Chereads / Triangle of Summer / Chapter 2 - One.

Chapter 2 - One.

Pagi itu langit ibukota sangat cerah, matahari tanpa malu-malu memancarkan sinarnya, setelah kurang lebih selama dua minggu sang surya enggan menampakkan dirinya dan lebih memilih bersembunyi dibalik awan. Musim hujan, langit mendung, hawa dingin memang identik dengan penghujung tahun, banyak sekali orang-orang yang dengan setengah hati memulai hari mereka bila langit nampak kelabu, perasaan cemas akan hujan yang turun tiba-tiba selalu menghantui mereka. Namun pagi itu berbeda, semua orang dengan riang menyambut mentari yang bersinar, tak terkecuali seorang gadis yang baru saja beranjak dari tempat tidurnya dan dengan segera membuka jendela kamarnya untuk menikmati sinar matahari pagi. Senyum gadis bersurai hitam legam tersebut hampir secerah sinar mentari pagi itu. Suasana hatinya sedang sangat baik, tidurnya semalam sangat lelap dan paginya terasa sempurna saat hangatnya sinar mentari menerpa wajahnya.

"Today will be a great day" Gumam gadis itu, senyum manis masih bertengger dibibir mungilnya. Setelah dirasanya cukup untuk menikmati sinar mentari pagi, dia bergegas mengambil handuk dan melenggang ke kamar mandi, bersiap untuk memulai hari yang seharusnya sempurna itu.

Senyum kembali menghiasi wajah si gadis saat dibukanya lemari pakaian dan langsung menemukan pakaian yang sangat disukainya, paling favorit dari semua pakaian favoritnya. Segera saja dia mengenakan baju tersebut, sebuah blouse berwarna putih tulang dengan aksen pita kecil di bagian lengan kanan dan kirinya juga celana jeans high-waist berwarna hitam legam. Tak membutuhkan waktu lama untuk merasa pas dengan pakaian yang dikenakannya sekarang, dia hanya membutuhkan beberapa detik untuk melihat pantulan dirinya dicermin, merasa semuanya sempurna lalu pergi ke meja rias, membubuhkan sedikit make up di wajah mungilnya dan menata rambut hitam legam sebahunya.

knock! knock!

Terdengar suara pintu diketuk saat gadis itu sedang membubuhkan liptint orange favoritnya dan tak lama sebuah kepala menyembul dari balik pintu, menatap si gadis yang masih berkutat dengan wajahnya.

"Leda, ayo sarapan" ucap seorang dibalik pintu yang hanya memperlihatkan kepalanya, seorang laki-laki.

"Sarapan? aku belum masak pagi ini" Ucap gadis yang dipanggil Leda tersebut sembari menoleh ke arah pintu kamarnya.

"Iya, Lyra yang masak pagi ini. A basic toast ... bacon and egg but pretty tasty" Jawab laki-laki tersebut, kali ini sambil membuka pintu kamar Leda agak lebar dan membiarkan badan tegapnya terlihat.

"Lyra? masak? sarapan? wow... aku nggak ulang tahun hari ini kan?" Timpal Leda, terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari bibir lelaki tersebut.

"Hey, Don't be like that to your sister" Kata sang adam diikuti sebuah senyuman, "Ayo turun sebelum Lyra menyeretmu" Lanjutnya kemudian menghilang di balik pintu.

Leda hanya mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban, kembali memeriksa pantulan wajah berserinya dicermin lalu bangkit dari kursi yang didudukinya, melangkahkan kakinya keluar kamar untuk menemui adik perempuan dan kakak laki-lakinya di meja makan.

Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu yang tertutup apron tampak sedang sibuk menata beberapa beef bacon dan keju diatas sepotong roti yang telah dipanggang sebelumnya, gadis bertubuh mungil tersebut dengan hati-hati membubuhkan mayones dan saus tomat ke atas tumpukan bacon, agar tidak berantakan dan agar tidak kena marah kakaknya. Senyum manis terukir diwajahnya saat dirasanya toast yang dia buat sempurna. Gadis itu menoleh ke arah tangga rumah saat dia mendengar langkah kaki seseorang menuruni tangga, senyum kecil diwajahnya tadi melebar saat mata abu-abunya bertemu dengan mata Leda, merasa sangat bangga karena dia bisa bangun pagi dan memasak sarapan untuk kedua kakaknya.

"Aku bisa bangun pagi dan memasak!" Kata gadis mungil itu sembari mengangkat toast yang dia buat, memerkannya ke arah Leda.

"Pencapaian terhebat tahun ini untuk seorang Lyra Vega Pranadipa" Komentar Leda sambil tepuk tangan kemudian menarik satu kursi di meja makan, duduk berseberangan dengan sang kakak laki-laki yang asik membaca koran sambil menikmati secangkir teh.

"Hey!! Aku terpilih jadi ketua osis tahun ini! Aku mendapat ranking satu dikelasku! Dan aku mendapat tawaran menjadi seorang model amatir untuk butik mamanya temanku! Itu pencapaian luar biasa tahun ini!!" Protes Lyra sambil menaruk sepiring toast di depan Leda kemudian duduk di sebelahya, memerhatikan sang kakak yang hanya tertawa lalu mulai mencicipi toast buatannya.

"Is it great?" Tanya Lyra dengan mata berbinar

"Great! You're doing a good job" Komentar Leda setelah mencicipi toast buatan adiknya.

"Yeyy. Okay, aku akan berangkat sekolah dulu" Kata Lyra akhirnya, masih dengan senyum yang mengembang di bibirnya, dia melepas apron yang dikenakannya, meletakkannya dikursi tempatnya duduk lalu meraih tas sekolah yang daritadi bertengger di kaki meja makan.

"Aku antar" Celetuk sang kakak laki-laki sembari melipat koran yang dibacanya lalu meneguk habis earl grey tea yang sudah setengah dingin dihadapannya.

Lyra hanya mendengus mendengar kata-kata sang kakak, senyum cerah diwajahnya tadi lenyap, digantikan pandangan dingin yang mengarah ke satu-satunya laki-laki dirumah itu.

"Nggak usah tiba-tiba sok perhatian" komentar Lyra dingin lalu melangkah cepat keluar rumah, ingin cepat-cepat pergi dari hadapan kakak laki-lakinya.

Sementara sang kakak laki-laki hanya menghela nafas melihat adik kecilnya pergi dengan sikap dingin, kemudian kembali duduk, menghela nafas berat sekali lagi lalu memandang Leda dengan tatapan penuh tanya.

"Apa?" Tanya Leda, saat dia merasakan mata abu-abu sang kakak yang menatapnya lekat.

"Sudah satu tahun dan Lyra masih seperti ini?" Tanya laki-laki itu, lebih ke dirinya sendiri.

"Aku akan bersikap sama seperti Lyra seandainya aku tak mau memahami kenapa kau pergi begitu saja sebelas tahun yang lalu dan kembali sebagai orang yang benar-benar berbeda. Lyra baru berumur empat tahun waktu itu, orang tua kita meninggal secara mendadak, dia membutuhkan kakak laki-lakinya tapi kau pergi. Well... aku sama sekali tak menyalahkanmu, kau pergi juga untukku dan Lyra, tapi bagi Lyra.. dia lebih senang tinggal di panti asuhan dengan sedikit kekurangan bersama dua kakaknya daripada harus terpisah demi kehidupan yang layak di masa depan. Kau tahu... sejak dulu kau dan Lyra memang sangat bertolak belakang, Lyra tak mau mengerti apa yang kau pikirkan, dan kau pun tak mau mengerti apa yang Lyra pikirkan. Aku hanya akan diam... karna saat aku bersama Lyra, harus hidup terpisah darimu selama sepuluh tahun setelah orang tua kita meninggal itu merupakan hal yang sangat berat, dan saat aku bersamamu, harus melihat Lyra yang serba kekurangan selama di panti asuhan itu juga sangat berat. Aku sudah mengatakan hal ini kepada kalian berdua entah berapa kali selama satu tahun terakhir sejak kita kembali hidup bersama, dan kalian berdua sama-sama tetap tak mau mengerti. Jadi aku hanya akan diam." Kata Leda panjang lebar kemudian kembali melanjutkan memakan toastnya. "Lyra tetap sangat menyayangimu, well.. siapa yang tidak, hanya Ezio Altair Pranadipa yang diakui oleh keluarga besar Pranadipa-

"Mereka hanya memberiku pekerjaan, bukan mengakuiku" Sergah Zio, memotong kata-kata adiknya.

"Pekerjaan, dan sekolah tinggi di luar negeri, dan fasilitas lainnya untuk bisa menjadikanmu pantas sebagai penerus keluarga Pranadipa. Pagiku seharusnya sempurna, aku tak ingin membahas hal ini lagi, sabar saja.. Lyra pasti akan membuka hatinya untukmu nanti" Kata Leda tegas, memandang lekat kakaknya, tatapannya sedingin Lyra namun kembali menghangat saat dia melihat tatapan hampa dan sedih di mata abu-abu sang kakak, Leda tahu benar bahwa Zio tidak bahagia sama sekali saat harus terpisah dari dua adiknya, Zio tidak pernah bahagia diakui oleh keluarga sang ayah, tapi kebahagiaanya di nomor kesekian, hidup layak untuk Leda dan Lyra adalah nomor satu, hidup tanpa kekurangan untuk kedua adiknya adalah prioritas, dan Leda tahu benar bahwa untuk mencapai itu semua, Zio mengorbankan kebahagiannya sendiri, mungkin juga kebahagiaan kedua adiknya.