Tumbuh di sebuah kondisi keluarga yang kaya raya tidaklah mudah, apalagi jika menyangkut persaingan pasar dunia yang mengharuskan bermain kotor. Apalagi jika sudah menyangkut kalah menang, reputasi keluarga serta nama baik dipertaruhkan. Awak media pasti akan menyorot. Bukan hanya itu saja dampak lahir di lingkungan orang elit, sistem pertemanan pun sampai diatur, jam main juga diatur, bahkan menu makan saja harus melihat daftar menu lebih dahulu sebelum makan. Dan, rata-rata harus menghadiri acara bisnis atau pesta besar. Yang lebih gilanya lagi, tidak diperbolehkan menggunakan produk bukan merk asli atau dengan harga di bawah satu juta. Paling dibenci anak-anak dan cucunya adalah masalah jodoh.
Akan tetapi, tidak semua keluarga seperti itu. Mungkin ada beberapa yang mirip dengan penjelasan di atas. Seperti yang dialami oleh seorang gadis cantik berpipi chubby dengan rambut hitam legamnya, senyuman palsu ia pasang setiap ada teman ibunya menyapa, terpaksa karena ia muak. Sudah hampir empat jam dia tidak melakukan apapun selain menguping, duduk, dan makan jamuan. Rasa-rasanya dia ingin segera pulang lalu memakai baju santainya kemudian tidur pulas sampai matahari terbit karena besok hari minggu. Dia merolling bola matanya malas saat segerombol wanita tua dengan dandanan glamour menghampiri meja keluarganya.
"Apa ini Bina? Putri sulungmu, Sofi?"
"Ah, iya. Putri kesayanganku."
"Bina De Aslan Ezekiel." Bina, mengenalkan diri setelah dikode oleh Sang Ibu.
"Senyumnya manis banget, Jeng Sofi."
"Anak siapa dulu, dong Jeng?"
"Memang gak salah kalau dua anakmu itu cantik. Ibunya aja cantik, hahaha."
"Eh, Jeng Sofi,"
"Kenapa, Jeng Wen?"
"Rena kemana? Gak ikut?"
"Si bungsu lagi di rumah bibinya, nginep."
Dan bla, bla, bla, ngomongin orang. Batin Bina sebal, dia harus menampung gossip dan ocehan tidak berguna dari gerombolan wanita tua yang sangat mengganggunya itu. Benar-benar menyebalkan dan sangat membuang waktu berada di acara seperti ini, Bina risih mengenakan gaun panjang dipadu highless dan bagian dadanya terekspos. Belum lagi ada beberapa putra kolega juga rekan bisnis orang tuanya menatap dirinya penuh binar ingin memakan. Astaga, lain cerita jika mereka tahu seperti apa Bina sebenarnya.
Selepas pulang dari pesta Bina langsung memasuki kamar dan mengumpat, segera mengganti bajunya lalu membasuh wajah setelah membersihkan make-up yang ada di wajahnya, baru setelah itu dia tidur. Tidak menyadari kehadiran adiknya yang berdiri mengawasi di ambang pintu dengan tatapan lesu.
"Rena?" Suara neneknya memasuki gendang telinga gadis itu.
Segera Rena menutup pintu kamar kakaknya dan menanggapi neneknya. "Kenapa, Nek?"
"Kamu ngapain di depan kamarnya Bina?"
"Oh, aku cuman mau ngucapin selamat malam, tapi kayaknya Kak Bina kecapekan jadi langsung tidur."
"Ya udah, kamu lebih baik juga tidur, udah larut."
"Iya, Nek. Selamat malam."
*****
Hari selasa pagi Bina sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah dan sedang memanaskan motornya di garasi, dia mengabaikan panggilan kedua orang tuanya untuk sarapan pagi bersama karena menunya sangat memuakkan. Yah, siapa yang tidak mau muntah setiap pagi diberi omelet dan daging mentah dengan jus sayuran? Oh, mungkin orang yang bisa menelannya dengan sukarela. Tapi bagi Bina itu adalah makanan terburuk yang pernah ada. Bina memakai helm lalu melajukan motornya keluar dari garasi dan pelataran rumahnya.
Setibanya di sekolah dia memakirkan motornya. Bina turun, melepas helmnya, menaruhnya di spion. Lalu berjalan santai menuju gedung sekolahnya. Melewati koridor kelas sepuluh untuk mendapatkan jalan pintas sekaligus menghindari razia OSIS yang dilakukan di dekat koridor lab. Pasang mata pasti akan menatapnya aneh juga sedikit kagum karena dia satu-satunya murid perempuan yang berani melanggar aturan serta melawan ocehan guru. Bahkan dinobatkan sebagai ratunya kebebasan karena berkat Bina banyak kelonggaran yang terjadi pada aturan ketat sekolah.
"Dengar, dengar hari ini pemeringkatan akhir tahun."
"Iya, tadi aku lihat Wendy selalu di peringkat tiga."
"Peringkat pertama dari 980 murid selalu Lino."
"Peringkat dua berturut-turut Rena, adiknya Bina."
"Aneh gak? Masa adiknya jadi terbaik kedua tapi kakaknya urakan, udah gitu selalu peringkat dua puluh besar."
"Gak malu sama Adiknya apa ya?"
"Eh, tapi, tadi gue lihat Bina peringkat sepuluh."
"Heh!" Tegur Bina pada beberpa siswi yang bergerombol di koridor mading nilai.
"Apa?" Sahutan ketus salah satu dari mereka membuat seluruh pasang mata melihat ke arah mereka.
"Peringkat berapa kalian berempat?"
"Empat puluh besar, kenapa?" Jawabnya penuh percaya diri.
"Kirain masuk tujuh besar."
Bina berjalan melewati mereka dengan santai, tidak lagi peduli. Saat ia akan memasuki kelasnya, di ambang pintu masuk dia berpapasan dengan bintang nomor satunya sekolah, Lino. Mereka bersitatapn beberapa detik sebelum Bina dengan jahil menjulurkan lidahnya ke arah Lino lalu berjalan menuju bangkunya setelah mengalihkan pandangannya karena kesal.
Yah, bukan hal yang tabu lagi jika Bina suka bertindak usil pada Lino. Mereka sering ejek-mengejek sejak kelas sepuluh karena awalnya Lino julid pada Rena, Bina yang tahu itupun langsung membalas dendam pada laki-laki pemimpin ekskul dance tersebut hingga berlanjut sampai kelas dua belas.
"Wey, Nyonya Bos! Mukanya kusut amat kayak keset diinjek ama Taehyung EXO."
"Heh, tapir Himalaya! Taehyung itu member BTS bukan EXO! Sembarangan ae kalo ngomong." Protes Keysha si penggemar berat boyband Korea.
"Ya maap atuh, neng. Aa gak tau, bukan google soalnya."
Keysha cuma memutar bola matanya malas dan lebih memilih untuk melanjutkan streaming di youtube.
"Na, lu udah ngerjain tugas?"
"Udah." Bina menjawab cuek karena sibuk dengan portal internet. "Key!" Panggilnya kemudian, mengabaikan keberadaan Fikar di dekatnya.
"Kenapa, buketu?"
"Agust'D udah ngeluarin lagu terbaru lagi?"
"Iya, judulnya Daechwita."
"Oke! Makasih informasinya!"
"Yoi, masama buketu!"
Bina langsung mencari judul lagu yang disebutkan oleh Keysha tadi, lalu mendengarkannya.
*****
Jam pulang sudah tiba, giliran Bina untuk bersiap-siap untuk keluar dan menuju ruang ekskul. Jam terakhir untungnya kosong karena gurunya sedang cuti mau melahirkan. Murid-murid berhamburan memenuhi lapangan sekolah serta kantin juga parkiran. Bina sambil memakan permen lollipop pemberian Felix berjalan santai menuju ruang ekskul musik. Setibanya di sana, ruangan sudah ramai anggota ternyata.
"Sore, friends!" Sapanya ramah.
"Sore juga waketu." Sahut semuanya bersamaan.
Bina mengangguk tersenyum kemudian duduk di kursi dekat Felix, ketua ekskul.
Mereka pun memulai kegiatan ekstrakulikuler dengan berdoa bersama dan makan sore terlebih dahulu baru benar-benar melaksanakan kegiatan.