Azka dan Fathan keluar kelas menuju kantin. Mereka sangat kelaparan akibat sang dosen mengambil jam panjang untuk kuliah pengganti kali ini. Azka mengajak Fathan agar lebih cepat. Lelaki itu sudah benar-benar tidak sanggup menenangkan ribuan cacing di dalam perutnya yang terus meronta meminta jatah.
"Apa kau tidak sarapan?" kesal Fathan yang terus di dorong oleh Azka.
"Aku hanya makan roti dan omelet tadi," aku Azka dengan terus mendorong tubuh Fathan. Azka langsung memesan makanan dan meminta Fathan untuk mencari tempat duduk. Ia harus makan nasi sekarang karena beberapa hari ini jam makannya sangat tidak teratur.
Fathan terkekeh melihat sahabatnya itu sangat lahap menyantap 2 porsi nasi soto. "Berapa hari tidak makan Ka?" ejeknya begitu melihat piring Azka kosong.
"Aku melewatkan makan malam karena terlalu banyak camilan. Aku bahkan tertidur hingga tengah malam," ucapnya setelah meneguk tandas teh hangat yang sebenarnya adalah milik Fathan.
"Apa sebegitu laparnya sampai tehku pun kau lahap?" kesal Fathan akhirnya membuat Azka terkekeh.
"Tehmu lebih nikmat," sahut Azka acuh membuat Fathan memutar bola matanya malas. Azka akan selalu begitu jika sudah kelaparan. Semua makanan yang ada di hadapannya akan dilahap tanpa peduli siapa pemiliknya. Ia pun mengabaikan Fathan yang masih menggerutu karena melihat siluet Andrea berlalu menuju gerbang kampus. Ia menatap penuh punggung semampai yang kian menjauh itu dengan penuh tanda tanya. Memang setelah ini tidak ada lagi perkuliahan, tapi biasanya Andrea akan pergi ke perpustakaan atau setidaknya ke kantin untuk mengisi perutnya sebelum pulang ke apartemen. Jiwa kepo Azka pun kembali meronta. Ia penasaran apakah Andrea akan pergi bersama lelaki paruh baya yang waktu itu menjemputnya atau langsung kembali ke apartemen. Tapi ia tidak bisa meninggalkan Fathan yang kini sedang bersamanya. Sepertinya sahabatnya itu lebih membutuhkan dirinya saat ini dibandingkan dengan Andrea yang tampak bahagia. Azka tidak berbohong jika hatinya tergelitik untuk sekedar tahu hal apakah yang membuat Andrea bahagia. Kehidupan Andrea yang terlihat biasa saja meskipun menempati unit apartemen yang bisa di bilang elit membuat Azka semakin ingin tahu apakah pekerjaan gadis itu sebenarnya. Bahkan gadis itu harus memakai baju kekurangan bahan yang sangat di benci olehnya.
"Hei kenapa melamun?" lambaian tangan Fathan membuyarkan semua lamunan Azka.
"Bukan apa-apa," sahut Azka setelah menetralisir rasa terkejutnya. Ia pun menghabiskan sisa teh Fathan tanpa rasa bersalah membuat empunya mendelik kesal.
Mereka berdua pun berlalu menuju apartemen Azka sesuai dengan ajakan lelaki jangkung itu setelah mengembalikan beberapa buku yang sempat di pinjam lelaki itu beberapa hari yang lalu. Sebenarnya bisa saja ia membeli buku yang di butuhkan, tetapi entah mengapa ia sedang malas untuk keluar apartemen. Tak hanya itu, buku yang sama sebenarnya juga ada di perpustakaan rumahnya. Ia bisa mengambilnya sekaligus menjenguk kedua orangtuanya. Tapi sekali lagi, ia terlalu malas untuk keluar dan di tambah lagi jika bertemu kedua orangtuanya.
"Ayo ke apartemen," kata Azka lagi saat Fathan melamun di dalam perpustakaan.
Fathan yang hanya mengangguk sebagai jawaban kini tengah bangkit dari kursi kenyamanannya dan mengikuti langkah kaki sahabatnya itu menuju parkiran. Kebetulan hari ini Fathan membawa motor super kerennya ke kampus. Sepanjang jalan Fathan sudah tidak sabar untuk menceritakan pada Azka tentang apa yang sebenanrnya terjadi. Tapi, ia urungkan karena aka nada banyak pasang telinga yang mendengar pembicaraan mereka. "Sudah lama aku tidak ke apartemenmu," ucap Fathan saat mereka berhenti di lampu merah. "Apa kau merubah tata ruangnya?" tanyanya kemudian.
"Keadaannya masih tetap sama seperti terakhir kali kau kesana," jawab Azka.
Setelah nya tidak ada lagi obrolan diantara mereka karena lampau hijau sudah menyala. Azka memilih mengedarkan pandangannya ke sekeliling hingga akhirnya melihat sosok yang mirip Andrea dengan pakaian kekurangan bahan sedang berdiri di jalan dekat apartemen. Azka memicingkan matanya untuk melihatnya sekali lagi, tapi penglihatannya memang baik-baik saja. Usai memarkirkan motor Fathan, ia pun bergegas endatangi gadis yang berdiri membelakanginya itu untuk memastikan bahwa ia tidak salah mengenali. Mata Azka membulat saat ia benar-benar tidak salah melihat. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya tanpa menunggu gadis itu berbalik menghadapnya.
"Azka," lirih Andrea sembari membalikkan badan. Ia pun tersenyum manis saat melihat sebuah jaket sudah bertahta manis di pundaknya.
"Ayo masuk," paksa Azka tanpa bertanya lagi. Ia sangat kesal melihat Andrea lagi-lagi menggunakan pakaian yang entah di buat dengan tujuan apa. "Kau darimana? Kenapa pakaian ini masih saja kau simpan? Bagaimana kalau ada singa-singa jantan yang sedang berkeliaran?" Azka memberondong sekian baris pertanyaan kepada Andrea tanpa menatap membuat Andrea menghela napas lelah.
Mereka melupakan sosok Fathan yang sedari tadi menatap dengan bingung. Mereka bahkan meninggalkan lelaki yang masih menatap dengan bingung ke arah dua insan beda spesies yang sekarang telah beranjak menjauh itu. Sampai di depan lift barulah Azka mengingat keberadaan sahabatnya itu. "Hei, sampai kapan kau akan berdiri disana?" teriaknya membuat Fathan segera menyusul. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya setelah Fathan sampai di sebelahnya.
"Dia mau apa kesini?" sinis Andrea.
"Dia temanku," sahut azka membuat Andrea mencebik kesal. "Kau darimana?" Azka mengulang pertanyaannya setelah mereka memasuki lift.
"Aku pulang kerja," jawab Andrea dengan santai.
"Kau kerja apa dengan pakaian seperti itu?" kali ini Fathan tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Bukan urusanmu," kesal Andrea karena tak suka dengan pertanyaan Fathan.
Mereka akhirnya terdiam. Hanya helaan napas saling bersautan yang terdengar. Azka sedang menetralkan rasa kesalnya karena sekali lagi mendapati Andrea memakai pakaian yang sangat tidak pantas itu. Ia tidak ingin mengamuk karena sampai saat ini statusnya hanya teman dengan Andrea. "Lalu apa yang kau harapkan, Azka?" bathin Azka mulai meronta mengingat siapa dirinya bagi Andrea. Ia pun menghela napas kasar hingga membuat Andrea dan Fathan mengernyitkan dahi keheranan. "Ayo masuk," ajak Azka langsung menarik Andrea masuk ke apartemennya tanpa menunggu tanggapan diikuti Fathan. Azka memaksa Andrea untuk ikut bersamanya dan Fathan tanpa alasan membuat Andrea mendengus kesal.
Sementara itu, Fathan kini hanya menjadi pemerhati Azka dan Andrea yang kini sedang saling menggerutu tidak jelas. Ia merasa lucu dengan dua manusia yang ada di hadapannya itu. Otak pintarnya pun mulai memikirkan bagaimana jika keduanya jatuh cinta dan akhirnya hidup bersama. Ia pun terkekeh karena merasa konyol membuat Azka dan Andrea melotot ke arahnya secara bersamaan. Ia pun mengalihkan pandangan tanpa merasa berdosa. Memilih melihat ruang tengah apartemen sahabatnya yang lama ia tak kunjungi. Ia tersenyum karena dekorasi kamar ini sama sekali tidak berubah selain tumpukan buku yang semakin banyak di sudut ruangan. Sebenarnya ia sudah tidak tahan ingin bertanya tentang hubungan Azka dan Andrea, tapi ia tidak ingin menganggu keduanya yang kini hanya saling lirik tajam. Ia pun menghela napas lelah saat mengingat kembali masalah yang akhirnya menuntun dirinya untuk menemui Azka.
"Duduklah," ucap Azka pada kedua tamunya yang hingga kini masih berdiam diri.
Fathan mengalihkan pandangannya ia melihat dengan seksama bagaimana kecanggungan Azka maupun Andrea. Ia yakin ini adalah pertama kalinya mereka masuk ke ruangan pribadi lawan jenis.
"Mau minum apa?" tanya Azka pada Andrea dan Fathan yang kini sudah duduk di ruang tengah.
"Bebas," sahut Fathan yang kemudian di angguki oleh Andrea.
Azka berlalu menuju dapur dan membuat kopi hitam untuk dirinya dan Fathan juga jus jeruk untuk Andrea. Ia pun membawa nampan berisi tiga minuman. "Ambil camilan yang ada di dapur," suruhnya pada Andrea saat meletakkan nampannya di atas meja.
Tanpa suara Andrea berlalu menuju dapur. Ia kagum dengan dapur lelaki itu meskipun hidup sendirian. "Ternyata dia orang yang sangat rapi," gumamnya sembari mengambil camilan yang sebelumnya sudah di siapkan oleh Azka.
"Jadi apa masalah yang kau hadapi sebenarnya?" tanya Azka pada Fathan setelah Andrea meletakkan camilannya.
Fathan tidak langsung menjawab. Ia melirik pada Andrea yang kini juga tengah menatapnya. "Apa hubungan kalian sebenarnya?" tanyanya berbalik menatap Andrea dan Azka penuh selidik.
Andrea mencebik sedangkan Azka menghela napasnya dalam. "Sudah ku katakana kami ini hanya berteman," sahut Azka dengan malas karena lagi-agi ditanya tentang hubungannya dengan Andrea.
"Memangnya kenapa kalau aku dan Azka punya hubungan? Kau keberatan?" kali ini suara sinis Andrea membuat Azka mendelik kesal.
"Aku hanya ingin memperingatkan kalian agar berpacaran secara sehat," ucapan Fathan semakin membuat Azka melotot tajam.
"Kau kesini untuk membahas tentang Ashil," ucap Azka dingin membuat Fathan dan Andrea memutar bola matanya malas.
Andrea beranjak menuju kasur Azka dan langsung merebahkan tubuhnya disana. Ia tahu Fathan hanya ingin berdua saja dengan Azka meskipun tidak mengucapkannya. Sebagai wanita yang sangat pengertian Andrea tahu jika mereka berdua butuh privasi tanpa ada gangguan. Ia langsung menarik selimut sebatas dada dan mencoba terpejam membuat Azka dan Fathan saling bertukar pandang dengan heran setelah melihatnya beranjak tanpa suara.
"Kalian tinggal bersama?" tanya Fathan menatap penuh tanya pada Azka yang kini juga menatapnya dengan datar.