Chereads / Samvittighed / Chapter 1 - Prakata dalam sebuah nostalgia

Samvittighed

🇮🇩Naa_R
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prakata dalam sebuah nostalgia

"Dia pamit bukan berarti ia benar-benar ingin pergi. Ia terpaksa meski terasa sulit, meninggalkan semua kisahnya dipenjara suci yang ia pijaki selama hampir tiga tahun ini."

Ada hati yang menantimu, bergetar hebat namun terasa menusuk. Ketidak tahuan akan perasaanmu membuatnya frustasi, haruskah menyerah atau bertahan pada sesuatu yang tak ia ketahui.

Ia berdiri diatas kakinya, menopang rasa yang kian hari kian menumpuk didada. Bukannya terbebani, ia justru tersenyum sepanjang hari. Sayangnya, kau tak melihat itu.

Ia melangkah ringan menyusuri jalanan, berharap suatu saat nanti langkahmu kan bersisian, namun ketika ia melihat kedepan, punggung tegapmu justru menghilang diujung jalan.

Ia sadar ia masih lima belas tahun ketika rasa itu muncul, kiranya akan menghilang, namun diusianya yang ketujuh belas, justru semakin menumpuk.

Terkadang ia sedih melihat raut kegagalan terpatri diwajahmu. Dan saat itulah, dia melangkah menjauh meski hati meminta mendekat, agar tak menambah buruk suasana hatimu.

Adakala kau melihatnya, dan ia berpaling darimu. Bukan berarti ia menghindar, hanya menyelamatkan hatinya yang bak genderang.

Seandainya kau tahu, berlembar-lembar kertas sudah penuh ia ceritakan tentangmu. Apakah ada selembar kertas untuknya dari bukumu?

Bahkan ketika ia tengah dilanda masalah, namamu tak luput dari doanya kala malam itu.

Seandainya ia bisa melihat masa depan, ingin rasanya ia untuk melihat apakah kedepannya kau akan berakhir pada rasa yang sama atau justru lenyap tak bersisa dari kisahnya.

Namanya, 'Dia' apakah kau mengenalnya? Itu loh, seorang gadis yang selalu memperhatikanmu dari jauh. Sudah ingat?

Dulu umurnya lima belas tahun, sama sepertimu. Sekarang tujuh belas tahun, kau juga begitu. Ternyata kalian meningkahinya dengan cara yang tak jauh berbeda, dia yang terus diam dan kau yang tak peka.

Ada cemburu yang terselip dihatinya, padamnya ketika ia sadar bahwa tak sepantasnya ia merasa cemburu.

Ada rindu yang membuatnya mengalah, mengalah untuk mengalir saja dalam rasa tak berkesudahan.

Ia sendiri berdiri dengan hati yang ragu, rasa takut dan juga cemburu, namun apa yang bisa ia lakukan? Kau bahkan tidak bergerak seinch pun untuk melihat langkah pelannya.

Kau tak tahu betapa ia begitu ragu untuk menatapmu, takut jika itu justru membuatmu membencinya. Padahal nyatanya kau sama sekali tampak tak perduli. Adakah sedikit dari hatimu tergerak?

Kau tak tahu, berjuang atau pun berdiam diri sama saja baginya. ingin melupakanmu, namun jauh lebih sulit karena ia telah terbiasa akan hadirmu, meski ia tahu, hadirnya bagaikan angin bagimu.

Gadis yang mencintaimu berkaca, ia sadar betapa tak pantasnya ia berada disisimu. Berulangkali pun ia menatap pantulan dirinya dicermin, tak merubah kenyataan bahwa ia merasa tak pantas.

Sedikit demi sedikit ia mencoba melupakanmu, namun bagian dari melupakan ternyata adalah ; mengingatnya kembali.

Suatu kali ia berpapasan denganmu, jantungnya berdebar hebat. Namun logikanya menjerit, ia menyadari kedudukannya.

Ia menghabiskan sebagian dari waktu sibuknya untuk memperhatikanmu, memandangmu dan mengagumimu. Meski ia sadar, waktu yang telah ia habiskan tak berarti apa-apa untukmu.

Ketika ia mencoba menghindar darimu, ia sadar bahwa konsekuensinya adalah menanggung rindu.

Kau tahu? tampaknya ia ikut andil dalam setiap langkahmu. Seperti mendoakan salah satunya.

Ia adalah gadis bodoh, rela menekan dalam-dalam lukanya agar terlihat baik-baik saja, meski kenyataannya justru membuat lukanya kembali basah.

Ia sendiri tak tahu harus berkata apa, hatinya yang berperan, dan masalah hati begitu rumit untuk diungkapkan. Seperti cinta misalnya.

Bagian tersakit dari mencintai adalah; bertepuk sebelah tangan, dikhinati, dan ditinggal tanpa alasan.

Tidak semua berjuang tentang tindakan, terkadang hanya butuh diam dan biarkan.

Impiannya terhadapmu terlalu tinggi, maka sakitnya pun akan sepadan.

Kau adalah angan baginya, dan dia tampaknya hanyalah angin bagimu.

Ia memilih bungkan, karena ia ragu untuk ungkapkan. Kembali pada alasan yang sama, 'ia takut kau akan membencinya.'

Kemungkinan terbesar dari memendam rasa adalah ikut terkubur didalamnya

Terkadang ia iri, pada teman-temanmu yang dengan mudahnya kau ajak bercanda. Sedangkan ia tak pernah kau ajak bicara.

Hatinya mungkin masih terisi namamu, mungkin terlalu dalam, mungkin sudah berakar, dan mungkin masih mungkin.

Dia mengibaratkan dirimuu layaknya senja, dan dia sendiri adalah malamnya, yang tak bisa berdampingan karena kau berlalu ketika ia datang.

Dia tersenyum meski hatinya meredup, berharap jika kau melihatnya ia tetap selalu berbahagia. Meski dalam hati ia remuk.

Jika dia nahkoda, kau pasti berakhir pada status 'ujung lautan'. Tak pernah bisa ditemukan.

Baginya, memecahkan teka-teki perasaanmu sesulit ia memecahkan sebuah atom.

Sepertinya dia harus belajar 'menyerah' karena tampaknya kau tak bisa diraih.

Kata Dilan, 'jangan rindu, rindu itu berat. Kamu gak akan kuat, biar aku saja.' Kata Dia, 'jangan mimpi, mimpi itu dusta. Aku tak akan kuat, menyerah saja'

Some people get new cover at new place.

Everyday may not always be good. But there is something good in everyday

Pain give a lesson. Not fall at same rules again

Dia menutup lembaran bukunya yang telah penuh, ia sadar tak ada lagi ruang untuk bercerita tentangmu. Maka dari itu, dia pamit.

Katanya, "suatu saat nanti, jika kita dipertemukan. Aku harap jika kau masih sama, rasaku sudah menghilang sejak aku mengatakan, "saya pamit."

Dia menatap cermin, untuk kesekian kalinya, dan mendapati aku berada diposisinya kini, sembari memegang buku, dan secara bersamaan mengatakan, 'saya pamit'

'kau tak pernah tahu jika tidak mengalaminya, dan yang mengalami akan sangat sulit untuk mengungkapkan betapa gadis bodoh itu adalah dirinya. Namun pembaca butuh kejelasan, dan Dia jujur, dengan menunjuk cermin yang berada dihadapannya. Dan berakhir, akulah pemerannya."