Chereads / Miss Perfect / Chapter 3 - Cafe Benazir

Chapter 3 - Cafe Benazir

Semilir angin menerpa wajah Amanda yang berhelm bogo, kehadirannya terasa walau sekadar mengusir panas yang cukup menyengat. Posisi duduknya yang miring saat naik motor bersama dengan Arios itu memaksa dirinya harus memeluk pinggang kakak kelasnya.

Awalnya dia agak sungkan melakukannya karena dia tidak begitu mengenal Arios, walaupun sebenarnya benaknya dipenuhi wajah pemuda itu setiap malam. Imajinasi ternyata berbeda dengan kenyataan yang dialaminya hari ini, saat terjebak dalam posisi sekarang tetap saja ada gugup yang menyertai. Dari sekian banyak pemuda yang berniat mendekatinya, hanya pemuda inilah yang berhasil mencuri perhatian Amanda. Walaupun Arios tidak ikut menjadi orang-orang yang mengantri mendekatinya, dia hanya masuk perlahan ke benak gadis itu dan menetap di sana.

Laju motor sport itu tidak seperti sebelumnya, sepertinya Arios mengurangi tarikan gasnya dan mengambil posisi kiri di mana ada sebuah cafe dua lantai di sana. Cafe Benazir tertuliskan di bagian atas bangunan itu. Amanda bertanya kepada dirinya sendiri mengapa Kakak kelasnya itu tidak bertanya dulu apakah dia bersedia atau tidak diajak ke sini, walaupun jawabannya pasti mau.

Pemuda itu memarkirkan motornya berdampingan dengan motor-motor pengunjung lainnya. Sebuah suara peluit terdengar dari pojok depan cafe dan seorang Tukang Parkir berdiri menghampiri. Sebuah tiket diberikan oleh pemuda berseragam bertuliskan Parkmen di dada sebelah kiri. Amanda menduga usianya masih seumuran dengan dirinya atau kakak kelasnya.

Arios turun dari motor lalu melepaskan hem full facenya, sebuah senyuman mengembang yang disambut tertawa tukang parkir itu melihat wajah kakak kelas Amanda.

"Sudah gue duga ini motor lu, Bro," kata Tukang Parkir itu sambil mengangkat tangan kanannya yang disambut tangan kanan Arios, mereka melakukan tos lalu berjabat tangan dengan erat. Amanda menyimpulkan bahwa Tukang Parkir ini adalah sahabat baik kakak kelasnya.

"Apa kabar, Men?" tanya Arios sambil meletakkan helmnya di atas jok.

"Seperti yang lu lihat, Bro. Kayak begini lah gue sekarang. Jadi tukang parkir di cafe."

"Tukang parkir itu bukan pekerjaan yang hina, Men. Ini adalah pekerjaan halal." Arios menepuk-nepuk punggung sahabatnya. "Oh iya, ini teman gue, namanya Manda. Manda ini sahabat baik aku, namanya Lucky."

Manda mengangguk ke arah pemuda berkemeja berwarna hijau itu yang lalu disambut dengan anggukan kepala Lucky.

"Lucky ini pernah bersekolah di sekolah kita, SMA Pilar Bangsa. Dia sekelas denganku dulu. Namun ada sedikit masalah yang menyebabkan dia harus lulus dengan premature," jelas Arios.

"Bilang aja gue dikeluarin dari sekolah, Bro. Mengapa jadi panjang banget istilah yang lu sebutkan tadi." Lucky tertawa yang disambut dengan tertawa Arios.

"Apapun istilahnya lu tetap teman gue, Men," kata Arios sambil melakuan tos lagi dengan Lucky.

"Thank you, Bro. Lu memang sahabat yang luar biasa."

"Pastilah, tetapi gue hanya meniru keluar biasaan lu aja, gue belajar itu dari lu, Men. Ikut ke dalam yuk, gue dan Manda mau makan siang."

"Tawaran yang menarik sekali, Bro. Tapi gue enggak bisa karena masih kerja 'ni, lagian gue enggak mau menganggu kalian, nanti kehadiran gue malah jadi nyamuk. Kalian masuk saja deh."

"Oke deh kalau begitu. Gue cabut ya, Men. Kalau mau nyusul ke dalam saja."

"Okey, makan yang banyak supaya bisa menghadapi kenyataan, Bro," ujar Lucky sambil tertawa yang disambut tertawa sahabatnya.

Arios dan Amanda meninggalkan Lucky yang kemudian nampak sibuk lagi sepeninggal mereka dikarenakan beberapa motor pengunjung cafe berseragam SMA datang secara bersamaan. Kedua siswa SMA Pilar Bangsa itu menaiki tangga menuju lantai dua dan memilih posisi duduk paling pinggir, di sana mata mereka bisa menjangkau lalu lalang mobil dari posisi mereka duduk.

"Maaf, aku tadi enggak sempat bertanya dulu kepada kamu tentang makan siang dulu di cafe ini, Manda," ujar Arios sesaat mereka duduk, dia menyematkan sebuah senyum kecil saat menggenapkan kalimatnya.

"Enggak apa-apa, Kak. Kebetulan banget aku juga sudah lapar, tadi pagi enggak sempat sarapan soalnya."

"Oh, syukurlah jika tak apa-apa, aku khawatir kamu enggak nyaman jika ternyata kita berhenti di sini dulu. Aku juga khawatir pertemuan kita yang pertama kali ini meninggalkan kesan enggak baik karena aku mungkin akan terlihat egois di matamu."

"Enggak apa-apa, Kak. It's fine." Amanda menghiasi wajahnya dengan sebuah senyuman. Dalam hatinya dia bersyukur sekali mereka mampir dulu ke cafe ini, bukan hanya karena cacing-cacing di perutnya sudah meminta jatah, hal ini juga berarti dia akan lebih lama menikmati waktu bersama dengan kakak kelas idolanya. Jangankan hanya sekadar makan siang, menemani seluruh waktu makannya juga gadis itu sangat senang sekali, Bisa berada di samping pemuda itu pasti akan menjadi mimpi paling manis yang berhasil terwujud.

Arios meraih kertas menu yang ada di meja, lalu diberikan ke Amanda. Gadis itu gelagapan karena tertangkap basah sedang memandangi sosok di depannya.

"Kamu mau pesan apa, Manda?"

"Kakak sudah menentukan pesanan?"

"Aku sudah, walau tanpa melihat isi kertas menu cafe. Aku suka nasi goreng di sini, Manda."

"Boleh, aku juga mau coba nasi gorengnya, Kak." Kalimat Amanda disambut dengan anggukan Arios. Pemuda itu mengangkat tangannya ke arah pelayan cafe yang berdiri di pojok cafe dengan teman seprofesinya. Gadis berambut sebahu itu melangkah mendekat dengan sebuah notes di tangannya. Dia lalu berdiri di samping meja mereka dengan sebuah senyum kecil di ujung bibirnya.

"Mau pesan apa, Kak?" tanya gadis itu sambil bersiap menuliskan pesanan kedua orang yang ada di hadapannya.

"Nasi goreng dua ya, Kak," kata Arios sambil menoleh ke arah pelayan itu.

"Baik, nasi goreng dua. Minumnya apa, Kak?"

"Air mineral dua yang dingin."

"Baik, nasi goreng dua dan air mineral dua. Ada lagi yang dipesan, Kak?" Gadis itu masih menempelkan pulpennya di atas notes.

"Manda? Kamu mau pesan apa lagi?" Arios mengalihkan pandangannya ke gadis berhidung bangir yang duduk di depannya.

"Aku tambah jus mangga, Kak."

"Tambah jus mangga dua ya, Mbak." Apa yang diucapkan oleh Arios dicatat pelayan cafe itu.

"Baik, Kak. Ada lagi?"

"Itu saja dulu."

"Baik, ditunggu pesanannya ya, Kak." Pelayan itu mengayunkan langkahnya menjauhi meja kedua pengunjung cafe yang berseragam sekolah itu.

"Kakak sering kesini ya?" ujar Amanda memecah kesunyian yang tercipta sesaat.

"Iya, sering. Biasanya aku pulang sekolah ke sini untuk makan siang dan menunya adalah selalu nasi goreng."

"Selalu makan nasi goreng, Kak?" tanya Amanda dengan wajah serius.

"Iya." Arios menggenapkan kalimat pendeknya itu dengan sebuah senyum kecil.

"Enggak bosan, Kak?"

"Enggak, aku ini type orang yang enggak mau ribet, Manda. Aku enggak mau otakku pusing harus pesan apa dari banyaknya menu cafe yang ditawarkan. Pertama kali ke sini aku mau coba nasi gorengnya dan akhirnya menjadi ketagihan, setiap ke sini jadi memesan menu yang sama terus."

"I see," Manda tersenyum kecil. "Hari ini aku bahagia sekali, Kak."

"Bahagia? Karena akan makan nasi goreng di sini, Manda?" Arios mengernyitkan dahinya.

"Bukan nasi gorengnya, Kak. Tetapi dengan siapa aku akan menikmati nasi gorengnya."

"Maksud kamu bagaimana, Manda?"

"Sejak pertama kali masuk SMA Pilar Bangsa, otakku selalu terganggu dengan gunjingan siswi di sekolah yang selalu menyebutkan nama Kak Arios. Waktu itu aku kepo banget yang mana sebenarnya yang menjadi siswa favorit itu, hari ini keinginanku bukan hanya terwujud tetapi lebih dari itu."

"Wow," Arios tertawa mendengar cerita Amanda. "Kisah milikku agak mirip, Manda. Aku juga mendengar gunjingan sejenis tentang siswi baru yang dalam beberapa bulan menjadi buah bibir penghuni sekolah, mulai dari siswa, guru dan kepala sekolah. Juara kelas dan juga juara sekolah, memiliki nilai akademis paling tinggi di antara ratusan siswa, luar biasa sekali. Awalnya sih aku berpikir biasanya perempuan yang pintar itu jauh dari kata cantik, apalagi sempurna. Ternyata pikiranku berkhianat karena justru yang dihadapanku kali ini adalah sosok bidadari tanpa cela."

"Terlalu berlebihan kalimatnya itu, Kak. Beruntung yang Kakak bicarakan itu aku karena aku bukanlah bidadari. Aku pun banyak cela yang kusembunyikan dari khalayak."

Arios tersenyum dan merayapi wajah gadis di depannya dengan kedua matanya, benar-benar sosok dengan kecantikan yang membius sekali. Mata bulat berwarna cokelat yang selalu berbinar, hidung bangir berhias dengan senyum manisnya. Jika bibirnya itu melengkung mengukir sebuah senyuman siapapun yang melihatnya akan menagih untuk melihatnya kembali. Kulit putihnya bersinar terang karena terpantul dari sweater warna kuning yang dikenakannya.