang beginilah kehidupan anak kos. Terutama anak kos yang hidupnya pas-pasan. Harus pandai-pandai mengemat pengeluaran sesedikit mungkin. Sebenarnya hal ini tidak baik juga jika dipandang dari segi kesehatan.

Karena orang yang sering tidak sarapan pagi, akan membuat lambungnya sakit.

Makanya sering kita jumpai orang yang terbiasa sarapan pagi, tiba-tiba perutnya sakit, ada juga yang mual-mual seperti ingin muntah. Bahkan ada juga yang kepalanya sakit, pandangannya berkunang-kunang, gejalanya hampir sama dengan gejala orang yang darahnya rendah.

Tapi jika mengkonsumsi obat anemia, maka sakit kepala yang berkunang-kunang tersebut tidak akan hilang.

Hal ini diakibatkan salah diagnosa penyakit, sehingga salah juga penanganan terhadap sakit tersebut.

Apakah pengetahuan itu penting bagi anak-anak kos yang hidupnya pas-pasan tersebut?

Bagi Mumu atau bagi sebagian anak-anak kos yang lain, yang penting mereka bisa makan. Apakah itu sarapan pagi, makan siang dan makan malam, mereka tidak terlalu ambil pusing. Bagi mereka, yang penting dalam satu hari, ada makanan pokok yang pernah masuk ke dalam lambung mereka. Artinya mereka tidak sampai kelaparan. Untuk masalah gizi, masalah kesehatan, itu jatuh kenomor kesekian dalam pikiran mereka. Bukannya mereka tidak mau peduli, tapi kondisilah yang membuat pola pikir mereka seperti itu.

***

Saat Mumu mengayuh sepedanya keluar dari parkiran pustaka, bersamaan dengan seorang gadis yang baru datang dengan mengendarai motor matic. Karena ia menggunakan helm, jadi Mumu tak tahu, jika gadis tersebut adalah Zara, yang tadi pagi ia jumpai di Lapangan pasir. Ini adalah pertemuan kedua mereka di hari yang sama. Bedanya pada pertemuan kedua ini, Mumu tidak mengetahui, jika ia bertemu dengan Zara lagi. Jika saja ia tahu, atau jika saja ia melihat wajah Zara lagi, entah bagaimanalah sikap dan perasaannya lagi. Bisa-bisa dia lupa akan perutnya yang keroncongan.

'Eh, pemuda yang tadi pagi' gumam Zara sambil membuka helmnya.

Setelah mematut-matut majahnya sebentar di spion, baru kemudian, dia langsung masuk ke dalam gedung pustaka.

Baik pertemuan pertama atau pertemuan kedua ini, sedikitpun tidak ada membekas di hati Zara. Karena baginya Mumu itu tidak ada apa-apanya, sehingga tidak layak untuk dimasukkan dalam hati dan pikirannya.

Memang ada sedikit rasa penasaran, melihat pemuda yang sederhana tersebut mau mengunjungi pustaka.

Karena tidak mungkin pemuda tersebut mau membuat tugas kuliah. Karena tidak kelihatan ia membawa tas yang berisi laptop atau pun buku catatan.

"Kak, saya mau mengembalikan buku yang ini. Tapi buku yang satunya lagi mau diperpanjang saja waktu peminjamannya." Zara langsung menyodorkan dua buah buku ke hadapan karyawan pustaka tersebut.

"Baiklah, ada mau minjam buku yang lain lagi?" tanya karyawan tersebut dengan ramah.

"Tidak, Kak!"

"Kalau begitu baik lah Ini bukunya sudah selesai diperpanjang, sebelum keluar, tolong diisi buku tamunya ya."

"Baik, Kak." sambil menulis namanya di buku tamu tersebut, Zara iseng melihat nama di bagian atas namanya.

Nama : Mumu, Alamat : Jl. Damon Bengkalis, Pekerjaan : Mahasiswa, Tujuan : Membaca.

'Membaca' pikir Zara heran.

Jadi tujuan dia ke sini untuk membaca. Oh siapa namanya tadi? Mumu ya. Nama yang agak sedikit aneh.

Ternyata dia suka membaca. Tapi buku jenis apa yang suka dia baca?

'Eh, mengapa aku jadi penasaran begini. Kan dia tidak ada hubungannya denganku' pikir Zara.

Untunglah tidak ada orang yang memperhatikan sikapnya tadi.

***