"Arrggghhh!!"
Arkan berteriak prustasi, kepalanya berdenyut sakit seakan pecah mengingat ucapan Freya yang terus terngiang di otaknya.
Richo sudah membuat darahnya mendidih, cowok keparat semacam Richo memang pantas mati. Arkan tidak terima semua itu, kepalan tangannya menguat rahangnya mengeras.
Arkan muak dengan Richo!
Dia membuang napas kasar, matanya memerah menahan kekesalannya. Tangannya meraih kasar gelas setengah air, dia remat kuat-kuat membayangkan kalau itu adalah leher Richo sampai akhirnya gelas itu retak dan pecah di tangannya.
Darah segar mengalir menelusuri lengannya, Arkan tidak peduli. Hatinya terlalu sakit di bandingkan dengan nyeri di telapak tangannya.
"Richo! Lo liat aja apa yang bakal gue lakuin nanti."
Arkan semakin menggebu. Hatinya membara bagai api. Benci Arkan kian membendung, dia sudah bersumpah tidak akan membiarkan Freya untuk dekat dengan lelaki manapun.
Selama ini Arkan terus mencoba untuk tidak egois, tetapi Arkan tidak bisa. Dia sudah terlanjur bersama Freya, cewek itu berhasil membuat Arkan menggila. Arkan kesal dengan perasaannya sendiri terhadap sahabatnya.
Seharusnya dia sadar, Arkan bukanlah orang yang Freya cintai. Lagipula selama ini Freya selalu baik padanya, Freya yang selalu membantunya. Tapi Arkan tidak bisa berbohong pada dirinya, Arkan menyukai sahabatnya itu. Arkan tidak ingin kehilangan Freya hanya karena Freya memilih orang lain.
"Siapapun cowok yang terang-terangan deketin Freya sampai suka! Dia udah berani bangunin singa dari tidurnya."
>>>
Freya baru saja kena omel sang Papa, dia di ceramahi habis-habisan karena berani menyembunyikan bahwa dia sudah berpacaran dengan Richo di belakang Gibran.
"Apa maksud kamu, Freya?" Gibran masih tidak menyangka, Freya adalah anak penurut, kenapa sekarang anak itu mematahkan kepercayaan dari Papa, nya?
Freya sendiri bingung harus menjawab apa, jika dia berterus terang tentang Richo yang menantangnya, pasti Papa 'nya akan bertanya hal lain.
Cewek itu hanya menghela napas kasar. Setelah mengantar Freya, Richo pulang karena Gibran menyuruhnya dengan alasan sudah malam, padahal cowok itu ingin berlama-lama dengan–kekasih barunya.
"Pa, udah dong marahin adek aku. Freya ga mungkin lah lupa sama ucapan, Papa. Richo mungkin yang paksa Freya buat jadi pacarnya." Devan membela, bukan karena itu, Devan juga sangat tahu perasaan Freya. Adiknya memang tidak pernah menyukai Richo.
"Lantas? Kenapa Freya diam waktu Papa tanya dia?" Gibran semakin geram.
Devan tidak bisa berkutik, dia sendiri juga syok mendengar dari mulut sang Papa saat beliau menyebutkan nama Richo.
"Semuanya buat Papa stress!" Gibran memijat pelipisnya, beliau melanjutkan, "Kalian tidur aja. Freya, besok dan seterusnya Papa akan terus antar kamu ke sekolah dan akan di jemput oleh sopir, kamu tidak boleh lagi pakai motor kemanapun!" tegasnya.
Freya melotot, mulutnya sedikit terbuka, "Engga bisa gitu dong, Pa. Freya engga bisa kalo ga pake motor."
Gibran menatap tajam putrinya, "Papa ingin yang terbaik untuk kamu, Freya!"
Freya bangkit dari duduknya, kakinya berjalan menghentak lantai.
Devan merasa tidak becus menjadi Kakak, dia sama sekali tidak bisa membantu Freya yang di landa masalah.
"Freya." Gibran memanggil, Freya berhenti berjalan saat menaiki di pijakan tangga ke empat, cewek itu menoleh.
"Besok ... kamu harus putusin, Richo!"
Jika Freya bisa melakukannya, pasti dia juga akan lakukan itu. Masalahnya Freya kalah, dia tidak bisa mengelak dengan alasan apapun.
Seumur hidup, Freya baru pertama kali di kalahkan oleh musuhnya sendiri. Sebelumnya Freya selalu menang, dia tidak pernah di permalukan oleh siapapun. Sepertinya jalan keluarnya memang Freya harus lebih mendalami karate 'nya, dia harus lebih giat lagi belajar.
Pagi-pagi sekali Freya berangkat sekolah, kali ini dia membantah Gibran. Tepatnya pukul setengah enam, Freya buru-buru kabur takut di pergoki Papa 'nya. Dia tidak sarapan, Freya memang nekat, dia tidak memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.
Freya mengelilingi sekolah saat masih keadaan sepi. Ya, walau ada beberapa siswa siswi teladan yang sudah berada di kelasnya masing-masing.
"Lo...Freya, kan?" sahutan dari seorang siswi cantik membuat Freya kebingungan, dia hanya membalas dengan anggukan.
Tangan kanan itu terulur, "Kenalin gue, Nayla." suaranya terdengar lembut di telinga Freya.
Cewek itu diam sebentar lalu berdeham.
Nayla tersenyum manis, "Gue cuma mau kenal aja sama lo, engga ada maksud lain, kok." tandasnya takut Freya salah paham.
"Gue ga suka basa-basi." Freya berkata ketus.
Nayla terkekeh, "Heum, lo ngerasa terganggu sama kehadiran gue, ya?"
Rumor yang beredar tentang Freya memanglah benar. Freya bukanlah sosok cewek yang mudah bergaul dengan orang yang baru saja dia lihat, Nayla juga mengetahui jika Freya bersikap seperti itu juga walau di depan temannya.
Freya tidak memperdulikan, dia berjalan melewati Nayla dengan wajah datar.
"Padahal...gue cuma mau temenan sama dia." Nayla berkata sendu, setelah itu dia berjalan ke arah kelasnya.
Guntur melihat Freya saat cewek itu masih terus berjalan seperti linglung mencari arah.
"Freya.." Guntur memanggil.
"Lo kayak linglung gitu pagi-pagi, cari kelas?"
Freya menghela napas, dia berjalan, Guntur mengikuti.
"Gun.."
Guntur menatap Freya dari samping, hari ini cewek itu kelihatan tidak semangat.
"Iya, gue."
Freya berhenti saat sudah di depan kelasnya, dia melirik Guntur, "Lo sama yang lain..jangan pernah lagi berurusan sama Richo, dia bukan lawan lo semua."
Tatapan Freya kosong, Guntur tahu Freya tidak ingin melibatkan orang lain atas masalahnya. Tapi, Guntur itu sudah menjadi sahabatnya juga. Freya masih saja menutupi apa yang telah terjadi. Cewek itu terlalu merepotkan orang lain.
"Sebenernya lo ada masalah apa, Ya? Apa kita ga boleh tau sampe lo tutup-tutupin?"
Freya justru sudah lelah di kasihani. Dia tidak mau lagi membuat semua temannya terlibat lagi, Freya ingin dia sendiri yang tangani.
"Engga." Freya menampik.
Guntur semakin yakin, Freya pasti menyembunyikan sesuatu darinya dan temannya.
"Ini kenapa belum pada masuk?" Trian merangkul Guntur saat baru saja datang ke sekolah, cowok itu mendesis menepis rangkulan Trian.
Freya melangkah masuk, Trian sempat kebingungan namun dia tidak memikirkan.
Bukankah sifat Freya memang begitu?
Berulang kali Freya menegaskan teman-temannya untuk tidak berurusan dengan Richo, tetapi mereka semua membantah. Mereka juga tidak yakin Freya bisa menghadapi Richo si cowok picik. Freya tidak tahu kalau mereka sudah merencanakan sesuatu. Trian dkk sudah menganggap Freya sahabat, sudah sepantasnya dia dan lainnya ikut membantu.
Karena makna dan arti teman sesungguhnya itu untuk menjaga satu sama lain.
Saling menguatkan di saat tumbang.
Mengobati jika salah satunya ada yang terluka.
Sulit.
Memang.
Tidak dapat di pungkiri. Menjalani sebuah persahabatan membuat kepala Freya pusing.