Chereads / Alunan Nada Pelita / Chapter 6 - 5 - Pindah Tempat

Chapter 6 - 5 - Pindah Tempat

"Assalamu'alaikum, ibu... Pelita pulang." ujarnya lembut, matanya menatap jam dinding untungnya tidak terlambat pulang.

"Wa'alaikumussalam,Ibu pengen kita pindah rumah." Pelita yang belum duduk sepenuhnya kembali berdiri.

"Tapi kenapa Bu? Apakah ada orang yang menganggu ibu? Atau ada sesuatu?"

"Salah satu langganan kue ibu tau tentang identitas kamu dan ibu engga mau kamu kembali lagi ke mereka. Ibu sudah mengemas semua barang dan segeralah bersiap karena ibu sudah menyewa rumah kecil disuatu tempat." selepas mengatakan itu Hanum kembali ke dalam, Pelita tidak banyak bicara memilih mengikuti keinginan ibunya.

"Oh iya, kita pindah biar kamu engga di ganggu lagi sama laki-laki gila itu, dia kesini lagi tadi pagi membuat ibu kesal setengah mati. Masalah kuliahmu mending pindah aja jadi kuliah pekerja jadi kalian tidak akan bertemu." beberapa detik kemudian Hanum kembali keluar membawa beberapa dus berisi barang-barang mereka.

"Masuk sana ambil barang kamu." titahnya tegas tanpa membantah Pelita masuk kedalam kamarnya mengambil tas jinjing mungkin berisi seluruh pakaiannya.

"Ayo! Di dekat persimpangan ada taksi yang menunggu, ibu sengaja pesannya suasana magrib begini jadi engga bakal ada yang sadar kalau kita pergi." dengan wajah terlihat kesal Hanum berjalan keluar rumah disusul Pelita di belakangnya.

"Sesampainya disana nanti kamu harus ganti kartu ,lepas koneksi dari semua orang kecuali nomor dosen." sambil mengunci pintu rumah Hanum kembali bersuara, Pelita tidak banyak bersuara memilih menurut saja.

Mata Pelita menatap sekitar tidak ada orang yang berjalan kesana kemari karena memang ini sudah masuk waktu magrib malahan radio masjid sudah terdengar, hanya berjalan beberapa langkah taksi yang ibunya pesan sudah terlihat dan setelah memasukkan semua barang kedalam bagasi mereka masuk kedalam taksi dan untuk kesekian kalinya Pelita dan ibunya pindah rumah lagi.

"Ibu engga suka sama ibu itu, dia terlalu mencampuri urusan kita padahal dia itu engga tau apa yang telah kita alami sampai ke titik ini. Apapun akan ibu lakukan demi keselamatan kamu meskipun harus pindah beribu kali." dengan wajah tanpa senyuman Hanum bersuara disambut Pelita dengan anggukan.

"Pelita akan percaya apapun yang ibu lakukan semuanya demi keselamatan, Pelita. Terimakasih ibu karena sudah mau berbuat sejauh ini." ujar Pelita tulus,

"Ibu juga engga mau laki-laki gila itu datang terus kerumah gangguin kamu,mereka itu cuman mau nyakitin Putri ibu dan ibu tidak akan terima." Pelita tersenyum lembut, inilah ibunya walaupun terkesan bar-bar tapi sangat menyayanginya.

"Rumah dekan kamu masih disana kan?"

"Iya bu, masih disana."

"Yaudah, selepas beres-beres dan bersihin rumah baru kita kesana buat urus kepindahan kamu ke kelas pekerja aja. Kamu engga masalah kan kuliah malam?"

"Iya bu, engga papa." Hanum mengangguk puas, keduanya terdiam menikmati perjalanan menuju tempat baru mereka.

Sebenarnya Pelita agak lelah berpindah tempat terus menerus apa lagi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tapi mengingat ini demi keselamatannya dan ibunya.

"Bu."

"Ada apa? Kamu lapar?"

"Tadi aku ketemu sama keluarganya Pak Haiden, dosen baru aku itu." Hanum mematung

"Lalu?"

"Pak Haiden marah malahan mukul meja pas denger aku bercerita soal pertemuan pertama kita dulu." Hanum tertawa kecil mendengarnya dan Pelita mengerutkan keningnya bingung.

"Bu?"

"Udah, ibu malas berurusan sama mereka mending kamu fokus kuliah aja biar jadi sarjana nanti sesampainya di tempat baru ibu mau buka warung makan kebetulan uang hasil jualan kue ditempat lama lumayan." sepertinya ibunya tidak ingin membahas tentang hal itu dan Pelita hanya menurut saja.

Taksi melaju meninggalkan rumah lama Pelita, sebagai anak yang baik Pelita tidak akan banyak membantah memilih mengikuti semua apa yang Hanum inginkan, hanya Hanum yang mau menampungnya, mau memberinya perhatian penuh tanpa peduli pandangan sekitar.

Walaupun Hanum selalu berbicara seenaknya saja tapi bagi Pelita itu bukanlah masalah, Hanum adalah ibu terbaik yang tidak akan pernah Pelita tinggalkan sampai kapanpun.

"Katanya mereka adalah keluarga Ibu dan Pelita minta maaf karena memberitahu mereka tentang ibu yang masih hidup sampai sekarang ini."

"Sudahlah Pelita, kamu fokus saja dengan kuliahmu mengenai urusan keluarga lama itu jangan kamu pikirkan. Jangan lupa untuk membuang kartu lamamu," titah Hanum lagi

Pelita mengeluarkan ponselnya membuka bagian belakang dan mengeluarkan kartunya, mematahkan kartu itu tepat didepan Hanum dan ibu angkatnya tersenyum puas melihat hal itu. Sampai kapanpun Pelita akan tetap menjadi putrinya tidak akan ada yang bisa menyakitinya.

"Akan lebih berguna bagi kita untuk tidak berurusan sama mereka Pelita, hidup kita udah tenang tapi harus kacau karena sok tau ibu itu dan kelakuan gila si Git." Pelita hanya terdiam, kalau ibunya sudah dalam mode seperti ini pastinya tidak akan mau dibantah.

"Pelita,"

"Iya bu, ada apa?"

"Kamu tidak akan meninggalkan ibu kan?"

"Pelita mana mungkin meninggalkan ibu, ibu adalah prioritas Pelita saat ini. Mau mereka mengatakan seribu kekurangan ibu, Pelita tidak akan pernah mau peduli karena bagi Pelita orang yang paling utama adalah ibu." kekhawatiran Hanum langsung sirna, Pelita sudah bersamanya selama belasan tahun jadi mana mungkin anaknya meninggalkannya.

Ibu sok tau itu mungkin tidak akan tinggal diam saat mengunjungi rumahnya besok malah yang dia temukan adalah rumah kosong, tapi sekali lagi Hanum akan terus membawa Pelita bersembunyi dan mengindari semua orang, Pelita adalah miliknya dan mereka tidak boleh merenggut Pelita darinya.

"Tempat kita nanti akan ramai juga seperti sebelumnya tapi disana lebih dominan orang tidak peduli dengan sekitar, ibu hanya bisa berdoa semoga laki-laki gila itu menyerah dalam mendapatkanmu." supir taksi yang sejak tadi sibuk menyetir sedikit tersentak karena cara Hanum berbicara,

"Menduakan perasaan bukanlah kekhilafan tetapi keinginan murni dari orang itu sendiri, yang harus kamu terima adalah Git hanyalah laki-laki bodoh dan tidak tau terimakasih, sudah kuberikan kesempatan mendekati putriku malah dia duakan, cih!" wajah Hanum memperlihatkan kekesalan, Pelita mendekat dan mengelus pelan punggungnya guna menenangkan.

"Pelita tidak akan pernah menerimanya lagi, itu adalah janji Pelita pada ibu jadi tidak perlu di ungkit lagi karena itu hanya akan membuat ibu sangat kesal bukan? Mending kita pikirkan menu makanan apa yang akan kita sajikan untuk warung nanti." Pelita dapat merasakan Hanum kembali rileks tidak emosi lagi, tanpa sadar Pelita bernapas lega karenanya.

"Cukup nasi kuning aja, jadinya kamu bisa fokus bantuin ibu masak juga toh hasil masakan kita sama. Apalagi kelas pekerja kan masuknya malam itupun di akhir pekan jadi kita bisa punya banyak waktu untuk sama-sama," hati Pelita menghangat, akan sangat disayangkan kalau saja beberapa tahun lalu ia dan Hanum tidak bertemu.

"Sudah hampir sampai," Pelita menatap kedepan, taksi yang mereka tumpangi sudah memasuki desa.

Selamat datang kehidupan baru, lagi.