Khaibar yang merasa malu kepada papa Kendrick. Kakinya langsung dilarikan ke arah kamar mandi, ia sadar kalau semua badannya masih buruk rupa, akibat bercermin tadi dia jadi tahu kalau masih banyak busa yang melekat di tubuhnya, apalagi di puncak rambutnya. Tapi menurut Khaibar kenapa Kimberly begitu tega tidak memberitahunya tentang semua ini.
Khaibar mendengus kesal dan menggerakkan handle pintunya. Wajahnya semakin garang saat ternyata pintu itu tidak dapat dibuka meskipun berulangkali ia menggoyang handle pintunya.
"Apa dikunci? Pasti dikunci oleh, Kim deh. Kenapa pakai dikunci sih? Pakai malu-malu segala," keluh Khaibar dengan tangan yang langsung beraksi mengetuk pintu dan memanggil Kimberly dengan tak sabaran.
"Kiiiim, cepat buka pintunyaaaaa! Memalukaaan tahuuu, hais!" Khaibar terus mengetuk pintu dan ingin menendang pintu itu rasanya, karena Kimberly tak juga membukanya.
Dengan malas Khaibar pun lalu mencoba mengeluarkan rayuan mautnya. "Kiiiim, Kim Sayaaaang, bolehkah aku masuk? Ada hal penting yang tertinggal, kamu pasti akan puas kalau aku boleh masuk." Khaibar tak perduli lagi dengan papa Kendrick yang ada disitu dan mendengarnya. Bagi Khaibar kebersihan itu penting dari pada jorok seperti ini. Seumur hidupnya, mandinya tak pernah main-main seperti itu, apalagi papa Kendrick jelas sudah tahu kalau Khaibar dan Kimberly habis melakukan hubungan, jadi untuk apa lagi ia malu, intinya sekarang bukan untuk malu ataupun memamerkan kemesraan, tapi memang semua rayuan itu adalah keterpaksaan agar Khaibar segera mengguyur badannya kembali dan menjadi bersih.
"Ciiiih dasar anak zaman sekarang, enggak ada malunya bahkan melakukan ciuman atau lainnya di depan umum," umpat papa Kendrick yang menyindir Khaibar. Meskipun dia membaca koran, tapi pikirannya hanya terfokus dengan Khaibar dan Kimberly saja, karena kepentingannya saat ini hanyalah mereka, jadi Kendrick begitu jelas mendengar dan tahu ulah tingkah Khaibar.
Khaibar hanya meringis saat mendengar sindiran papa Kendrick, ia semakin menggedor pintu kamar mandi, akhirnya kamar mandi itu pun terbuka, dengan Kimberly yang ada di depan pintu dan handuk sudah membungkus tubuh dan kepalanya.
Kimberly cengengesan sembari memegangi pintu dan kaki disilangkan, heran dengan wajah Khaibar yang penuh kepanikan.
"Kamu kenapa, Khai? Kenapa belum ganti baju juga? Papa masih adakah?" Pertanyaan Kimberly itu tak dijawab oleh Khaibar. Khaibar hanya langsung masuk ke kamar mandi dengan sedikit mendorong badan Kimberly agar menjauh dari pintu.
"Minggir!" Khaibar pun menutup pintunya setelah Kimberly sudah keluar dari pintu kamar mandi. Dia hanya mengernyit merasa aneh dengan sikap Khaibar, karena memang Kimberly benar-benar tidak tahu tentang masalah Khaibar.
Tangannya pun digerakkan ke atas dan ke bawah sambil berjalan ke arah ruang ganti baju. Kimberly tersenyum malu dan menundukkan kepalanya saat melihat papa Kendrick yang masih duduk manis di atas kursi. Ia pun menyapa papanya dengan senyuman manisnya saat ini.
"Ehhh Papa, Papa di sini? Ada apa, Pa? Apa ada perlu dengan Kim?" tanya Kimberly yang mencoba mendekat ke arah papa Kendrick, tapi papa Kendrick langsung menolaknya dengan menyodorkan tangan ke arahnya. Itu tandanya Kimberly tidak boleh mendekat dan harus menjauh dari papanya.
"Kenapa, Pa? Kenapa Kim tak boleh mendekat? Apa Papa sudah tak menyayangi, Kim lagi?" sedih Kimberly. Merasa sudah tak disayangi lagi. Kendrick hanya mendengus. Jarinya pun digerakkan ke arah handuk yang melilit tubuh putrinya itu.
"Ckckckck, sadarlah, Kim, kamu belum ganti baju keles, sana ganti baju dulu! Ada saja pemikirannya, pemikiran yang buruk, enggak kamu enggak Khaibar keduanya sungguh payah, sudah cepat ganti baju sana! Papa tidak ada banyak waktu menunggui kalian lagi." Usiran Kendrick yang suaranya sedikit tinggi itu membuat Kimberly memanyunkan bibirnya. Ia pun berjalan kembali ke arah ruang ganti baju dan mengunci pintu ruangannya.
Khaibar yang juga sudah selesai mengguyur tubuhnya dan badannya sudah bersih. Ia berjalan ke arah ruang ganti juga dan mengangguk ketika papa Kendrick memandanginya. Papa Kendrick hanya mengibaskan tangannya dengan cepat. Beliau sudah malas untuk mengeluarkan suaranya.
Di depan ruang ganti baju Khaibar hanya bisa menggeleng dan menghela nafasnya karena tahu kalau Kimberly ada di dalam dan pintu juga dikunci lagi. "Lagi-lagi dikunci, hmmmm."
"Kiiiim, buka pintunya!" Tapi untungnya tidak membutuhkan waktu lama Kimberly pun membuka pintunya. Khaibar masuk ke dalam ruangan itu dan mencari baju yang cocok untuk bersantai di rumah.
Kimberly yang juga belum menyelesaikan masalah bajunya, ia malah memeluk Khaibar dari belakang. "Kenapa? Apa kamu marah? Kenapa kamu diam saja, Khai?" Khaibar melepaskan pelukan Kimberly dan menatap Kimberly, wajahnya langsung mendekat ke arah wajah Kimberly dan mencium pipinya.
"Enggak marah, hanya saja sangat malu dan sangat tiba-tiba, kamu tahu tadi aku masih banyak busanya dibadanku, tapi kenapa kamu tak memberitahuku, papa Kendrick yang melihatnya, kan sangat malu tahu?" omel Khaibar dengan gemas dan bibirnya yang dimainkan. Digigiti dan digoyangkan ke kanan dan ke kiri.
"Busa? Busa apa? Aku mana tahu Sayang, sumpah deh, ohhh jadi kamu masuk ke kamar mandi karena belum bersih? Astagaaaa aku baru tahu haha," tawa Kimberly pecah setelah Khaibar menjelaskan itu semua.
Khaibar yang ternyata sudah selesai ganti baju, kakinya langsung melangkah ke arah luar untuk menemui papa Kendrick saja, tanpa membalas tawa dan ejekan Kimberly. Ia tidak mau lagi membuang waktu mertuanya, takutnya papa Kendrick akan segera sibuk dan murka, karena Khaibar tahu papa Kendrick ke kamar pasti mau melihat dokumen itu, itu sudah jelas karena beliau memang orang yang sangat teliti dan tak mau gegabah untuk masalah perusahaan.
Kimberly yang paham maksud Khaibar. Langkah kakinya lalu ikut mengikuti langkah Khaibar. Keduanya berjalan berdampingan tanpa berbicara dan hanya saling melirik, seperti mau bertemu hakim saja, sangat tegang dan takut akan diintrogasi saja.
Mereka pun duduk berdampingan, di kursi panjang yang ada di dalam kamar Kimberly. Saling melirik tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tapi Khaibar tahu kalau hanya dia yang harus memulai obrolannya terlebih dahulu, karena menurut papa Kendrick dia adalah imam dari Kimberly, jadi wajib dengan tegas melakukan apapun, jangan selalu ada di belakang Kimberly, begitu yang pernah papa Kendrick ucapkan kepada Khaibar.
"Pa, apa Papa datang ke mari karena mau mengecek dokumen? Atau karena ingin berbicara penting kepada Kimberly?" tanya Khaibar dengan sangat deg-degan, setiap yang ia ucapkan selalu takut salah. Kendrick hanya menatapi Khaibar dari atas sampai bawah. Ia tertawa mengingat Khaibar yang penuh busa tadi. Lalu tawanya disudahi dengan cepat saat Khaibar dan Kimberly hanya saling bertatapan dan melongo melihat ulah papanya.
"Ehem, iya mau melihat dokumen, mana?" Tangan Kendrick langsung digerakkan ke arah Khaibar, kali ini dia tidak main-main lagi, wajahnya sungguh sangat serius. Khaibar hanya bisa menelan salivanya dengan kesulitan yang luar biasa. Ia merogoh kantong celana pendeknya dan mengambil flashdisk yang memang sudah dimasukkan ke dalam sana tadi.
Papa Kendrick mulai menancapkan flashdisk itu ke ponsel yang ia bawa dan mengecek hasil yang dibuat oleh Khaibar. Ia hanya sesekali berdehem meneliti sebaris demi sebaris power point itu.
"Apa, ini?"