Chapter 19 - Keraguan

Jika bukan karena Gunawan yang secara pribadi memberikan uang lima puluh juta rupiah kepada Dias dan memintanya untuk menyelesaikan urusan dengan Geng Serigala Hitam, Dias tidak akan datang ke kantornya jika Dias mengetahui bahwa Gunawan bukan orang rela membantu para mahasiswanya di saat sulit.Dias berpendapat bahwa rektor adalah rektor, bagaimana pun juga dia tidak akan membiarkan ketidakadilan terjadi di kampusnya.

Dias sedang berada di kantor Rektor saat ini, dia melihat Gunawan yang wajahnya cerah seperti ada angin musim semi. Dias tahu bahwa lelaki tua itu dalam suasana hati yang sangat baik sekarang. Dias tahu bahwa pria tua ini dia pasti sangat tidak berdaya saat dia berurusan dengan Geng Serigala Hitam.

"Dias, tolong duduk."

Gunawan menatap Dias yang memasuki pintu dan berkata "tolong" kepada seorang mahasiswa dengan cara yang tidak seperti perkataan seorang rektor secara umumnya kepada mahasiswanya.

"Terima kasih, pak."

Seperti mahasiswa yang sopan pada umumnya, Dias dengan hati-hati duduk di hadapan Gunawan kemudian tersenyum padanya.

Gunawan memandang Dias. Dia mengerutkan kening kemudian berkata dengan perasaan bersalah, "Dias, kamu telah mengalahkan seseorang dari Geng Serigala Hitam sebelumnya. Saya meminta kamu untuk pergi meminta maaf sendiri kepada mereka, saya tahu bahwa saya tidak boleh membiarkanmu sendiri seperti itu, tapi saya harap kamu tidak menyalahkan bapak. Menghadapi orang-orang jahat itu, saya benar-benar tidak berdaya. "

" Pak rektor, saya mengerti kesulitan Anda. " Dias mengangguk dan terlihat sangat bijaksana.

Melihat bahwa Dias tidak menyalahkannya, kecemasan kecil di wajah Gunawan juga terlepas. Dia berkata langsung ke intinya, "Dias, Geng Serigala Hitam baru saja menelepon saya, Mereka tidak hanya meminta maaf kepada saya, tetapi juga mengatakan bahwa mereka menginvestasikan lima ratus juta di kampus kami untuk memberikan dana kepada mahasiswa miskin. Saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu ketika kamu pergi ke Paviliun Aldebaran? "

" Oh, Rektor ingin tahu tentang ini. " Dias membatn dalam hati sambil tersenyum, kemudian dengan tenang dia berkata, "Sebenarnya, anggota Geng Serigala Hitam tidak seperti yang kau pikirkan. Mereka masih sangat masuk akal."

Mendengar perkataan ini, Gunawab mengerutkan keningnya karena tidak paham. Anggota Geng Serigala Hitam bersikap masuk akal? Ini pertama kalinya dia mendengar pernyataan semacam ini.

Melihat Dias berhenti, Gunawan buru-buru berkata, "Teruskan bicara."

Dias dengan sungguh-sungguh mengatakan cerita yang dia jelaskan kepada Retno, cerita itu membuat Gunawan langsung tercengang. Gunawan tidak bisa menahan untuk mempertajam telinganya, bahkan dia masih bertanya-tanya apakah dia salah dengar.

Sebenarnya, penjelasan Dias tentang semangat sumpah palapa yang dikatakan oleh Gajah Mada dengan alasan Geng Serigala Hitam menyerah itu sama sekali tidak ada hubungannya. Tapi, akankah orang lain bisa percaya?

Gunawan tidak dapat mempercayai perkataan itu, "Apa yang kamu katakan ... benar?"

"Apakah Rektor tidak percaya? Ini semua diajarkan oleh Bu Retno. Jika Anda tidak mempercayai saya, Anda dapat bertanya kepada Bu Retno. Selama kita memiliki cinta, siapa pun dapat melakukannya. Coba saja. " Dias berkata dengan lembut dan meyakinkan sambil meletakkan tangan kanannya di dadanya. Dias tampak seperti malaikat tanpa sayap yang penuh kasih.

Melihat mata tulus Dias, Gunawan merasa terjerat dalam hatinya yang akhirnya memilih untuk percaya pada Dias. Selain itu, Gunawan juga percaya karena dia sama sekali tidak bisa memikirkan cara lain yang Dias lakukan untuk menyelesaikan masalah ini.

Gunawan tidak bertanya lagi, kemudian dia mengubah kata-katanya, "Dias, kamu memperjuangkan dana untuk mahasiwa miskin sebesar 500 juta kepada kampus. Ini adalah sumbangan yang besar. Saya kira kamu mengendarai sepeda yang sangat rusak berarti kondisi keluargamu juga tidak terlalu baik, jadi saya memutuskan untuk memberimu beasiswa 5 juta rupiah di muka. "

" Pak rektor, terima kasih atas kebaikan Anda. Saya masih bisa mencukupi kebutuhan saya sendiri, jadi serahkan beasiswa itu kepada mahasiswa yang lebih membutuhkan. "

Dias dengan serius menolak kebaikan rektor karena dia bahkan tidak perlu membayar uang kampus tanpa membutuhkan beasiswa. Dengan uang yang diterima dari gangster itu, Dias sangat ingin membantu para mahasiswa dari keluarga miskin.

Melihat Dias yang tidak mementingkan dirinya sendiri, Gunawan sangat tersentuh. Tangannya gemetar dan dia beberapa kali tersedak, "Dias, hanya ada sedikit sekali mahasiswa seperti kamu sekarang. Kalau begitu, apa lagi yang kamu butuhkan bantuan? Bahkan jika kamu punya masalah, saya akan membantu menyelesaikannya. "

" Rektor, sebenarnya ini semua diajarkan oleh Bu Retno. Jika Anda ingin memuji, maka pujilah Bu Retno. " Dias berkata sambil tersenyum. Dia berusaha melimpahkan semua kebaikan kepada Retno.

Gunawan tidak ragu-ragu setelah mendengar perkataan Dias. Dia segera mengeluarkan telepon lalu menelepon Wibowo, direktur Kantor Urusan Akademik, memintanya untuk datang ke kantornya bersama Retno. Gunawan mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus diatur.

...

Di tempat lain, setelah Wibowo menerima telepon Rektor, dia memandang Retno dengan cibiran di wajahnya sambil berkata, "Bu Retno, saya tidak tahu apa yang dikatakan Dias kepada Rektor. Sekarang Rektor meminta saya untuk mengantarmu ke sana, saya khawatir ada hal buruk."

"Saya percaya dengan karakter Pak Gunawan. Bahkan jika Dias mengacau, dia tidak akan tega memasukkan gas ke dalam kepala Dias. "

Hanya Retno yang percaya kepada Dias dan Wibowo yang benci kepada Dias. Rektor Gunawan sebenarnya masih sedikit ragu-ragu dengan perkataan Dias, jadi dia memanggil Retno dan Wibowo ke kantornya. Tapi apapun yang terjadi, Gunawan masih ingin berada di sisi mahasiswanya itu.

Wibowo berkata sambil berjalan, "Bu Retno, saya akan memberi Anda satu kesempatan terakhir. Selama Anda berjanji untuk menemani saya makan malam malam ini, maka kita akan membuka ruangan bersama untuk membahas pameran akademik di Universitas Gajah Mada. Saya jamin Anda punya pemikiran yang sama. "

Retno melihat Wibowo berbicara dengan begitu terang-terangan, wajahnya memerah karena marah sedangkan kulitnya langsung kaku seperti es. Retno berkata dengan sungguh-sungguh, "Pak Wibowo, kau tidak punya harga diri." Wibowo melihat Retno.

Wibowo kemudian mengancam, "Retno, Anda benar-benar tidak paham pujian. Tidak ada wanita di kampus ini yang tidak bisa saya tangani. Jika Anda tidak menerima tawaran dengan saya hari ini, tidak akan ada kesempatan bagi Anda untuk menyesal di masa depan."

"Wibowo, Anda benar-benar sombong. Bahkan jika saya tidak bekerja di sini, saya tidak akan pernah berkompromi dengan Anda! "

Retno juga bersikap angkuh sambil berkata terus-terang kepada Wibowo.

Wibowo tidak menyangka Retno yang terlihat sangat menawan, tetapi temperamennya sangat buruk. Wibowo menoleh ke belakang lalu berkata dengan dingin, "Ketika Anda sampai di kantor Rektor, saya ingin Anda terlihat baik." Setelah itu, mereka berjalan berjauhan menuju gedung administrasi.

Saat hendak memasuki ruangan rektor, Retno menggigit bibirnya yang merah cerah karena cemas. Matanya seperti berkaca-kaca karena dia merasa khawatr, tetapi dia diam-diam berkata, "Apapun yang terjadi, aku tidak boleh membiarkan Dias dikeluarkan, dia tidak bersalah."

Setelah mengambil keputusan, Retno mengikuti Wibowo dari jarak dekat. Mereka berdua memasuki kantor Rektor, Wibowo menatap Dias yang duduk di sebelahnya kemudian menunjukkan senyum yang sangat cerah di wajahnya, "Pak Gunawan, saya di sini bersama Bu Retno."

Gunawan mengangguk. Sebelum rektor mulai berbicara, Wibowo mengambil alih pembicaraan dulu lalu berkata dengan tergesa-gesa. Wibowo melirik Retno kemudian berkata dengan ekspresi membenci, " Pak Gunawan, Bu Retno sebenarnya tidak tahu bagaimana mengajari mahasiswa seperti Dias. Anak ini berkata dengan penuh kebohongan yang mengatakan bahwa dia membujuk orang-orang dari Geng Serigala Hitam. Adakah yang akan percaya jika kamu berbohong seperti itu? Jadi menurutku, masalah ini bukan hanya kesalahan Dias, tetapi Bu Retno juga tidak bisa mengelak dari tanggung jawab. "

Begitu dia masuk, Wibowo langsung menuduh Dias dan Retno. Orang ini benar-benar tidak punya hati.

Retno menatap mata Wibowo dan ekspresinya tiba-tiba menjadi sangat serius. Rektor yang saat ini hanya menatap Wibowo seperti ada cahaya dingin di matanya membuat jantung Retno berdebar kencang, dia diam-diam mengatakan bahwa hari ini harus berakhir.

Retno melirik Dias, dia masih memiliki wajah tenang dengan senyum di wajahnya. Awalnya Retno sedikit bingung, tapi kemudian dia menjadi cemas lalu berdiri, "Rektor, Dias tidak bisa disalahkan untuk ini. Saya ... "

" Jangan khawatir bu, saya ingin mendengar Pak Wibowo selesai bicara lebih dulu. "

Gunawan memotong perkataan Retno, sedangkan Wibowo di sebelahnya mencibir Retno dalam hati ketika dia mendengar ini.