Hujan turun dengan lebatnya membasahi Kota, seakan menunjukkan kesedihannya. Bergemuruh disertai kilat, membuat langit begitu suram untuk dipandang. Terlihat jalanan disepanjang Kota basah kuyup disapu air hujan. Suasana benar - benar gelap saat itu.
Dilain tempat, terdengar sirine Ambulance dan sirine Polisi bersahut - sahutan. Para medis segera berkerja dengan maksimal dan polisi yang mengamankan TKP.
Telah terjadi kecelakaan tragis, bus yang membawa anak - anak berkunjung ke kebun binatang, bertabrakan dengan sebuah sedan. Malangnya lagi, bus tersebut juga menabrak tembok pembatas jurang, sehingga mengakibatkan bus tersebut terbanting masuk kedalam jurang.
Raungan tangisan dari para orang tua yang telah kehilangan anaknya dalam korban kecelakaan itu. Sebagian terlihat tidak berdaya lagi dan sebagian terdengar mengutuk kejadian itu.
Dilanda dengan kesedihan yang luar biasa tersebut, dihebohkan dengan seorang gadis kecil yang masih hidup diantara korban - korban tewas tersebut. Walau kondisinya juga tidak baik, gadis tersebut berhasil diselamatkan. Suatu keajaiban bukan?
Namun, anak itu terus mengalami trauma yang mendalam atas kejadian itu. Bayangan - bayangan yang berputar dikepalanya selalu membuatnya tersakiti.
Apalagi orang - orang yang terang - terangan tidak terima, karena gadis itu berhasil selamat, namun tidak dengan anak - anak mereka pasca insiden tersebut. Bahkan dia selalu menjadi bahan bullyan sekitar. Entah apa salahnya. Dia hanya terus hidup sesuai dengan perjanjiannya dengan Tuhan.
"Cuih, aku tidak pernah menginginkan anak yang membuatku repot sepanjang hari. Benar - benar membuat sial saja. Kenapa dia tidak mati saja saat itu."
Seperti itulah yang sering gadis kecil itu dengar dari sang Ibu yang rupanya tidak menyayanginya. Ah, apakah itu karena status kami hanya sebagai anak dan Ibu tiri? Mungkin saja.
"Aku benar - benar berharap suatu saat nanti kau mati saja. Dan berhenti menyusahkanku." Sambung wanita itu dengan kesalnya.
"Dengar, anak bodoh! Kau akan terus membawa sial dikehidupanku. Pergi dan cari tempat lain! Menjauh dari sini!"
Dengan kemarahan tanpa sebab yang jelas. Wanita yang disebut sebagai Ibu tiri gadis itu kerap sekali menghinanya dan mengata - ngatainya. Bahkan selalu mengancam akan mengusir anak itu. Seperti yang dikatakannya baru saja.
Gadis yang baru saja menginjak usia 8 tahun itu harus menerima segala pedihnya perkataan - perkataan orang lain. Ibarat terkena hujaman pisau berkali - kali Dia bahkan tidak menyadari apakah dia sudah sangat dewasa untuk menanggung beban seperti itu?.
Sebelum gadis itu benar - benar memutuskan akan pergi, dia menulis sesuatu yang sampai kapanpun tidak akan pernah terlupakan ;
"Hallo, Serigala tampan, aku akan pergi dari rumah Ibu. Aku menangis. Maukah kamu menemani aku? Apakah aku harus menjadi pengemis dulu? Maafkan aku dan sampai jumpa."
To Be continue