Hiro membuka matanya begitu mendengar suara berisik dari balkon kamarnya.
Ia menghela napas begitu melihat kedua bayangan yang sudah sering membuatnya pusing.
Nadila dan Bintang, dua wanita yang sering membuatnya pusing tujuh keliling lantaran sikap dan tingkah mereka yang sudah seperti anak kecil.
Hiro memang tak memusingkan seorang kekasih, karena dia memang tidak punya. Tetapi kehadiran kedua orang itu—benar-benar membuatnya harus berpikir lagi untuk berpacaran.
Melangkah ke balkon, dia mampu dibuat kesal karena menjadi bahan taruhan oleh Nadila dan Bintang.
"Kalian penjudi, hah? Ngapain nyeret namaku buat dijadiin taruhan?" tanya Hiro. Ia membelah rambutnya dengan jarinya lalu duduk di samping Bintang.
Nadila yang melihatnya tak suka.
"Bang Hiro ngapain sih duduk di samping mbak Bintang," gerutu Nadila.
"Kursi di samping kamu basah," sahut Bintang, ia menunjuk kursi di sebelah Nadila dengan dagunya.
"Kenapa? Kamu juga mau ikut ke Jogja?" tanya Hiro.