Andrea kini tengah bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Ia tidak bisa tidur sejak semalam dan jadilah kini dia sudah duduk manis di ruang tengah menunggu jam 7. Andrea beberapa kali menghela napas, ia bingung bagaimana nanti harus bersikap di depan Azka. Ia menimbang untuk mengabaikan lelaki itu, tapi tentu saja sangat mustahil jika mereka harus berangkat bersama. Ia pun terdiam beberapa saat mengingat apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan lelaki jangkung itu.
Flash Back on
"Aku pulang ya," ucap Andrea saat menatap jam di dinding dekat televisi.
"Aku antar," sahut Azka cepat membuat Andrea terkekeh. Pasalnya kamar mereka bersebelahan jadi sangat lucu jika Andrea harus di antar.
Mereka keluar kamar Azka dalam diam. Bahkan sampai di depan kamar Andrea pun belum ada yang memulai pembicaraan. Andrea bahkan merasa ragu untuk memasukkan password karena sebenarnya masih ingin bersama Azka.
"Masuklah," ucapan Azka akhirnya mengusik keterdiaman Andrea. Azka mengikis jarak di antara keduanya dan menyematkan sebuah kecupan hangat di dahi Andrea. "Selamat beristirahat," ucap Azka sembari mengusap sayang puncak kepala Andrea. Dan jangan lupakan senyum manisnya yang kini sangat mengusik ketenangan jantung Andrea yang hanya mampu menganggukan kepalanya.
Andrea langsung masuk ke kamarnya tanpa berani berbalik badan sekedar untuk melihat Azka. Ia terlalu malu dengan apa yang telah dilakukan oleh lelaki itu. Dan ia pun yakin jika saat ini pipinya pasti merona. Andrea tidak tahu mengapa saat Azka yang melakukan hal itu ada perasaan berbeda yang muncul di hatinya. Padahal ia sudah sering melakukannya dengan Daren. Bahkan lebih dari sekedar kecupan di kening. "Ah aku bisa gila jika terus mengingatnya," gerutu Andrea sembari mengacak rambutnya sembarangan. Ia tidak bisa melupakan perlakuan manis Azka barusan padanya. Dan lebih buruknya adalah ia tidak bisa tidur. Bayangan saat Azka membelai puncak kepalanya seolah terputar sekali lagi saat ia memejamkan mata. Dengan segala perkataan kasar yang bersarang di kepalanya, Andrea bangkit dan memilih untuk menonton televisi. Ia berharap bisa terlelap karena kelelahan menonton. Namun hasilnya nihil. Jam di dinding sudah menunjukkan angka 4 tapi mata Andrea masih segar bugar. Seolah sudah selesai tidur lelap sepanjang malam.
Flash Back of
Dengan langkah gontai ia pun menuju kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci wajahnya. Tidak berani mandi karena selesai bergadang. Senyum manis tersungging di bibir Andrea saat mendapati kulkasnya berisi beberapa makanan. Ia mengambil dua lembar roti tawar dan sekotak susu. Andrea ingat betul jika Azka yang mengirimkan makanan itu pada saat ia sedang bersama Reyma. Azka bahkan akan mengirim makanan itu 3 hari sekali. Andrea sudah sempat menolak tapi bukan Azka namanya jika ia tidak bisa membuat seorang Andrea menuruti keinginannya. Hati Andrea menghangat mengingat bagaimana lelaki itu selalu menjaga dan menyayanginya dengan caranya sendiri. Dan sekelebat bayangan tentang kejadian kemarin kembali mengusik. Pipi Andrea bersemu merah mengingat kecupan dan usapan sayang yang Azka berikan sebelum mereka berpisah. Entah apa yang terjadi pada dirinya, tapi yang jelas jantungnya menjadi tidak sehat setelahnya dan saat mengingat kejadian itu. Andrea beberapa kali menghela napas untuk menetralkan detak jantungnya sendiri.
Sementara itu, Azka kini tengah menatap pantulan dirinya di cermin. Senyum manis tak pernah luntur dari bibir lelaki itu ketika mengingat bagaimana harinya berakhir bersama Andrea. Ia mengingat setiap detail bagaimana Andrea menyantap masakannya dan salam perpisahan yang membuatnya merutuki diri sendiri sepanjang malam karena ia pun tidak bisa tidur memikirkan keberaniannya itu. Azka sebelumnya tidak pernah melakukan hal semacam itu terlebih pada seseorang yang baru ia kenal. Ia pun segera menuju dapur untuk menyiapkan makanan. Ia mengingat bahwa hanya ada roti dan susu yang tersisa. Tapi tidak apa nanti ia bisa berbelanja sepulang dari kampus. Azka menghela napas saat mengingat bahwa hari ini ia akan bertemu dengan Andrea lagi. Entah bagaimana ia harus bersikap jika berpapasan dengan gadis itu. Azka benar-benar merutuki tingkahnya sendiri kali ini. Bagaimana jika nanti akhirnya Andrea menjauh? Bagaimana jika Andrea akan marah mengingat semalam gadis itu berlalu begitu saja tanpa mengatakan sesuatu bahkan menoleh ke arahnya pun tidak. Azka menggelengkan kepalanya pelan untuk membuang semua pikiran konyol yang kini menjadi teman sarapannya.
Azka dan Andrea berbarengan keluar dari apartemen. Pandangan mereka sempat bertemu sebentar sebelum akhirnya saling mengalihkannya. Mereka tetap berjalan beriringan tapi kali ini tanpa suara. Andrea yang biasanya selalu punya bahan pembicaraan pun akhirnya memilih diam. Ia terlalu malu untuk memulai pembicaraan seperti sebelumnya. Keterdiaman keduanya masih berlanjut hingga mereka kini sampai di halte bus. Azka memilih berdiri di belakang Andrea karena kini halte sangat ramai dan sesak. Sementara Andrea kini tengah memainkan ponsel pintarnya yang sedari tadi malam sama sekali tidak ia sentuh. Ia menyunggingkan senyum mendapati pesan dari Daren yang berjanji akan menjemputnya sepulang kuliah nanti membuat Azka mulai tertarik untuk mengintip isi pesan itu.
Tak berapa lama bus yang mereka tunggu akhirnya dating. Azka dengan sigap membantu Andrea masuk ke dalam bus dari belakang. Ia menjadi tameng Andrea dari serbuan penumpang yang tidak sabaran ingin segera masuk ke dalam bus. "Perhatikan depanmu," ucap Azka saat melihat Andrea masih sibuk dengan ponselnya. "Simpan ponselmu jika tidak ingin ada copet," kesal Azka saat Andrea masih saja menggenggam ponselnya ketika mereka sudah berada di dalam bus.
Andrea memandang Azka sekilas. "Aku masih ada pesan penting," sahutnya.
"Nanti saat sampai di kampus saja membalasnya," Azka mencoba peruntungan dengan sedikit bersikap dingin pada Andrea. Namun tidak berhasil, nyatanya Andrea masih sibuk bertukar pesan entah dengan siapa. Ia pun kesal karena gadis itu tidak menatapnya barang sebentar.
Bus berlalu di iringi dengan perasaan kesal Azka karena Andrea lebih sibuk dengan ponselnya. Ingin sekali ia merebut dan melempar benda itu jauh-jauh, tapi apalah daya ia hanya teman bagi gadis yang kini sedang memandang ponselnya penuh senyum. Azka mendengus kesal dan mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin menambah jumlah rasa sesaknya karena di abaikan. Padahal tadinya ia ingin meminta maaf tentang kejadian semalam. Namun sekali lagi ia harus mengurungkan hal itu, perasaan kesal lebih bertahta di dalam dadanya saat ini. Mereka akhirnya sampai di halte depan kampus. Azka keluar lebih dahulu tanpa menunggu Andrea. Ia tidak ingin mengamuk pada gadis itu karena kekesalannya sendiri.
"Kenapa aku ditinggal?" kesal Andrea sembari menarik lengan Azka untuk di genggam. Ia mendengus kesal saat Azka hanya meliriknya sekilas. Andrea tentu tidak lupa jika di kampus Azka akan bersikap lebih dingin dari biasanya, tapi ia tidak peduli karena lelaki itu akan tetap menanggapinya meskipun dalam mode dingin. "Ayo sarapan dulu. Aku tahu stok makanan di kulkasmu sudah habis." Andrea menarik paksa Azka yang kini tengah memutar bola mata jengah. "Pilih menu sarapanmu," kesal Andrea karena Azka diam saja. Ia pun segera memesan apa yang di inginkan dan akhirnya memilih makanan yang sama untuk Azka karena lelaki itu diam saja. Andrea kembali mengeluarkan ponselnya karena merasa Azka mengabaikannya. Ia menghela napas merasa sesak karena sepertinya Azka mendiamkannya melebihi biasanya. Ia baru ingin bersuara ketika makanan yang mereka pesan datang. Ia pun mulai menyuap makanannya dalam diam. Entah mengapa keterdiaman Azka kali ini membuat sesuatu dalam dadanya terasa perih. Tak terasa matanya pun mulai buram. Sekuat tenaga ia menahan suara isakkan agar Azka tidak tahu. Ia tidak ingin lelaki itu tahu bahwa ia sedih karena diabaikan. Andrea mengusap pipinya dengan kasar membuat Azka menatapnya dengan dahi berkerut. Ia bahkan tak menyadari tangan Azka terulur untuk mengusap kepalanya hingga akhirnya pertahanannya pun runtuh. Andrea terisak membuat Azka berpindah tempat duduk di sampingnya.
"Makanlah," ucapan Azka yang lembut semakin membuat Andrea terisak. Azka menghela napas pelan kemudian menggenggam tangan Andrea. Ia menghentikan sejenak suapannya dan menatap Andrea yang masih menunduk. "Jangan menangis lagi atau aku akan membuat mereka semua menatap ke arahmu," bisik Azka membuat Andrea menegang. "Anak pintar," bisik Azka lagi saat mendapati Andrea berhenti terisak.
"Apa begitu caramu menenangkan seorang gadis yang sedang menangis?" kesal Andrea.
Azka terkekeh. Ia mengusap sayang puncak kepala Andrea. "Aku tidak pernah peduli pada gadis yang menangis di hadapanku meskipun ia bersimpuh dengan permohonan," ucap Azka yang terdengar begitu angkuh di telinga Andrea.
"Lalu kenapa kamu peduli saat aku menangis?" tanya Andrea penuh dengan harap agar jawaban Azka akan menenangkan hatinya.