Quest pertamaku, berkenalan dengan anak yang sepertinya tidak menyukaiku, yang sialnya adalah teman sekamarku. Apa boleh buat, aku berdiri dan mendekatinya. Dia tampak menegang, wajahnya yang sudah pucat semakin memucat. Aku mengulurkan tanganku kearahnya, dia mengernyit menatapku.
"Ha-hai! Rupanya kita satu kamar asrama, salam kenal, namaku Nakula Siran!" Aku memperkenalkan diri dengan canggung, aku juga mencoba untuk tidak menghindari kontak mata, semoga ini cara yang normal untuk berkenalan.
"Iya." Dia melengang melewatiku, aku mengernyit dan menurunkan tanganku. "Oh, oke." Aku meresponnya, memperhatikan dia yang menuju salah satu lemari yang ada di sini. Berarti dia kemungkinan sudah memasukkan barangnya ke dalam lemari, karena itulah aku tidak sadar kalau dia sudah ada di kamar ini sebelum aku. Aku mengelus bagian belakang leherku, tidak tau harus mengatakan apalagi.
["Apa yang kamu lakukan? Ayo ajak dia berkenalan!"]
'Dia sepertinya tidak menyukai saya.' Aku berjalan menuju tempat tidurku, duduk di sana dan terus memperhatikan anak itu. Dia melirik kearahku, aku tersenyum kearahnya, seketika dia mengalihkan pandangannya.
["Lalu? Perlu kuingatkan? Atau kurang jelas? Oh tunggu, ada yang kurang..."] Aku bisa mendengar suara Tuan Garuda dengan jelas di kepalaku, dia seolah tak sengaja memperdengarkan monolognya padaku.
[ Quest #1 :
'Berkenalan dan mengenal lebih jauh teman sekamarmu!'
Reward : 10 exp ]
["Lebih baik... Bagaimana? Kau sudah termotivasi belum? Reward ini jumlahnya cukup bagus untuk misi pertama, saya baik 'kan?"]
'Tunggu, apa maksud dari 'mengenal lebih jauh' adalah mengobrol dengannya? Lalu saya akan dapat 10 exp?'
["Iya. Karena saya rasa misi ini akan sedikit sulit. Bisa jadi anak itu di tahan oleh Predecessornya."]
'Maksud Anda?'
["Beberapa Predecessor melarang Successor mereka untuk bersosialisasi dengan orang lain, entah karena ingin meminimalkan resiko kegagalan atau sekedar tidak menyukai mereka."]
'Apa yang harus saya lakukan jika Predecessornya tidak menyukai saya?'
["Kau harus bisa meyakinkannya."]
Aku mengernyit, menatap tajam kearah punggung anak itu. Dia sepertinya tengah membuka jendela informasinya, atau tengah berbicara dengan Predecessornya. Aku menghela nafas, baiklah.
"Siapa namamu?" Aku bertanya, dia menoleh kearahku lagi.
"Varen." Jawabnya, dia menutup lemarinya dan berjalan keluar ruangan.
'Orangnya dingin ya.' Sungguh Quest pertama yang menyusahkan. 'Apa tidak ada Quest lain, Tuan?'
["Itulah tantangannya, coba selesaikan itu dulu baru minta lagi. Kalau bisa, kau harus mencapai level satu sebelum masa akademi."]
'Baiklah, saya mengerti. Saya akan coba lagi nanti.' Aku tidak mendengar jawaban lagi dari Tuan Garuda, jadi sepertinya tidak ada lagi hal yang harus di bicarakan. Aku memutuskan untuk membuka lemari yang satu lagi, lemari yang akan menjadi milikku selama aku tinggal di sini. Aku melihat beberapa pakaian khusus yang simpel di dalamnya, juga beberapa keperluan-keperluan lain. Aku mengangguk-angguk, lalu membuka lemari lain yang ada di samping lemari itu. Lemari itu kosong, tapi di salah satu lacinya terdapat sebuah kunci. Aku mengambil kunci itu.
[ 'Kunci Lemari' di terima, simpan di inventory? ]
'Ya.' Kataku dalan hati, kunci itu lalu menghilang dari tanganku. Aku menutup lagi lemari kecil itu, kemungkinan lemari itu di buat untuk menaruh buku-buku atau peralatan selama di akademi. Kembali ke lemari besar berisi pakaian itu, aku mengambil salah satu pakaian khusus dan mengambil beberapa keperluan mandi yang kubawa di tasku. Aku membuka pintu kamar mandi.
* * * * *
Aku mengeringkan rambutku dengan handuk, sebenarnya di dalam kamar mandi ada alat yang sepertinya bisa di pakai untuk mengeringkan rambut, tapi aku ragu untuk mencobanya. Oh, pakaian khusus ini juga nyaman sekali. Rasanya lebih gampang untuk bergerak dan ringan di badan, aku juga tidak merasa kepanasan atau sesak memakainya. Saat aku hendak rebahan di kasur, sebuah suara terdengar. Kali ini, bukan suara dari Tuan Garuda di kepalaku.
"Bagi semua calon Lumentia, harap segera turun menuju aula. Terimakasih." Pemberitahuan! Aku melempar handuk yang ada di kepalaku, lalu berlari keluar dari kamar. Aku menoleh kearah kanan dan kiri, aku tidak tau harus bagaimana.
'Ambil kunci kamar.'
Kunci itu muncul di tanganku, aku mulai bertanya-tanya bagaimana untuk menguncinya. Saat aku mendekatkan kunci itu ke pintu kamar, terdengar suara seerti pintu terkunci. Baiklah, sepertinya sudah, sekarang tinggal mencari tau bagaimana cara turun.
"Hei, kamu tidak turun?" Aku sedikit terlonjak, lalu menoleh kearah asal suara. Seorang laki-laki, dia tidak tampak tersenyum tapi suaranya terdengar ramah. Rambutnya ikal berwarna pirang, wajahnya terlihat lebih tua dariku, sepertinya dia adalah salah satu Lumentia senior. Kalau boleh jujur wajahnya sedikit banyak 'menyilaukan'.
"Ah, iya. Saya ingin turun, tapi saya tidak tau caranya..." Dia mengernyit, tapi lalu mengangguk dan kembali ke wajah datarnya.
"Kamu tidak mendapat notifikasi?" Dia berjalan melewatiku, menuju ujung dari salah satu lorong. Aku menggeleng spontan, "Notifikasi apa?"
"Notifikasi tentang panduan. Tapi, kamu tidak mendapatkannya. Berarti, 'Yang Ada Di Belakangmu' itu
Aku tidak sempat bertanya ketika tangan laki-laki itu menekan sesuatu di pintu, pintu itu terbuka. "Boom. Lift." Katanya dengan datar. Oh, dia juga dari Bumi yang kutinggali. "Kau tau Lift? Tau cara menggunakannya?" Dia bertanya lagi.
"Saya tau, hanya saja kenapa mereka masih menggunakannya? Kukira mereka jauh lebih maju?" Tanyaku, melangkah masuk ke dalam 'lift' tersebut.
"Well, ya. Tapi, sebenarnya tidak juga. Kamu lihat ke sebelah kanan dan lihat tombol-tombol di sana, nanti kamu tekan yang menutup pintu, lalu tombol 0." Dia menjelaskan, aku melihat ke sebelah kanan dan mengangguk-angguk. Tombol itu sedikit banyak sama dengan yang ada di Bumi, aku menekan tombol itu sesuai dengan instruksi.
"Terimakasih, ya." Aku tiba-tiba merasakan Deja Vu, juga seperti ada hal yang kulupakan. Saat pintu hampir tertutup, aku mengingat kejadian saat aku di tolong oleh perempuan itu, perempuan pemberani yang lupa kutanyakan namanya. "Siapa namamu?"
"Senang bertemu denganmu, Nakula." Dia tetap tidak tersenyum, mataku membulat saat dia menyebutkan namaku.
["!!!"] Samar-samar aku bisa merasakan rasa terkejut dari Tuan Garuda juga.
Pintu tertutup. Aku seketika merasakan sensasi jatuh, seperti lantai yang kupijak tiba-tiba menghilang begitu saja, aku refleks menutup mataku. Aku mulai membuka mata saat aku merasakan pijakan di kakiku. Aku melihat aula yang sepi, tapi aku bisa mendengar suara berisik dari luar. Dengan cepat aku langsung berlari keluar, decakan kagum keluar dari mulutku saat aku melihat lautan manusia.
Beberapa detik, terdengar suara yang seperti di pengumuman tadi.
"Kepada semua Calon Lumentia Tingkat Satu, saya ucapkan selamat datang di Akademi Luments. Saya, Profesor Remo, adalah Ketua Guru Lumentia tahun ini."