Chereads / Weird : Road to Hell / Chapter 3 - BAB 3 : WHEN I MEET HIM

Chapter 3 - BAB 3 : WHEN I MEET HIM

Hari sudah semakin senja. Sebentar lagi, suara adzan magrib akan segera berkumandang. Bukannya berjalan ke rumah untuk pergi mandi dan membersihkan diri, Aza malah beneran mampir ke warkopnya Ko Aling.

Di sana ia melihat kumpulan cowok-cowok yang sedang ngopi. Di lihat-lihat dari wajahnya sih, cowok-cowok itu adalah teman sekolahnya Adam.

Kalau pun misalnya cowok-cowok itu bukan teman-temannya Adam, ia juga akan bersikap biasa saja kepada mereka. Di karenakan seluruh pemuda yang ada dilingkungan rumahnya sangat mengenal baik dirinya. Jadi tidak ada kecanggungan yang terjadi di antara mereka. Bahkan preman-preman yang sering nongkrong di gang Berry pun adalah teman baik Aza.

"Kolang-kaling, kopi susu satu!" ujar Aza sambil menggebrak meja yang ada di sana.

Ko Aling yang sedang menggoreng risoles pun terkejut.

"Cici ini, untung aja wajannya Ko Aling gak tumpah gara-gara suara Cici," sahut salah satu cowok berjaket abu-abu yang bernama Jackson.

"Aza, nama Koko itu Aling bukan kolang-kaling," ujar Ko Aling tidak terima.

"Hahahaha, sama aja udah. Gak usah bawel, cepet bikinin pesanan gue." Aza duduk di salah satu bangku yang di sana. Ia ikut bergabung ke dalam gerombolan cowok-cowok itu.

"Iya iya," balas Ko Aling pelan.

Ada salah satu cowok yang bingung dengan tingkah Aza. Masalahnya, Aza ini terlihat sangat akrab dengan yang lainnya. Seakan-akan dia adalah salah satu dari gerombolan itu.

"Loh, kayaknya gue baru lihat anak ini deh. Bukan temen sekolahnya Adam ya?" tanya Aza ketika ngeliat ada salah satu cowok yang menurutnya sangat asing.

"Gue temen sebangkunya Adam yang baru. Nama gue Arlan," balas cowok itu datar.

Aza mengerutkan kedua alisnya. "Kok Adam gak cerita ya kalau punya temen baru?"

"Adam gak cerita ya, Ci? Kalau dia nganterin Cla ke rumah sakit abis upacara bendera dan gak balik-balik lagi ke sekolah?" kini seorang cowok berkaos garis-garis nanya balik.

"Jadi si Adam gak sempet ngeliat anak baru ini? Betul, Van?" tanya Aza ke cowok berkaos garis-garis itu. Sebut saja namanya Evan.

Evan menganggukkan kepalanya. "Iya, dan Arlan ini datengnya jam 9-an gitu lah."

"Ngapain dia nganterin tuh cewek centil ke rumah sakit? Dia kan punya supir pribadi, ngapain nyuruh-nyuruh adek gue segala?" Aza mulai menampakkan wajah kesalnya.

Seorang cowok bermata sipit pun nyaut. "Disuruh sama wali kelas buat nganterin Cla ke rumah sakit, Ci. Asam lambungnya kambuh."

"Mentang-mentang adek gue ketua kelas gitu ya, seenak jidat di suruh buat nganterin tuh cewek uler."

Karena ucapan Aza tadi, seluruh cowok yang ada di warkop itu tertawa. Mereka tidak habis pikir dengan Aza yang sangat membenci Cla tanpa sebab.

"Btw, lo abis berantem?" tanya Arlan.

Mereka semua pun sampai tidak sadar dengan keadaan Aza. Ada sebuah luka yang terdapat di wajahnya dan kaos yang dikenakan Aza dipenuhi oleh bercak darah.

"Kok gue gak sadar ya kalau Cici luka-luka begini?" tanya cowok bermata sipit tadi. Fyi aja, namanya Theo.

"Kita semua tersihir karena Cici dateng-dateng udah ngerocos kayak biasanya. Seolah-olah badannya sehat bugar," timpal Jackson.

Ko Aling datang menghampiri Aza dan memberikan pesannya yaitu secangkir kopi susu hangat. "Loh, Aza luka? Pasti abis berantem nih."

Aza-nya cuma nyengir doang.

"Mau Koko ambilin antiseptik?" tanya Ko Aling menawari.

"Hahaha gak usah, Ko. Entar kering sendiri kok," tolak Aza dengan halus.

"Tapi itu daritadi darahnya merembes terus loh, Ci. Mending turutin Ko Aling aja deh. Entar malah infeksi." Evan membujuk Aza agar mau diberikan antiseptik.

"Iya deh." Akhirnya Aza nurut.

"Oke, tunggu sebentar ya." Ko Aling berjalan ke belakang.

"Oh iya, gue belum kenalan sama lo. Nama gue Arianza Huang. Biasa dipanggil Aza. Biar lebih sopan panggil Cici aja karena lo dua tingkat lebih muda dari gue." Aza mengulurkan tangannya ke arah Arlan.

Arlan membalas uluran tangan Aza. "Salam kenal ya, Ar."

Cowok-cowok yang ada di situ langsung terkejut dengan panggilan yang keluar dari mulut Arlan. "Gak salah nyebut, lo?" Justin, si cowok yang paling diam disitu pun sampai bersuara.

"Enggak, gue cuma mau panggil dia dengan nama yang berbeda aja," kata Arlan lalu memakan pisang goreng yang ada dihadapannya.

Aza tak mempermasalahkan hal itu, ia hanya nyengir doang. "Kalian gak usah kaget begitu ah. Gue gak bakalan marah ke dia. Nama panggilannya unik kok." Aza berusaha membuat suasana kembali menghangat.

Semua cowok yang ada di situ hanya mengangguk.

Ko Aling datang tergopoh-gopoh ke arah Aza. Di tangan kanannya ada sebuah baskom yang airnya sudah dicampur dengan antiseptik dan di tangan kirinya ada beberapa gumpalan kapas.

"Nih, biar lukanya gak infeksi." Ko Aling menyodorkan barang-barang tadi di hadapan Aza.

"Nah, lebih baik gue aja yang bantuin Cici biar lukanya sembuh." Jackson malah mengajukan diri.

Jackson yang kebetulan berada di samping Aza pun dengan cekatan ingin membantu gadis itu.

"Gak usah, gue bisa sendiri." Aza lalu mengobati mukanya sendiri. Rambut yang sedari ia biarkan tergerai malah membuatnya semakin kesusahan untuk melakukan hal itu sendirian.

Tiba-tiba saja Arlan melepas paksa kuncirannya Leon, dan mengambil karet yang menguncir rambut Leon.

"Lan, sakit bego!"

Arlan tidak menggubris keluhan Leon dan malah menghampiri Aza.

Rambut Aza diikat ke belakang oleh Arlan. "Kalau mau kerja itu, rambutnya diikat dulu ya."

Aza menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia terkejut dengan sikap Arlan. Padahal ia baru mengenal Arlan beberapa menit yang lalu, tetapi mengapa jantungnya seakan-akan berdetak dengan sangat cepat?

"Pindah dulu, Jack." Arlan menyuruh Jackson untuk pindah tempat duduk. Sebagai gantinya, sekarang Arlan sudah berada di samping Aza.

Dengan telaten, Arlan menyelupkan kapas ke cairan itu dan kapasnya ia arahkan ke arah luka yang berada di sekitar wajah Aza. Ia tekan-tekan lukanya dengan sangat lembut.

"Jangan keras kepala, Ar. Kalau gak bisa itu jangan sok-sokan bisa."

Aza yang pemarah, sekarang hanya bisa diam membisu. Manik hazelnya sibuk memperhatikan wajah Arlan. Rasa sakit yang seharusnya ia rasakan pun seakan menghilang. Wajah teduh Arlan itu membuat jantungnya kembali berdetak dengan ritme yang sangat cepat.

"Ci, lo baik-baik aja?" tanya Theo. Ia heran dengan Aza yang sedari tadi gak berkedip.

"Anjir, gak berkedip dia waktu ngeliat mukanya Arlan." Akhirnya Evan menyadari hal itu.

"Gue yang seganteng gini malah dianggurin," gumam Jackson.

Di rasa Aza gak mengedipkan matanya, Arlan malah menekan luka yang terukir di setiap lekuk wajah gadis itu. Otomatis Aza mengerang kesakitan.

"Sakit bego! Akh!" keluh Aza.

"Kok gak berkedip sih, Ci? Lo suka sama Arlan ya?" tebak Justin asal.

Aza gak jawab tetapi mukanya sudah merah padam.

"Asik, Ci Aza jatuh cinta," kata Jackson berusaha jadi kompor.

"Ngawur aja ya, kalian! Tau ah mau pulang aja." Aza beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah Ko Aling. "Nih, uangnya."

Buru-buru Aza pergi meninggalkan tempat itu.

"Baru kali ini gue ngeliat Cici bisa salting sama lawan jenis." Leon menatap kepergian Aza yang sudah sangat jauh dari Area warkop.

"Ya wajarlah, kan dia cewek bego. Cewek mana yang gak naksir sama Arlan. Iya gak, Lan?" tanya Leon.

Arlan mengedikkan bahunya.

"Gue godain aja kadang dia cuma ketawa. Lah kalau sama Arlan, langsung salting begitu." Theo dibuat heran.

"Hebat bener sih, Lan." Evan menepuk-nepuk pundak Arlan. "Ajarin tips and triknya dong, Kakak."

"Udah lah gue mau ke masjid dulu. Lu pada ikut gue, gak?" Arlan siap-siap beranjak dari tempat duduknya.

"Ikut dong. Kita-kita sih rencananya juga mau langsung ke masjid. Ko, ikut gak?" tanya Theo ke Ko Aling.

"Ikut, sebentar ya mau nutup warkop dulu." Ko Aling membereskan semua gelas, piring kotor dan beberapa makanan yang masih ada di atas meja.

"Kalian gak bayar?" ujar Arlan ketika ngeliat teman-temannya yang udah ngacir.

"ARLAN YANG BAYAR!"

Teriakan Evan tadi membuat raut wajah Arlan berubah.

"Teman-teman kampret!" umpat Arlan.