"Kakek." Mata Dias penuh dengan nostalgia, dan dia berjalan menuju Kakek.
...…..
Melihat ke halaman, kakeknya membawa diri masa kecilnya berputar-putar, mata Dias penuh dengan nostalgia. Dalam ingatannya, kerabat terdekat adalah kakeknya.
Sekarang dia melihat Kakek tepat di depannya, tidak ada alasan mengapa dia tidak boleh dipindahkan.
"Tidak, Kakek telah meninggal, ini ilusi!" Dias menggelengkan kepalanya tiba-tiba, dan pemandangan di depannya berubah. Halaman menghilang, kakeknya menghilang, dan aula yang suram diganti.
Di depan matanya, ada pedang yang menusuk lurus. Dia menggerakkan tubuhnya dan membukanya ke samping. Pedang hampir menyayat dadanya. Udara yang tajam menusuk membuatnya merasa dingin di dadanya.
Setelah menghindari pedang, dia diam-diam berteriak mencari bahaya, dan kemudian, sosoknya melesat ke depan, bahunya tenggelam, dan dia menabrak tubuh Wahyu, memanfaatkan tren untuk meraih pedang di tangan Wahyu.
