Suara televisi yang menyala di area ruang tamu menarik perhatian seorang wanita paruh baya. Dia tampak baru pulang dari suatu tempat dan segera menuju ke arah remote yang tertekan oleh lengan seseorang.
"Sejak kapan dia tertidur seperti ini?" Ucapnya dalam suara yang pelan sambil melihat ke arah sang anak yang tertidur pulas di sana.
"Riska, bangunlah..."
Wanita yang berbaring di sofa tampak tidak bergerak sedikitpun walaupun sudah ditepuk beberapa kali bagian lengannya.
"Riska..."
Kali ini dia mulai membuka kedua matanya perlahan karena sang Ibu yang menepuknya semakin keras.
"Bantu Ibu memasak sekarang" Ucap wanita paruh baya itu sebelum meninggalkannya.
Riska. Wanita berusia hampir 27 tahun itu mulai meregangkan kedua tangannya ke udara dan bangkit ke posisi duduk. Dia yang masih dalam keadaan setengah sadar, hanya bisa memperhatikan sekitarnya dalam diam namun sesekali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Riska!"
Panggilan sang Ibu membuatnya harus segera menyusulnya ke arah dapur. Dengan masih mengantuk, dia pun berjalan ke sana.
"Kenapa Ibu lama sekali pulangnya?" Tanyanya saat sudah berada di dekat wanita paruh baya itu.
"Aku harus merapihkan toko sendiri karena Ayahmu harus membantu temannya yang akan pindah rumah besok. Cuci sayuran ini sampai bersih"
Riska menerima satu baskom dari Ibunya dan segera menuju ke wastafel.
"Apa kau belum mendapatkan panggilan kerja lagi?"
Sang anak tidak memberikan jawabannya.
"Riska..."
"Belum. Aku bahkan tidak tahu kemana lagi harus melamar pekerjaan"
"Kenapa kau selalu menolak untuk membantuku di toko? Apa kau malu dengan gelar sarjana mu di Universitas ternama itu?"
"Ibu, aku sudah menjelaskannya padamu berkali-kali kalau bukan itu alasannya"
"Ada beberapa orangtua teman sekolahmu dulu yang bekerja di pasar yang sama denganku. Kurasa kau memang akan merasa malu kalau bertemu dengan mereka saat berada di toko ku, benar kan?"
Riska mulai menghela nafasnya pelan. Sudah hampir 3 tahun ini dia tidak memiliki pekerjaan setelah terakhir kali mengundurkan diri dari sebuah perusahaan.
"Aku tidak akan menuntut apapun lagi darimu selain mendapatkan pekerjaan. Kau harus mencari pengalaman yang banyak di luar sana supaya bisa mendapatkan kenalan baru juga. Mungkin kau akan menemukan kekasih ataupun jodohmu di tempat lain. Bagaimana bisa kau akan berkembang kalau terlalu lama berada di rumah?"
Riska memang sudah terbiasa dengan ocehan Ibunya yang seperti ini. Dia lebih memilih untuk diam dan melakukan kegiatannya dengan baik.
"Apa lagi yang harus ku lakukan sekarang?"
Sang Ibu berhenti memotong sesuatu setelah mendengar pertanyaan darinya.
"Potong sayuran itu untuk dijadikan sup. Aku akan menyiapkan air di panci sekarang"
Riska kembali mengikuti arahan Ibunya. Sementara wanita paruh baya itu hanya bisa menghela nafas sambil menunggu air keran memenuhi panci yang berada di bawahnya.
"Aku akan bertemu dengan Chika nanti malam di rumahnya"
"Chika?"
"Dia mengajakku untuk menginap bersama karena kebetulan besok hari minggu"
"Kalau begitu, kau bisa menanyakan lowongan pekerjaan padanya. Mungkin dia bisa membantumu"
Riska terdiam sejenak.
"Iya. Nanti aku coba tanya ke dia"
Sang Ibu kembali melanjutkan kegiatannya.
Dan malam hari pun tiba. Seperti yang sudah dia katakan tadi sore, dia pamit pada Ibunya untuk pergi keluar rumah sekarang.
"Hati-hati. Titip salam sama Ibunya Chika"
"Iya, bu. Aku berangkat..." Riska keluar dari pintu sambil membawa tas ranselnya.
"Semoga saja dia ada dirumahnya malam ini" Gumamnya dalam hati saat sudah melangkahkan kedua kakinya menjauh dari sana.
Dan harapannya tadi rupanya tidak terwujud karena temannya yang bernama Chika itu terlihat baru saja ingin pergi ke suatu tempat.
"Kenapa kamu tidak meneleponku terlebih dulu?"
"Maaf. Aku memutuskan secara sepihak karena sesuatu. Kemana kau akan pergi?"
"Berkencan"
"Hah?"
"Kekasihku akan menjemputku sebentar lagi. Malam ini malam minggu. Kamu lupa?"
"Aku tidak lupa. Kapan kau mulai memiliki kekasih? Kenapa kau tidak menceritakan apapun padaku?"
"Maaf, Riska. Kami baru resmi dua minggu yang lalu. Aku berencana memberitahumu setelah pertemuan pertama kami hari ini"
"Apa maksudmu? Apa sebelumnya kalian tidak pernah saling bertemu?"
Chika menggelengkan kepalanya sambil mengecek layar ponselnya.
"Bukankah dia rekan bekerjamu di kantor?" Tanya Riska lagi karena merasa penasaran.
"Bukan. Aku mengenalnya melalui sebuah aplikasi"
"Aplikasi?"
"Aplikasi kencan. Kamu bisa mengunduhnya di ponsel"
"Aplikasi kencan?"
Saat itu juga, terdapat sebuah kilatan cahaya mobil yang berhenti di dekat mereka berdua.
"Itu dia..." Gumam Chika.
"Riska, maafkan aku. Tapi aku harus pergi sekarang. Mungkin kau bisa menginap di lain waktu"
Riska memperhatikan temannya itu yang berjalan melalui sebuah mobil dan langsung memasukinya. Dia pun sekilas melihat interaksi dua orang itu dari tempatnya berdiri sebelum mobil melaju menjauhinya.
"Aplikasi kencan? Bagaimana bisa dia mendapatkan kekasih dari aplikasi itu?" Riska bergumam sendiri sambil mulai mengecek ponselnya.