Langit yang begitu cerah di selimuti awan putih dan hangatnya cahaya mentari menyinari menyambut awal di pagi hari. Banyak orang lalu lalang beserta kendaraan yang keluar masuk dari perumahan elit itu, dari banyaknya rumah terdapat sebuah rumah dari keluarga kecil bahagia yaitu rumah seorang gadis bernama Natasha Putri Kusuma.
Rumah berlantai dua yang bercat putih itu terparkir dua mobil dengan berbeda warna.
Dari arah jalanan terlihat sebuah mobil mewah berwarna putih perlahan melambat hingga akhirnya terparkir tepat di depan pagar rumah.
Di dalam mobil tersebut ada seorang pria tampan berjas kantoran rapih melirik ke arah rumah berlantai dua itu.
Tin tin... Tin tin...
Dia menekan tombol klakson sebagai tanda memanggil si penghuni rumah.
Hingga beberapa menit dia menunggu, tiba-tiba datanglah dua pria yang tak di undang yang langsung merangsek masuk ke dalam mobil.
"Ngapain kalian masuk?" Tanya Fatih menatap kesal pada kedua pria yang sudah terduduk di kursi penumpang depan dan belakang mobil.
"Ngapain lagi, yaa duduklah." Sahut Levin sambil sibuk memasang sabuk pengaman.
"Keluar kalian! Aku hanya menjemput Asha." Usir Fatih sedikit meninggi.
Tin tin, tin tin...
Levin tak menghiraukan pengusiran dan penolakan, dia dengan seenaknya langsung menekan klakson untuk memanggil si penghuni rumah berlantai dua tersebut.
"Asha! Sha!" Teriak pria remaja berseragam SMA tersebut dengan kepala menongol keluar jendela.
Namun yang di teriaki masih saja belum menandakan akan kemunculannya, membuat dia kembali menekan klakson mobil dan berteriak.
"Sha, Shasha!"
"Haaah." Fatih menghembuskan napas kasar menahan amarahnya yang mulai naik. Dia membuang muka ke luar jendela sebelum bersuara dengan nada tenang penuh penekanan.
"Hei, kau kan baru beli mobil, kenapa masih numpang di mobil ku?"
"Asha pasti akan naik mobil Kakak." Jawab Rafa dengan nada tenang tak acuh tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibaca.
"Pengganggu." Dengus Fatih.
Tin tin, tin tin...
Levin terus-terusan menekan klakson membuat suasana semakin memanas.
"Berisik!" Sentak Fatih.
Tapi Levin yang diteriaki tampak tak menggubris sentakan tersebut dan kembali terus menekan tombol klakson tanpa merasa bersalah.
"Shasha~ ayok! Sudah telat nih!"
Ceklek.
Suara pintu rumah itu terbuka disertai keluarnya sepasang suami istri yang sudah rapih dengan pakaian kerja juga seorang gadis SMA yang cantik berwajah imut nan putih dengan bola mata berwarna silver. Gadis itu bernama Natasha Putri yang sedang di tunggu oleh kedua pria yang berada di dalam mobil.
"Iya, iya sabar. Berisik banget sih. Malu sama tetangga tau." Gerutu Natasha berjalan tergesa sambil merapihkan isi tas gendong.
"Jangan lari Asha, dan lihat ke bawah kalau jalan." Tegur Jhon sang Papa yang merasa khawatir.
"Iya, Pah." Dengan nurut Natasha melambatkan langkah kaki dan memperhatikan langkah kaki nya.
Begitu melihat gadis yang di tunggu nya, senyuman sumringah tercetak langsung di wajah Pria yang duduk di kursi penumpang depan yang dari tadi terus berteriak. Pria itu bernama Levin Rehardika teman masa kecil Asha yang seumuran sekaligus tetangga yang rumahnya di sebelah kiri rumah Asha.
"Kalo kamu nggak selalu telat gini, gak bakal aku berisik."
"Ck," decak Natasha dengan sudut bibir terangkat sebal. Gadis itu meraih handle pintu penumpang belakang mobil lalu membuka nya.
Puk.
Dia langsung duduk di kursi belakang samping pria tampan berwajah tenang nan dingin yang tengah membaca buku. Pria itu bernama Rafhayrus saputra. Teman masa kecil kedua juga Kakak senior di sekolah sekaligus tetangga yang rumahnya sebelah kanan rumah Asha.
"Pagi Kak Rafa, pagi Kak Fatih." Sapa Natasha sambil memakai sabuk pengaman.
Rafa sedikit mengalihkan pandangan dari buku yang dibaca nya, melirik kesamping. "Pagi."
"Pagi juga Asha." Balas Fatih melihat kaca tengah mobil yang menempel di depan.
Alfatih Galuh Putra itulah nama pria tampan tersebut yang paling tua di antara mereka bertiga. Dia juga termasuk teman masa kecil Asha yang rumahnya cukup jauh dari mereka. Meskipun begitu, jarak tak menghalangi kerekatan hubungan mereka dengan Asha. Apalagi ketiga pria itu selain ikatan hubungan persahabatan mereka masih memiliki ikatan darah persaudaraan.
"Aku, aku, kok nggak di sapa." Sambar Levin yang duduk di kursi depan sedikit mencondongkan tubuh ke belakang, berharap di sapa layaknya ke kedua orang itu.
"Kan tadi udah di luar mobil." Balas Natasha.
"Itu sih bukan sapaan, sama kayak ke mereka dong."
"Gak mau, Asha malas." Cetus Natasha menolak.
"Kok jadi pilih kasih gitu sih, Sha?" Ucap Levin bernada sedih membuat gadis itu sedikit menyunggingkan senyum geli.
"Aah Levin lebay deh, gitu aja di bilang pilih kasih."
Tok tok tok.
Suara ketukan dari luar pada kaca jendela mobil seketika mengalihkan perhatian Natasha. Natasha yang langsung mengerti membuka jendela mobil tersebut hingga turun sepenuhnya.
"Kenapa Pah?" Tanya Natasha yang sudah tahu dengan kebiasaan orang tua nya itu selalu menahan sejenak sebelum berangkat.
"Sabuk pengaman mu sudah terkunci?" Pria tampan berjas kantor yang meski sedikit berumur itu memeriksa tali seat belt yang melingkar ke tubuh sang putri, untuk memastikan ketahanannya.
"Sudah Paah, Asha kan sudah memeriksa nya tadi."
"Tenang saja Om, mobil bang Fatih kan selalu di periksa keamanannya tiap hari. Jadi Om tak perlu khawatir lagi, lagian kan bang Fatih sendiri yang nyetir." Kata Levin dengan kepala melongok ke kursi belakang.
Namun ujaran Levin tampak tak dihiraukan oleh pria berjas tersebut membuat Levin mencebik sebal kembali menegakkan badan memperhatikan Natasha dari kaca mobil.
Setelah memastikan keamanan putrinya, pria berjas yang bernama Jhonathan itu melirik tajam pada pria berseragam setelan kantor yang duduk di kursi kemudi.
"Justru karena dia yang nyetir, membuat saya tak tenang."
"Meskipun saya sering menggunakan supir, tapi saya sudah punya sim dan sudah ahli menyetir."
"Haaah," Jhon menghembuskan napas pelan, masih terbesit kekhawatiran di wajahnya. "Yah lumayan sedikit aman yang sudah punya sim. Tapi tetap saja jangan lebih dari 40 km perjam dan jangan nyalip kendaraan lain." Tegas Jhon menatap tajam nan tegas.
Fatih mengangguk mengiyakan tanpa bersuara.
"Ekhem, Pah. Ini udah jam tujuh kurang loh, Asha bisa telat nih sampai sekolah." Kode Natasha setelah melihat jam yang melekat di pergelangan tangan.
"Baiklah, segera berangkat." Jhon menyodorkan sebelah tangannya yang langsung di salami oleh Natasha sebagai tanda pamit.
"Kami berangkat dulu Om, tante." Pamit Levin saat mesin mobil mulai dinyalakan bersiap melaju.
Gadis itu melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Dah Mah, dah Pah. Asha berangkat dulu."
"Hati-hati sayang." Balas wanita cantik berpakaian putih medis yang membalas lambaian tangan Putrinya.
"Cepat tutup jendela nya dan jangan di buka saat di jalan." Peringatan Jhon menunjuk kaca jendela.
Yang di balas anggukkan kepala oleh Natasha memencet tombol panel di pintu hingga jendela pun menutup secara otomatis.
Bruum...
Mobil berwarna putih itu perlahan mulai melaju meninggalkan sepasang suami istri yang masih berdiri di samping mobil hitam.
"Sayang, apa kamu tidak terlalu berlebihan pada Asha? Dia kan sudah masuk SMA." Tegur Rika.
Jhon membuka kan pintu mobil penumpang depan, mempersilahkan sang istri. "Jika saja ada alat teleportasi mungkin aku akan tenang."
Rika tersenyum seraya kepala menggeleng pelan. "Mana ada alat kayak gitu di dunia nyata. Jangan membuat alasan yang mustahil deh, Sayang."
Pria berjas itu menutup pintu mobil lalu sedikit berjalan setengah memutari mobil dan masuk untuk duduk di kursi kemudi. "Aku begitu karena takut kejadian yang menimpa dia 10 tahun lalu terjadi lagi padanya."
Mendengar nada suara Jhon yang sedikit berat seketika Rika mengusap lembut punggung tangan sang suami. "Itu kan sudah sangat lama, jadi lupakanlah."
Jhon melirik menatap cukup dalam ke arah Rika. "Mana mungkin aku bisa lupa akan kejadian dimana aku hampir kehilangan dia, seumur hidup pun kejadian itu selalu teringat jelas di otak ku."
Mendengar hal itu, seketika Rika terdiam menatap sendu nan serba salah pada mata tajam silver milik suaminya. Dia menghela napas pelan mengalihkan tatapan seraya bergumam pelan.
"Ternyata dia masih saja sulit untuk melupakannya."
"Tenanglah sayang, Asha kan ada bersama mereka. Dan sudah pasti mereka akan menjaganya dengan baik." Tutur Rika menenangkan sembari mengusap pelan sisi wajah Jhon.
Jhon memalingkan wajah menatap ke depan dan mulai menyalakan mesin mobil. "Kau begitu percaya pada bocah-bocah itu." Nada suaranya jelas terselip ketidak sukaan.
"Tentu saja aku percaya, mereka kan selalu bersama Asha sejak dari kandungan." Rika tersenyum menanggapinya.
"Aaah tetap saja, mereka tidak bisa di percaya karena mereka pria."
"Memang kenapa dengan pria? Bukannya jika pria, mereka jauh lebih tangguh untuk menjaga Asha."
"Haaah." Helaan napas panjang dari mulut Jhon yang enggan meneruskan obrolan namun tetap bergumam pelan hingga tak terdengar oleh Rika.
"Karena mereka sedang merencanakan untuk merebut Asha ku yang imut dan lemah. Aarrgh memikirkannya saja membuat ku ingin melenyapkan mereka."
BERSAMBUNG...