Chereads / Sacrifice by Lut / Chapter 1 - Sacrifice - BAB 1: Sempai Bertemu Lagi, Adam

Sacrifice by Lut

Daoistzt7gOl
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Sacrifice - BAB 1: Sempai Bertemu Lagi, Adam

Gelap. Hanya jalan buntu yang dapat dilihat oleh gadis bernama Ayasya yang tengah berdiri di sebuah toilet mall dengan lutut super lemas. Gadis berusia delapan belas tahun itu menatap sebuah stik putih tipis yang memanjang, lengkap dengan dua buah garis berwarna merah. Punggung gadis itu bergetar, wajahnya yang kini menghadap lurus ke lantai hanya bisa bersembunyi dibalik kedua tangannya. Dari pelupuk matanya air mata kian mengalir deras dan jatuh membasahi lantai begitu saja setelah melewati lekukan jemarinya.

Ayasya Maulina, nama yang begitu baik. Namun, tak sesuai dengan sosoknya sekarang ini. Ayasya merasa, bahwa kini ia hanyalah seongok daging dengan dosa yang menyelimuti dirinya.

Gadis itu lantas menegakkan tubuhnya. Mengarahkan kepalanya untuk menatap langit-langit toilet. Menenangkan dirinya sendiri.

.

"Adam, ini gua Riska. Dua hari yang lalu Aya hubungin gua. Suruh bilang ke lo kalau dia pengen putus."

Adam, kekasih Ayasya.

"Kenapa? Kok tiba-tiba, seminggu yang lalu dia masih baik-baik aja sama gua. Cuma emang, beberapa hari terakhir gua ga chat lagi, katanya dia butuh waktu."

"Enggak tau deh, Dam. Itu yang Aya bilang ke gua dua hari yang lalu sebelum dia pamit dari kosan."

"Jadi, Aya ga ada di kos? Kemana cewek itu?"

"Ga tau, Dam. Dia udah ga ada kabar sejak saat itu. Kemaren aja ibunya hubungin gua."

Adam memejamkan mata sayunya sejenak. Kemudian memilih untuk menutup telfon dari Riska.

Secangkir kopi dan sebuah laptop yang ada di hadapannya itu kini ia abaikan. Adam memilih untuk mengambil jaket dan kunci motornya, mencari keberadaan kekasih hatinya.

Wajah tampan Adam hanya menyiratkan raut khawatir yang luar biasa.

.

Di tempat lain, Ayasya sedang duduk memandangi rembulan. Di sebuah villa yang sepi, yang hanya ia pesan untuk dirinya sendiri dari dua hari yang lalu. Jemari lentiknya mengelus pelan perutnya yang masih rata. Bibirnya melantunkan beberapa doa yang ia panjatkan kepada Tuhannya.

Sudah dua hari dia mematikan ponselnya. Gadis itu bahkan membuang kartu SIM ponselnya saat perjalanan kemari. Ayasya pun sudah melewatkan dua hari kuliahnya.

Sekarang, yang gadis itu rasakan hanya rasa sakit dan marah pada dirinya sendiri.

Gadis cantik itu beranjak dari duduknya, berjalab menuju kamar yang ia sewa dengan sedikit sempoyongan. Bukan, gadis itu tidak mabuk, Ayasya hanya terlalu banyak mengonsumsi obat KB sampai rasa pusing kian menjalar keseluruh bagian kepalanya.

"Aya!"

Samar. Ayasya mendengar sebuah suara yang sangat familiar di telinganya memanggilnya dari kejauhan.

"Aya!"

Ayasya mengerjap.

"Adam?"

Pagi tiba. Sinar mentari menyeruak masuk melewati gorden putih yang tembus pandang.

Ayasya masih merasakan pusing di kepala saat ia terbangun. Gadia cantik itu menatap sekeliling, dan mendapati Adam sedang berbaring di sebelahnya. Ayasya makin merasakan sakit kepala yang luar biasa. Deja vu.

"Sayang, udah bangun?" tanya Adam padanya.

Ayasya tidak menggerakan bibirnya. Gadis itu hanya mengangguk pelan. Menandakan bahwa ia enggan berbicara dengan kekasihnya.

"Sayang, kamu kenapa keliatan pucat banget?" sekali lagi Adam bertanya dengan penuh perhatian.

Ayasya menghela napasnya kasar. Matanya yang semula menatap Adam tajam kini meredup.

"Adam, liat isi tasku." Titah Ayasya.

Adam tanpa berkata apapun langsung menurutinya. Lelaki berusia satu tahun lebih tua dari Ayasya itu menemukan sebuag tespek di dalam tas kekasihnya.

"Yang? Kamu, ha... mil?" tanya Adam setengah bergetar ketika melihat dua garis merah.

"Iya."

Hanya jawaban singkat itu yang mampu Ayasya lontarkan dari bibirnya.

"Kamu hamil sama siapa yang?" tanya Adam terlihat mulai emosi.

Ayasya yang mendengar pertanyaan Adam merasa begitu hancur dan sakit.

"Adam, bisa-bisanya kamu nanya kayak gitu. Menurutmu siapa lagi kalau buka  kamu hah? Aku ngelakuin aneh aneh sama orang mana mungkin!"

"Tapi yang, aku gak niat bikin kamu sampe hamil. Aku masih kuliah, aku harus bahagiain orang tuaku, dan ngebales kebaikan mereka. Aku belum mau kamu hamil, aku belum siap buat nikah."

"Menurutmu aku berniat hamil? Menurutmu aku gak kuliah? Aku juga masih kuliah, aku juga harus bahagiain orang tua aku. Bukan cuma kamu!"

Ayasya berbicara dengan nada meninggi dan pergi dari ranjangnya, mengambil kerudung instan yang diletakan sembarang di meja.

"Aya! Mau kemana?" tanya Adam dengan nada yang tidak kalah tinggi

"Adam, aku kecewa berat kamu ngomong kayak gitu. Selama ini menurutmu aku gimana, siapa selain kamu? Kamu bilang hamil sama siapa? Kamu pasti gila!"

Ayasya tidak mempedulikan Adam yang sudah mulai tersulut emosi. Gadis itu mencoba membuka pintu kamar, namun gagal karena pintunya terkunci.

"Anak aku? Oke kalo itu anak aku, aku anter kamu ke tempat aborsi!"

-the story begins

Adam adalah lelaki baik, aku mengenalnya karena Adam memiliki ilmu agama yang cukup baik. Adam dan aku sama-sama orang baik yang terjebak dalam lingkaran pergaulan yang tidak seharusnya.

Selama seminggu, Adam menemaniku sembari aku memulihkan keadaan pasca aborsi. 

Hari ini aku sudah merasa cukup sehat, aku menyarankan Adam untuk kembali ke kos nya, namun Adam dengan tegas menolak.

Adam kini menarikku dalam dekapannya, membiarkan aku bersandar padanya dan menumpahkan  segala yang aku rasa.

"Sayang, maaf buat yang kemarin. Aku enggak bermaksud meragukan kamu soal anak yang kamu kandung. Aku cuma panik, dan aku belum siap. Kamu tau kan, aku anak laki-laki satu-satunya di keluargaku. Aku masih kuliah dan aku jadi tanggungan keluarga, aku belum bisa hidupin kamu dan anak kita," ujar Adam sembari mengelus rambutku.

Adam mendekap dengan lebih erat lagi sembari melanjutkan perkataannya.

"Aku minta maaf kalau aku minta kamu buat gugurin anak kita. Itu pasti hal menyakitkan buat kamu. Percaya sama aku, ini yang terbaik. Gimana nantinya jika anak kita lahir dari pasangan yang belum menikah seperti kita? Kondisi sosialnya bakal terus mojokin dia selama hidupnya. Jadi, jangan sedih. Ini keputusan yang baik. Maaf aku belum bisa jadi pasangan yang baik buat kamu sayang."

Aku menarik diriku dari dekapannya.

"Adam, kamu tau kan aku pasti kecewa. Mungkin lebih baik, kamu dan aku saling menjauh. Aku takut hal kayak kemarin terjadi lagi." ucapku tegas.

Adam meraih tanganku dan menciumnya sejenak, "Aku gak bisa sayang, tapi kalau ini untuk kebaikan kita berdua ya aku usahakan aku bisa."

"Dam, tapi kamu tau kan. Aku udah enggak perawan lagi karena kamu. Jadi aku mohon, suatu saat nanti tanggung jawab,"

"Iya, aku bakal jadi yang pertama, selalu, dan yang terakhir buat kamu. Doakan, empat tahun lagi setelah kamu lulus aku sudah berkecukupan dan sanggup meminangmu."

Selamat bertemu lagi Adam, aku menantikanmu. Aku mencintaimu, tapi ini yang terbaik untuk kita berdua.

-

Satu tahun setelah kejadian itu berlalu.

Namaku Ayasya Maulina, saat ini sedang berada di semester 4 dan tengah mencoba memperbaiki diriku dengan bergabung ke sebuah pondok pesantren di dekat kampusku. Alhamdulillah, berkat semua usaha aku kini menjadi perempuan yang lebih baik lagi di mata Allah. Kenapa di mata Allah, karena aku mengikuti standar kemuliaan wanita menurut standar Allah, jika menurut standar manusia yang lain belum tentu sekarang aku jadi perempuan yang lebih baik.

Sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju Turki, aku berkesempatan mengikuti pertukaran pelajar selama tiga bulan di sana.

Dan sekarang, aku duduk di sebelah seorang lelaki yang bisa dibilang cukup tampan, namun tidak melebihi ketampanan Adam sih hehe.

MasyaAllah, lelaki itu sedari tadi sedang sibuk membaca Al-Qur'an, sejak sebelum aku duduk di sampingnya malah.

Sampai sekarang, lelaki beralis agak tebal itu sama sekali belum menegurku.

Sesekali aku mencuri-curi pandang, tapi jangan salah sangka aku hanya mencoba mengajaknya berkenalan. Sebagai mahasiswi jurusan komunikasi aku harusnya lebih ramah kan yah.

Sejam lebih terfokus pada kegiatan mengajinya, lelaki itu akhirnya selesai dan menutup mushaf Al-Qur'an nya.

Aku pun memberanikan diri menyapanya terlebih dahulu, sedikit menyungging senyum dan mengulurkan tanganku.

"Hallo, aku Ayasya Maulina salam kenal. Kalo nama mu siapa?"

Lelaki itu membalas senyumku, namun tidak mempedulikan uluran tanganku. Justru dia mempertemukan kedua telapak tangannya sendiri.

"Aku Husein. Salam kenal Asya." katanya dilengkapi dengan sebuah senyum yang ugh seperti ubin masjid, adem.

Aku sedikit salah tingkah, tapi aku ingin mengoreksi sedikit bahwa namaku bukan Asya.

"Maaf tapi namaku Ayasya, bukan Asya." kataku agak kikuk.

"Iya Ayasya, tapi aku pengen manggil kamu Asya gimana tuh?"

Baiklah, lelaki ini tampak lebih genit dari yang aku kira sebelumnya.

"Hngg.. iya udah deh gapapa."

Seperti biasa, aku akan menanggapi dengan jutek lelaki yang menurutku agak genit. Entahlah, hanya kurang suka.

"Asya, kita pernah ketemu pas SMA kamu inget gak?"

Hah?

"Baru ketemu sekarang kok."

"Lupa kamu kayaknya. Ya udah gapapa, salam kenal Asya."

~to be continue...

Part selanjutnya aku kasih ilustrasinya yaaaaa

.