Chereads / Crazy Love Of CEO / Chapter 26 - Tercekik

Chapter 26 - Tercekik

Tasya memegang pipinya yang terasa sakit lalu ia menatap tajam Arga.

"Ya apalagi kalau bukan gadis bodoh, dia memilih laki-laki yang sama bodohnya dengan gadismu itu," ejek Tasya.

Bugh

Tubuh Tasya terdorong hingga ke pintu.

"Arghh!" teriak Tasya.

"Hahaha, kau tidak lebih bodoh, bukan? Ke kantor gue hanya untuk jadi sarana pelampiasan amarah gue," balas Arga dengan nada mengejek.

Tasya meringis kesakitan berusaha bangun sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Tasya melihat Arga melangkah mendekat ke arahnya seketika membuat tubuhnya bergetar hebat. Dia tidak menyangka akan bertemu monster berparas tampan saat ini. Tasya yang sangat ketakutan Tasya berancang-ancang berlari melewati Arga.

Wuss

Arga yang mau menangkap tangan Tasya tidak tergapai. 

Tasya berjalan menuju meja kerja Arga. Saat sudah di dekat meja Arga, Tasya melihat foto Sienna yang merupakan gadis yang disukai Arga membuatnya sangat muak.

"Tasya, jangan berani kau sentuh foto gadisku!" teriak Arga.

"Aku gadismu, Arga. Kamu telah dijodohkan denganku tapi kamu masih saja memajang foto gadis ini," balas Tasya dengan nada mengejek sambil mengambil foto itu dari meja.

"Letakkan, Tasya. Atau gue bakal buat lu menyesal," desis Arga tajam.

"Hahaha, cinta masa lalumu ini membuatku muak, Sayang," desis Tasya.

"Tasya, letakkan!" perintah Arga yang melangkah mendekat ke arah Tasya.

"Aku kekasihmu sekarang, Arga. Aku akan membuang foto ini," balas Tasya menantang Arga.

"Apa? Kekasih gue, sejak kapan? Keluarga lu itu sangat menjijikan. Mendekati orang-orang yang memiliki kekayaan di atas kalian demi harta. Kau tidak pernah menyukai gue, gue tahu itu," desis arga tajam. Matanya sudah menggelap dan rahangnya mengeras, emosinya sudah sangat tersulut saat ini.

Prang

Bingkai foto tersebut dijatuhkan oleh Tasya.

"Sialan!" teriak Arga.

Arga menatap tajam Tasya dengan napasnya yang memburu dan urat-urat di lehernya yang sudah tampak jelas. Arga menggeram melihat foto Sienna jatuh bahkan fotonya tergores oleh pecahan kaca.

"kenapa, pecundang? Kau ingin menjilat foto itu seperti anjing gila yang tidak bisa move on," kata Tasya sambil berjalan melewati Arga setelah memecahkan foto Sienna.

"Buka pintunya, Arga. Aku mau pulang, aku sangat muak melihat foto mantanmu," pinta Tasya.

"Tasya," panggil Arga.

"Wow, akhirnya kamu memanggil namaku dengan lembut," balas Tasya.

Arga yang berdiri dibalik tubuh Tasya menampilkan seringai yang mengerikan saat ini. Tasya membalikkan tubuhnya menghadap ke Arga.

"Arghhh!" teriak Tasya sangat kencang.

Sebuah pisau tajam menancap di pipi Tasya membuat Tasya terjatuh ke lantai dengan bercak darah menghiasi wajahnya. Tasya memegang wajahnya dengan gemetar, menyentuh pipinya yang tertusuk hingga ke dalam, belum menyentuh rongga mulutnya tapi saat ini pipinya terlihat bolong. Dia melihat tangannya berlumuran darah dan ada daging copot dari pipinya merasakan sakit yang luar biasa pada pipinya. Air mata mulai membasahi pipinya bercampur dengan darah di wajahnya.

Arga memperhatikan wajah Tasya yang berlumuran darah menampilkan senyum yang mengerikan. 

"Wah, wajahmu jadi cantik, Tasya," puji Arga dengan senyum lebarnya.

Arga semakin mendekat ke arah Tasya membuat Tasya memundurkan tubuhnya hingga terbentur pintu.

Auh huhu

Tasya yang tidak mampu berkata-kata hanya bisa menyeret tubuhnya menjauh dari Arga.

"Tuan!" teriak Alex yang terkejut melihat banyak darah di lantai kantor tuannya.

Alex bergidik ngeri melihat wajah gadis yang dijodohkan oleh orang tua Arga, sekarang wajahnya bersimbah darah.

"Apa yang kau lakukan, Alex? Kenapa ke sini tanpa izin dari saya?" tanya Arga dengan nada ingin membunuh.

"Maaf, Tuan. Mamanya Tuan sekarang berada di Amerika dan sedang menuju perusahaan ini," jawab Alex menunduk.

"Kali ini lu selamat, Tasya. Lakukan operasi plastik pada wajahmu atau wajahmu akan perlahan membusuk," kata Arga terkekeh.

"Tolong," pinta Tasya yang berada di bawah kaki Alex.

Alex tiba-tiba berlari menuju kamar mandi dan muntah, ia sangat jijik melihat darah. Sedangkan Arga mendengus kesal melihat asistennya yang sangat lugu. Tidak lama Alex datang dengan ponsel sudah menempel di telinganya, dia menelpon ambulans untuk menjemput Tasya. Arga yang sudah duduk di sofa hanya memandang Tasya yang sudah lemas antara hidup dan mati.

"Tuan, sebentar lagi Ambulans datang untuk menjemput Nona Tasya," kata Alex.

"gue enggak peduli, bodoh. Biarin saja dia mati," balas Arga dengan smirk miringnya.

Alex yang muak dengan tuannya pergi keluar dari ruangan sambil membantu Tasya untuk berdiri dan berjalan menuju lobby. Tasya menatap nanar ke arah Arga yang tidak memperdulikannya sama sekali. Alex dan Tasya sudah keluar dari ruang kerja Arga.

Bugh

Arga terkejut dengan suara bantingan pintu ruangannya.

"Apa sih!" teriak Arga.

"Apa kamu ingin menusuk wajah Mama juga?" tanya Reine dengan tatapan tajamnya.

"Ohh Mamaku sayang, aku rindu banget sama Mama. Duduk dulu, Ma," kata Arga sambil bangkit dari duduknya lalu ia memeluk mamanya dengan erat.

Reine mendudukkan dirinya tepat di depan putranya.

"Apa yang kamu lakukan pada Tasya hah?!" bentak Reine. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat tadi, pisau tertancap di wajah seorang gadis, Arga benar-benar sudah gila.

"Ma, easy. Aku hanya bersenang-senang saja tadi," balas Arga dengan smirk miringnya.

"Mama ogah kalau punya menantu cacat," kata Reine.

"Ya sudah, aku juga tidak mau punya kekasih seperti dia. Mama kan tahu aku masih sangat menyukai Sienna. Mama bilang Mama akan mempertemukanku dengan Sienna, kapan, Ma?" kata Arga frustasi.

Reine menghelakan napasnya.

"Sekali-sekali kamu sabar, Arga. Mama tidak mungkin berbohong padamu," balas Reine lembut.

"Iya, Mama tidak membohongiku, tetapi menjodohkanku dengan gadis lain. Apa itu bisa disebut tidak berbohong?" tanya Arga tajam.

"Apa kamu sudah tahu, Siennamu itu akan segera menikah? Lupakanlah, biarkan dia bahagia bersama calon suaminya," kata Reine.

Arga terkejut mendengar berita yang tidak ingin dia dengar. Ternyata benar, gadisnya, pujaan hatinya akan pergi menikah dengan pria lain.

"Tidak!" teriak Arga.

"Arga, lepaskan Mama!" teriak Reine terkejut saat lehernya dicengkram oleh Arga anaknya. Oksigen di dalam tubuh Reine mulai menipis.

"Mama dan papa memang pembohong. Aku sudah melakukan apa yang kalian mau tapi apa yang kalian lakukan, kalian benar-benar membuatku terhina saat ini," kata Arga lirih masih mencekik leher mamanya.

Bugh

Reine menendang kaki putranya. 

"Arghh!" teriak Arga.

Reine berlari ke arah pintu lalu ia menekan tombol di ponselnya, menelepon Roman papanya Arga.

"Papa tolong angkat," kata Reine sambil terisak. Dia seperti tidak mengenali putranya.

Brak

Ponsel Reine terhempas dari tangannya.

"kenapa, Ma? Takut sama darah daging Mama sendiri hmm?" tanya Arga dengan tawa mengerikannya.

"Arga, jangan seperti ini sama Mama, Mama yang melahirkan kamu. Jangan jadi anak durhaka!" teriak Reine sambil menitikkan air matanya.

Arga melihat telepon mamanya sudah tersambung ke papanya mengambil ponsel mamanya lalu ia memberikan ponsel tersebut ke Reine setelah mengaktifkan loudspeaker.

"Sayang, ada apa? Kamu di mana? Hallo," tanya Roman di seberang sana. 

"Ma, mau mengucapkan kata perpisahan kepada papa? Biar kalian tahu bagaimana rasanya dipisahkan oleh orang yang kalian cintai," lirih Arga.