Pria itu terbelalak.
"Oh Yayasan Bunda Kasih?"
Aku mengangguk.
"Ternyata feeling kakek benar. Pantas saja pas dengar nama kamu, tapi kayak nggak asing. Tapi kan kalau dulu kamu ini...."
"Iya, Pak. Dulu saya memang bisu." jawabku. "Tapi alhamdulillah sekarang saya sudah bisa bicara."
"Masya Allah." beliau memelukku dengan penuh haru. "Kakek sangat tahu kamu dari kecil."
Aku mengerutkan alis sambil tersenyum dan sesekali melirik ke arah Zaid. Sebenarnya aku masih bingung karena aku belum pernah bertemu dengan beliau sebelumnya.
"Dulu kamu anaknya sopan sekali. Kakek juga sering melihat kamu bantu-bantu Bu Anita sama Zaid. Kalian anak kebanggaan beliau, dan beliau juga cerita sama kakek kalau kamu sama Zaid ini, adalah harapan besar bagi Bu Anita untuk bisa memajukan Panti itu."
"T-tapi maaf kek." sahutku ragu. "Kakek ini siapa ya? Maaf kalau saya lancang soalnya..., saya rasa saya belum pernah bertemu dengan kakek."