Chereads / Wendy's And Her Little Fire: Bon Voyage (Indonesia) / Chapter 2 - Bagian 2 : Perjalanan dan Pertemuan

Chapter 2 - Bagian 2 : Perjalanan dan Pertemuan

Dalam perjalanan yang ku tempuh, dari segala sudut pandangku hanya mendapatkan runtuhan bangunan serta mayat yang berserakan dimana-mana. Kaki ini rasanya lemas sekali untuk melangkah, rasa takut serta kehilangan terus saja menyelimuti diriku, tidak ada tempat untuk berlindung, negeri ini mulai mengalami masa penghancuran, mereka yang sudah lelah memilih untuk mati di tempat kelahirannya, sementara aku, aku mempunyai harapan untuk melanjutkan hidup, apalagi aku belum mengetahui keberadaan mama dan kedua adikku, entah mereka masih hidup atau sudah tiada, aku harus menemukan jawabannya.

Tidak terasa langkah ku sudah jauh, aku berdiri di gerbang tinggi yang terbuka dengan lebar, di sudut dinding beton terdapat ukiran dan simbol berupa,

'Distrik 9'

Distrik 9, dikenal dengan keahlian dalam pahat-memahat, seperti ukiran yang terdapat di dinding, dibuat indah oleh ketua distrik. Aku menoleh menatap ke kanan, disana aku melihat seekor kuda yang tergeletak tak berdaya, sepertinya kuda itu kehilangan pemiliknya, aku tahu dari mana kuda itu berasal. Distrik 10, dikenal dengan pertanian dan peternakan, mungkin pemilik kuda ini pergi lebih dahulu dengan membawa beberapa hewan peliharaannya yang terbaik, sementara sisanya ia biarkan begitu saja, sehingga berakhir seperti kuda yang ku lihat saat ini.

Kuda itu terus merintih, aku merasa kasihan padanya, dengan sedikit keberanian aku berjalan menuju kuda tersebut dan berjongkok di hadapannya, dari kepala hingga kaki aku melihat beberapa luka goresan, serta salah satu kakinya terlihat patah.

"Apa yang aku harus lakukan?"

Dari matanya aku melihat kesedihan serta harapan untuk diselamatkan, namun sayang orang-orang tidak peduli dengan mahluk hidup lainnya, mereka sibuk menyelamatkan diri sendiri. Perjalanan menuju distrik 8 lumayan jauh, disana merupakan distrik kesehatan dan perawatan, aku ingin sekali membantu kuda ini. Namun bagaimana aku membawanya?

Ngiikkk!

Astaga, dia menangis. Dari sudut mata kecilnya mengalir air mata, aku tidak bisa membawanya dengan keadaan yang begitu sulit. Tubuhnya pun sudh penuh dengan luka dan darah, tapi dia berusaha untuk tetap hidup. Aku menarik napas panjang dan memejamkan kedua mataku sejenak, dalam keadaan seperti ini memang orang-orang tidak akan peduli dengan sesamanya, apalagi mahluk lain, mereka yang sakit akan segera menemui ajalnya, itu semua sudah direncanakan oleh Tuhan, namun bila masih ada waktu untuk menundanya, aku membuka mataku lalu berdiri,

"Waktumu belum tiba." Aku berlari kembali menuju distrik 10, tidak peduli dengan waktu yang termakan begitu saja, aku harus menyelamatkannya. Ia sekarat, lalu aku melihatnya, Tuhan mempertemukan aku denganya untuk diselamatkan, masih ada waktu untuk kuda itu tetap hidup, bukankah seperti itu?

Aku berlari menuju salah satu rumah yang bangunannya masih terlihat kokoh, entah rumah siapa itu tapi dalamnya sudah terlihat berantakan, dan tentu saja ditinggal oleh pemiliknya. Aku mencari di laci hingga lemari, berharap menemukan obat untuk membantu kuda tersebut. Aku masuk ke kamar mandi, tepat sekali aku menemukan beberapa medis yang berserakan, ada perban, obat merah dan beberapa obat lainnya, aku langsung membuka tas dan memasukan semua yang ada di lantai.

Drrttt

Drtttt

Drrrttt

Suara pesawat, aku langsung berlari keluar rumah dan menuju kuda dengan napas terengah-engah.

"EVAKUASI, WARGA DISTRIK 10,9, DAN 8 DIHARAPKAN SEGERA MENGEVAKUASI KE DISTRIK 5, KODE MERAH, DIULANGI KODE MERAH."

Pengumuman yang disampaikan melalui pesawat membuat beberapa orang menjerit ketakutan, bahkan ada yang sampai pingsan. Aku pun melihat ada yang bertengkar memperebutkan kendaraan, dan mencuri sepeda.

Aku kembali ke tempat kuda itu tergeletak, sial, dimana dia? Aku menatap kesekelilingku, ah, semakin ramai orang untuk mengungsi, aku jadi tidak bisa melihat dengan jelas. Aku menatap ke arah kiri, itu dia, kuda itu berjalan dengan tertatih-tatih, 2 kantong besar ditempatkan diatas punggungnya, lukanya masih belum diobati namun ada orang yang memaksanya untuk membawa muatan.

Brugh!

Suaranya begitu kencang, kuda itu terjatuh, muatan yang dibawanya pun berserakan, orang yang tidak dikenal itu marah dan melampiaskannya begitu kejam pada kuda itu, orang itu mengeluarkan cacian, aku tidak bisa mendengarnya dari sini, namun aku dapat melihat orang itu mengeluarkan pedang panjang lalu diarahkan pada kuda itu.

"JANGAN!" Teriakku, aku pun segera berlari menerobos kerumunan yang tidak peduli dengan keadaan kuda itu, bahuku begitu sakit bertabrakan dengan orang-orang.

Sesampainya disana, aku hanya terdiam dan tertegun. Nyawanya tidak bisa ku selamatkan, pertemuanku dengannya berakhir tragis, orang itu ah, pembunuh itu sudah pergi dengan muatannya. Darah segar mengalir tanpa henti, matanya menatap ke arahku, lalu ia pun memejamkan matanya. Kejadian ini, bila pertemuan di tempatkan pada orang yang tepat, mungkin tidak akan jadi seperti ini.

Kesedihan dan amarah begitu membara di hatiku, aku tidak suka bila seperti ini, mataku menatap tajam orang-orang yang berlalu, dengan hati yang mulai mendingin aku pun merogoh saku celana, aku mengambil pisau lipat ini dirumah tadi, ku arahkan pada lengan kiriku, lalu menggoresnya sedikit, mengalirlah darah segar dan menetes menyatu dengan darah kuda tersebut.

"Satu untuk kehilangan dalam perjalanan, semoga Tuhan memberikan kehidupan yang terbaik bagimu." Ujarku, lalu kembali menyimpan pisau kedalam saku, kembali menyatu dikerumunan untuk keluar dari distrik 9.

Hati yang mulai mendingin, siapapun yang mengganggu serta menghalangiku, akan ku bunuh. Tidak peduli dengan siapa aku bertatap, muda hingga tua, bila dia menyakitiku, aku tidak akan tinggal diam, sduah cukup aku kehilangan mama dan adik-adikku, aku tidak mau kehilangan lagi.

Cih,

Bukankah, setiap orang takut untuk mengalami kehilangan? Maka dengan itu, jika ada orang yang menghilangkan milikku, aku akan menghilangkan miliknya. Aku tidak jahat, aku hanya benci dengan manusia seperti itu.

Perjalanan dengan rasa sakit menuju distrik 8, apa yang akan aku temui disana? Mungkin kematian, ya, apalagi memangnya bila bukan kematian. Ku harap di Arion nati aku tidak di pertemukan dengan manusia seperti itu.

Puk!

Aku merasakan sebuah sentuhan di pundak ku, aku pun menoleh menatap seorang laki-laki berpakaian putih menatapku sembari tersenyum.

"Ikut aku." Ujarnya menarikku keluar dari kerumunan.

Aku hanya diam saja, salah satu tanganku sudah siap dalam saku dan menggenggam pisau lipat dengan kencang. Bila orang ini jahat akan langsung ku bunuh tidak ada ampunan. Kami berhenti di dekat sungai, ia menarik lengan kiriku, dan melihat goresan yang ku buat tadi.

"Luka ini tidak bisa menyembukan rasa sakit di hati, harus segera diobati." Ujarnya berjongkok di dekat sungai, ia menarik lenganku hingga aku harus ikut berjongkok.

"Aku berduka atas kematian kudamu, tapi kau harus mengerti dengan keadaan sekarang, semua orang tidak bisa disamakan sifatnya." Lanjutnya sembari membasuh lenganku dengan air sungai.

Pasti orang ini ada maunya.

"Aku dokter magang di distrik 9, baru saja 6 bulan sudah ada bencana seperti ini, hehehe, aku mempunyai keluarga di distrik 10, ayah, ibu, kakak, semuanya tertimpa bangunan, sekarang hanya aku yang hidup. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tidak ada harapan juga mengenai kejadian ini dan untuk kedepannya. Namun saat aku keluar dari distrik 10 membawa beberapa barang penting dari tempat kelahiranku, aku melihatmu bersama kuda itu, dalam keadaan seperti ini ada orang yang masih memikirkan mahluk lain, aku iri. Saat kau pergi kembali ke distrik 10, ada seorang bapak-bapak dengan anaknya yang menangis, ia memaksa kuda itu untuk membawa barang bawaannya,

Sementara dia menggendong anaknya, ia tahu kuda itu dalam keadaan sakit tapi ia juga tidak mau anaknya sakit melihat keadaan seperti ini, tidak ada pilihan ia kesal diselimuti ketakutan, ia memaksa kuda tersebut, dan akhirnya kau tahu sendiri." Ceritanya panjang lebar.

"Lalu?" Tanyaku.

"Aku tidak mau menjadi penakut, aku ingin menjadi sepertimu." Ujarnya, ia merobek bajunya sedikit lalu membuatkan perban di lenganku.

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Aku sudah mulai malas dan membenci semuanya, sudah cukup merasakan kehilangan, dan aku tidak mau mengalaminya lagi."

"Aku juga, aku tahu kau orang baik, kau bisa mengontrol tindakanmu, karena banyaknya perasaan dalam hatimu, kau jadi bingung, akhirnya munculah perasaan amarah yang begitu besar, bukan begitu?"

Aku terdiam.

"Aku Leon, dokter psikologi, baru magang sih, kau ingin pergi ke distrik 5? Ayo bersama-sama." Ujarnya memperkenalkan diri.

"Wendy, siswi sekolah kejuruan pangan, tidak, aku ingin pergi ke Arion."

"Arion? Cerita dalam buku dongeng?"

"Ya."

"Ta-tapi itukan hanya cer-"

Aku berdiri dan membungkuk sebagai rasa hormat,

"Terima kasih bantuannya, saya pergi dulu."

Saat aku berbalik dan berjalan meninggalkannya, dari belakang aku mendengarnya berteriak,

"Aku ikut."

Perjalanan perpisahan dan pertemuan, aku masih belum mempercayainya, namun aku yakin dia orang baik.