Tawa menggelegar dari papa Kendrick terdengar aneh di telinga semuanya. Apalagi tawa itu terus mengguncang dan tak berhenti. Kimberly pun bertindak dan mencubit gemas bahu papanya. Cubitan Kimberly itulah yang membuat tawa papa Kendrick berhenti dan melototkan matanya ke arah Kimberly, karena merasa anaknya itu selalu melindungi Khaibar dengan sungguh-sungguh.
"Pa ... sudah selesai kan tertawanya? Jangan mempersulit Khaibar dong, Pa," kata Kimberly yang mendapat injakan kaki dari papanya di bawah meja sana. Kendrick menggigit bibirnya dengan geram seraya terus melototi Kimberly. Menurut Kendrick, Kimberly harus diam dan biar dia yang menyelesaikannya. Kimberly yang tahu maksud dari papanya dia mengangguk pelan dan merapatkan bibirnya.
Kendrick pun berdiri dari duduknya. Langkahnya mondar-mandir dan sulit untuk diam. Ia menoleh ke arah Khaibar dengan jari yang dijentikkan. Khaibar mengangguk patuh dan ikut berdiri mengikuti apapun yang akan diberikan oleh Kendrick.
"Pa, mau ke mana? Papa mau apa?" tanya Kimberly saat melihat papa maupun suaminya berjalan meninggalkan mama dan dirinya yang masih duduk seperti semula. Kendrick tidak membalas, langkah kakinya semakin dipercepat. Sementara Khaibar yang ada di belakang Kendrick dan membuntutinya, melirik ke arah Kimberly dengan jari yang dibentuk tanda oke agar Kimberly sedikit tenang. Tapi nyatanya Kimberly tetap gelisah dan berteriak memanggil papanya.
"Pa, Khaibar mau Papa apakan, Pa! Paaaaaa."
"Sudahlah, Sayang, santai saja! Kenapa kamu sangat khawatir sih? Bukankah Khaibar cowok? Jadi harus gentle dong, Papa juga manusia, dia juga punya hati, gak akan lah membunuh suami pungutan itu haha, paling-paling hanya menyakitinya sedikit," balas Keysa, yang bukannya menenangkan malah mengejek disertai menakuti. Kimberly yang tak terima dia memukul bahu mamanya dengan pelan. Merengek bagaikan anak kecil.
"Maaaa, jangan begitu dong ... Kimberly sudah mencintai Khaibar tahu, pokoknya ini tidak bisa dibiarkan, Kimberly harus mengintip, kalau terjadi apa-apa dengan Khaibar bagaimana?" Kimberly sudah bangkit berdiri dari duduknya. Ia mau menyusul Khaibar dan papanya, tapi terhambat oleh Keysa yang mencekal tangannya dengan menggelengkan kepala.
"Sudahlah, di sini saja! Temani Mama! Kalau Papa tahu kamu menguping, itu malah membuat Khaibar tidak selamat dan permintaan juga tak terlaksana, apa kamu mau?" Kimberly menggeleng. "Ya sudah duduk saja! Biarkan Khaibar dengan segala jerih upayanya berbicara dan merayu Papa, kalau dia bisa berarti dia sungguh hebat bisa menaklukkan Papa." Mendengar ucapan mamanya, Kimberly pun patuh, dia mengangguk dengan agak berat. Memang dia bersama mamanya, tapi jiwanya sungguh tak tenang memikirkan semua itu. Sampai-sampai dia duduk berdiri terus menerus.
Keysa yang juga tak tahan dengan tingkah Kimberly akhirnya dia mengajak Kimberly ke kamarnya. Menyeretnya dengan pemaksaan sedikit. Dan akhirnya Kimberly pun di dalam kamar mamanya, tertidur pulas karena ulah Keysa yang memberikan dongeng dan musik yang melow. Kini Keysa sudah tenang dan bisa bersantai juga, ikut berbaring di samping Kimberly.
***
Di ruang kerja Kendrick
Ternyata Khaibar dibawa ke dalam ruangan kerja Papa Kendrick, rasanya di dalam ruangan itu suasananya sungguh mencekam, hanya terdengar suara ace dan hembusan nafas dari masing-masing kedua cowok itu. Mereka terdiam dan sepi belum memulai obrolan apapun.
Akhirnya Kendrick berdehem dan mengetuk-ketuk tangan di atas meja. Itu artinya Khaibar harus segera memulai obrolannya.
Khaibar pun menghembuskan nafasnya pelan disertai menelan salivanya dengan sudah payah, lalu mencoba untuk memulai pembicaraan. "Pa, apa boleh Khaibar ikut kerja di kantor, Papa? Jadi apapun tak apa-apa, Pa, kinerja Khaibar tak buruk kok, Khaibar pernah bekerja juga di perusahaan ternama."
Kendrick yang sedari tadi membelakangi Khaibar dia langsung membalikkan badannya. Bersedekap dan melihati Khaibar dari puncak kepala hingga ujung kakinya. Jari jemarinya digerakkan ke arah Khaibar. Khaibar mengangguk dan mendekat ke arah papanya. Saat sudah sangat dekat Kendrick pun memukul bahunya dengan agak keras.
Terlihat Khaibar yang sedikit meringis dan menggosok badannya. Kendrick pun tertawa. "Apa sakit? Kalau kamu kesakitan, bagaimana akan menjaga dan melindungi kantor itu? Sangat tak keren, lalu mau aku jadikan apa kamu? Apa office boy? Atau karyawan? Tapi gitu saja sakit, berarti cengeng itu namanya," ejek Kendrick yang sengaja mempersulit Khaibar, Kendrick memang seperti itu, dia sangat suka menjahili siapapun itu, bahkan anak buah dan karyawan-karyawannya sangat diuji olehnya, Kendrick memang sangat adil dalam memilih karyawan.
Kali ini Khaibar yang merasa terancam ditolak oleh Kendrick, dia pun berlutut di hadapannya, dengan tangan dikatupkan. Wajahnya juga terlihat memelas.
"Ehhh kenapa kamu berlutut? Kamu merayuku? Ya sudah aku akan memberimu satu kesempatan, berdirilah!" Khaibar pun berdiri, dia menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh Kendrick. Akhirnya Kendrick berjalan menuju meja kerjanya dan mengambil sebuah dokumen. Setelah itu dokumennya disodorkan ke arah Khaibar supaya Khaibar menerimanya.
"Dokumen? Apa Papa mau mengujiku dengan memeriksa dokumen ini?" Kendrick mengangguk cepat.
"Ya, kalau kamu berhasil menyelesaikan kerjaan Papa mengoreksi semua ini sampai balance, Papa langsung akan menerimamu di kantor, dan besok kamu boleh bekerja." Khaibar sangat senang dia spontan langsung memeluk mertuanya itu. Kendrick yang merasa risih dan tak suka dipeluk, tangannya mendorong bahu Khaibar dan akhirnya terlepas.
"Maaf, Pa, Khai kelepasan, terima kasih ya, Pa, atas kepercayaan Papa ini, Khaibar akan bersungguh-sungguh, Khaibar akan mengerjakan di kamar, Kim saja kalau begitu," balas Khaibar dengan sangat bersemangat.
"Ya, sana pergi! Jangan senang dulu, ada syarat yang lain." Khaibar kira sudah tidak ada lagi syarat dari Kendrick dan ia langsung pergi mengerjakan dokumen itu, tapi nyatanya dia membalikkan badannya kembali dan mendengarkan syarat lainnya dari Kendrick.
"Syaratnya, kalau kamu tidak beres dan malah merusak dokumen itu, hasilnya menjadi berantakan, tidak hanya kamu tidak boleh masuk kantor, tapi kamu akan diasingkan dari rumah ini selama beberapa bulan. Paham?" Mendengar itu Khaibar mengangguk dengan susah payah, berat sekali persyaratan yang diberikan Papa Kendrick. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Menelan salivanya dengan susah payah dan menyemangati diri sendiri di dalam hatinya agar nyalinya tak menciut, karena dia belum melakukan apapun.
"Baiklah, Pa, saya pamit dulu kalau begitu, Khaibar pasti bisa kok, do'akan ya, Pa," pamit Khaibar yang dibalas Kendrick dengan kibasan tangannya.
Khaibar pun pergi dari ruang kerja dengan membawa dokumen di tangannya. Pandangan matanya terlihat menatap ke depan, tapi nyatanya dia tidak fokus. Hati dan pikirannya berpacu kepada persyaratan yang diberikan Kendrick.
Khaibar pun menabrak bik Kaifa yang membawakan teh untuk Papa Kendrick. Untung saja teh itu hanya mengenai bajunya bukan mengenai dokumen penting itu.
"Bibik ... Bibik bagaimana sih? Mengagetkanku tahu? Untung hanya baju yang terkena, coba dokumen ini, bisa mati aku, huh!" Sontak Khaibar mengomel tidak seperti biasanya yang diam, karena dia sungguh tak tenang jadi emosi sesaat.
Bik Kaifa awalnya ingin mengomel tapi ditahannya karena dia takut untuk mencari masalah kepada Khaibar selaku tuan muda baru di rumah ini. Tapi saat Khaibar sudah pergi dia menggerutu kesal.
"Menjengkelkan dia! Baru beberapa hari di sini sudah sombong, sok sekali! Kalau dia bukan suami Nona, aku rebus dia cih."