Chereads / Baby's Dragon / Chapter 33 - 18. Bayi Kecil Papa

Chapter 33 - 18. Bayi Kecil Papa

3 jam telah berlalu. Bahkan, sebelum 3 jam, Leo telah melangkah keluar dari Makam.

Hal pertama yang menyambutnya adalah pelukan dari pemuda yang terus menerus gelisah.

"Baby sangat senang?" kekhawatiran Cosmos sirna begitu saja. Pertanyaannya tertelan, digantikan dengan perasaan lega begitu mendapati ekspresi wajah remaja di pelukannya berubah.

Si kelabu tidak memasang ekspresi dingin. Kedua pipi pucatnya, kini kemerahan, dengan sepasang netra biru yang berkilau penuh antusias. Senyuman kecil tidak henti mengembang, memberitahukan suasana hati yang begitu baik dari sosok remaja mungil yang berada di gendongannya.

"Um," Leo tanpa ragu mengangguk. Mengakui suasana hati yang terasa ringan dan nyaman. Ini di luar ekspektasinya. Bagaimanapun, pada awalnya ia tidak menerima kematian semua orang, dimana semua orang meninggalkannya sendiri di dunia yang asing dan aneh ini. Namun, begitu ia bertemu dengan keempat makam, melihat langsung bahwa mereka benar-benar telah pergi …

Lao tahu bahwa ia telah menerima semuanya.

Untuk menghilangkan rasa sakit dari duri yang menancap, kau harus mencabut duri itu sendiri. Meski sakit, tetapi lukamu akan sembuh. Hal ini yang menjadi tekat sang Penyihir. Ditinggalkan sendirian, mengetahui semua orang yang kau sayangi telah pergi, bohong bila Leo bisa menerima begitu saja. Ia kalah oleh waktu, tetapi lucunya, waktu juga lah yang secara perlahan mengobati kerinduannya.

"Mereka tertidur dengan sangat damai," Leo berbisik. Remaja kelabu itu memeluk leher sang Naga, mengeluarkan suara kekanakan yang begitu menyenangkan. "Papa, aku tidak mau mengganggu tidur mereka, biarkan mereka beristirahat dengan tenang."

Cosmos tersenyum kecil. Tangan putihnya dengan lembut menepuk-nepuk punggung sang remaja. "Um," gumamnya. Lalu sepasang netra emas menatap pria tua yang sejak tiga jam lalu, berdiri bersamanya. Tenang, memandang mereka dengan senyuman lembut yang merekah. "Felix, kami sudah selesai."

Diandra Felix yang sejak tadi diam, tersenyum. Ia mengangguk dengan lembut. "Baiklah, silahkan ikuti saya," ujarnya sopan, lalu melangkah lebih dahulu untuk menunjukkan jalan. Bagaimanapun, sebagai Kepala Sekolah Academy Ruby, Incubus tua ini harus memiliki navigasi yang tepat untuk setiap area sekolahnya.

Ketiganya keluar dari dalam kastil tua yang memiliki banyak pilar dan cabang. Area tempat mereka berada begitu sepi, banyak tumbuhan yang dengan liar merambat pada dinding, memberikan kesan angker dan tidak terawat, ditambah tidak adanya penghuni pada area besar ini, kompleks kastil tua lebih terlihat seperti kota kuno yang mati.

Pemandangan ini membuat Cosmos tertarik. Sesekali ia akan mengobrol dan bertanya kepada Incubus tua dan pria itu akan menjelaskan dengan sabar. Selama perjalanan, Leo benar-benar menikmati waktunya. Ia digendong, mencium aroma yang familier dan telah bertemu dengan keempat murid kesayangannya. Semuanya dalam keadaan baik dan tempat peristirahatan itu, terjaga dengan baik. Hal ini membuatnya lega hingga sang remaja, tanpa sungkan sama sekali, tertidur di gendongan sang Naga.

Pada akhirnya, sang remaja terbangun ketika mulai merasa lapar.

"Baby?" menyadari bahwa sosok yang tertidur akhirnya bangun, Cosmos menoleh, mengusap kepala di balik tudung yang dikenakan sang remaja. "Lapar?"

Leo mencium aroma makanan, hal ini semakin membuat perutnya memberontak minta diisi. Cemberut, remaja itu menoleh, mendapati bahwa mereka telah berganti tempat …

Ruangan yang cerah nyaris membutakan matanya.

Lapisan kaca pada dinding memamerkan suasana terang di luar sana. Menghantarkan cahaya matahari terik untuk masuk dan menyinari ruangan besar. Berderet lukisan tua ditempel pada dinding putih, berdampingan dengan jendela-jendela prancis yang terbuka lebar menyambut suasana hijau hutan.

Tidak ada perabotan apapun di dalam ruangan besar ini kecuali sebuah meja kayu panjang, dengan berderet kursi mengelilinginya tepat di tengah-tengah ruangan. Oh, juga, jangan lupakan beberapa hidangan panas yang mengepul di atas meja.

Leo menatap fokus makanan yang ada di hadapannya.

Apakah kalian menggodaku? Kenapa aroma dan penampilan makanan di atas meja ini begitu menarik?! Tunggu, apakah semua ini masakan Ayahnya?!

Menggerakkan tubuhnya, Cosmos langsung tahu apa yang diinginkan sang remaja. Tanpa ragu, ia melepaskan si kecil, menempatkannya di kursi di sebelah agar bisa meraih dan memakan apapun yang diinginkannya.

Bila bukan karena ada orang lain, Leo benar-benar bisa melakukannya. Sungguh, ia benar-benar bisa dengan liar memakan semua makanan ini! Leo sangat hafal masakan Naga Perak, ia yakin ini adalah salah satu dari sekian banyak masakan yang menjadi eksperimen berhasil Ayahnya.

Melepaskan tudung yang ada di atas kepala, si kelabu merasa tidak sopan untuk makan sambil menutupi wajah. Jadi, menatap Kepala Sekolah Academy Ruby yang duduk berseberangan meja dengannya, ekspresi si kelabu terlihat tenang dan terkendali. Berbanding terbalik dengan innernya yang menjerit minta makan.

"Baby, minum dulu," memberikan segelas air hangat, Leo menerima gelas yang diberikan Cosmos dan meminumnya dengan patuh. Tindakannya lembut, meminum dengan tidak terburu-buru. Oh, ia memang sedikit haus. Setidaknya, ini bisa sedikit meredam rasa lapar di perut.

Menepuk punggung kecil sebagai kode agar Leo bisa makan lebih dulu, sepasang netra biru berbinar. Namun, dengan wajah serius dan dingin, jemari putih meraih garpu dan sendok, mulai memakan dessert sebelum memakan makanan utama.

"Aku tidak akan berbasa-basi," mengusap helai rambut kelabu babynya, Cosmos lalu menoleh, menatap sosok Kesatria di hadapannya. Senyuman dan pandangan lembut itu berubah menjadi dingin. Ekspresi serius tercetak di wajah tampan sang Naga Perak. "Selain mengunjungi makam, ada hal lain yang ingin kulakukan di sini."

Cosmos menggunakan kata 'aku' dan bukan kami, menyatakan dengan tegas bahwa bisnis yang akan diucapkan adalah urusannya. Mendengar apa yang si perak katakan, jelas tidak mengubah ekspresi sang Incubus. Kepala Sekolah Academy Ruby itu tersenyum, seolah tahu bahwa tujuan Keturunan Shappire ke Academy ini tidak mungkin bila hanya untuk mengunjungi makam kuno.

"Aku ingin meminjam salah satu gedung untuk penelitian," Cosmos menaruh kedua tangannya di atas meja, menatap fokus iris kelabu yang tenang. "Sampai penelitian berhasil, aku ingin gedung itu aman, terisolasi dari orang lain dan apa yang dikerjakan, tidak ada yang mengetahui."

Incubus berhelai putih itu terdiam selama beberapa detik, terlihat berpikir.

"Aku memerlukan gedung penelitian dengan peralatan teknologi. Salah satu gedungmu, bangunan Laboratorium A-0 cocok untuk digunakan."

Alis Felix terpaut. "Gedung itu sudah lama sekali tidak digunakan," ujarnya, terdengar ragu. "Tuan, yakin ingin menggunakannya? Saya bisa merekomendasikan tempat yang lain, di sana setidaknya Gadung baru dan lebih baik ketimbang A-0."

Laboratorium A-0 adalah Lab yang sudah tidak digunakan. Bangunan tua itu merupakan sebuah kastil kecil, berada di tengah-tengah hutan Utara Academy Ruby dan terlihat terisolasi dari dunia luar. Karena jaraknya terlalu jauh dari gedung Utama Pembelajaran, Academy sudah tidak menggunakannya lagi dan memindahkan sebagian besar alat-alat penelitian ke masing-masing gedung Laboratorium.

"Tidak, aku hanya memerlukan gedung itu," Cosmos menolak. Lalu, sebuah layar transparan muncul tepat di hadapan sang Naga. Jemari lentik bergerak, mengetik beberapa kata lalu mengirimkannya. "Ini beberapa alat yang kuperlukan. Kuharap, dalam 3 hari, gedung itu sudah siap untuk digunakan."

Sebuah layar transparan muncul di hadapan Felix. Pria tua itu menatap daftar yang dikirimkan. Nama-nama yang tertera … membuatnya terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk.

"Saya tidak akan mengecewakan Tuan An," ujarnya, penuh percaya diri. "Ngomong-ngomong, selama Anda dan Tuan Muda An menunggu, kami sudah menyiapkan kastil khusus untuk Anda. Kami harap, Anda akan menyukai bangunan yang kami persiapkan."

Karena ucapan Kepala Sekolah Academy Ruby, ketika Leo kenyang dan puas memakan makan siangnya, ketiga orang keluar dari ruangan menuju mobil kapsul. Di dalam kendaraan yang melayang, Leo bisa melihat pemandangan asri Academy Ruby. Mobil Kapsul terbang rendah, hanya satu meter dari tanah, melayang tidak terlalu cepat untuk memamerkan setiap sudut wilayah bersamaan dengan Felix yang menjelaskan.

"Beberapa penyihir yang tidak ahli dalam Alkimia, biasanya akan lebih fokus untuk mengambil pekerjaan sebagai penyedia bahan mentah atau Pembuatan Alat Sihir," Felix menatap beberapa petak tanah yang berjajar rapi di kanan dan kiri jalan selebah 3 meter. "Tentu saja, tidak semua Penyihir ahli dalam berbagai macam bidang, karenanya kami membagi kelas sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing murid dan disesuaikan dengan level mereka."

"Mereka sangat bebas," Leo bergumam, menatap petak tanah di mana banyak tanaman yang masih merupakan bibit, berjajar rapi.

"Tentu," senyuman kecil mengembang, sepasang iris kelabu menatap lembut ke arah sang remaja. "Para Penyihir di Academy ini, saya jamin memiliki pendidikan terbaik dan kebebasan mereka untuk mendapatkan ilmu. Tentu saja, dalam catatan bahwa mereka mematuhi peraturan."

"Kudengar, pendidikan di Academy ini sangat ketat, terutama untuk Penyihir level 0 dan 1," sang Naga menyandarkan punggung ke kursi, menoleh menatap Kepala Sekolah Academy Ruby.

Helaan napas terlontar, sebelum akhirnya sebuah senyuman muram mengembang. "Kita semua tahu, bahwa Penyihir level 0 adalah kondisi terapuh mereka. Karena itu, aku merevisi peraturan dan melarang setiap Penyihir level 0 dan 1 untuk keluar dari Academy. Tentu saja, mereka tetap bisa bertemu keluarga, tetapi dalam catatan bahwa keluarga mereka yang mengunjungi Academy, dan bukan murid kami yang keluar untuk menemani mereka."

Jeda beberapa detik, Incubus tua menatap sedih ke arah remaja cantik yang masih fokus menatap ke luar jendela. "Alasanku membuat peraturan seperti itu … yah, karena lebih dari 70%, Penyihir level 0 dan 1 yang keluar untuk mengunjungi keluarga mereka, kembali dalam keadaan … tidak bernyawa."

Begitu lemah?

Alis Leo terpaut mendengarnya. Meski pandangan dan fokusnya masih terlihat seperti memandang ke luar jendela, remaja kelabu ini tetap mendengarkan. Oh, sungguh, meski fisik Penyihir memang lemah, tetapi Leo tidak menyangka akan jatuh ke titik ini …

"Tentu saja peraturan ini bersifat ketat, tetapi untuk Penyihir level 1, selama ada keperluan mendesak dan memenuhi syarat, mereka tetap diperbolehkan keluar," Incubus itu sedikit menambahkan, memberitahukan bahwa peraturan mereka tidak benar-benar kaku.

"Jadi, itu alasan beberapa Sekolah Penyihir membuat peraturan bahwa mereka hanya akan menerima Penyihir level 2?" Cosmos bergumam, teringat tentang Sekolah Sihir yang masing-masing dimiliki oleh ketiga Negara. Setiap Negara, memiliki satu Sekolah Sihir. Naga Perak sempat membaca dan iseng menyelidiki. Bila bukan karena Babynya adalah Penyihir, sosok Papa ini tidak akan mungkin dengan kepo mencari tahu.

Setiap sekolah membuat peraturan yang sama.

Tidak terbatas umur, berada di level 2 ke atas dan merupakan seorang Penyihir.

Sejauh ini, hanya Academy Ruby yang masih tetap menerima Penyihir level 0.

"Academy Royal Ion, Academy Sains dan Academy Penyihir Yuron adalah Academy yang fokus untuk pendidikan, bukan perawatan. Sementara kami, Academy Ruby, lebih fokus kepada perawatan kami dalam mendidik para Penyihir, itu sebabnya … ketimbang ketiga Academy, sekolah kami jauh lebih banyak memiliki cabang pembelajaran."

Ketiga sekolah yang disebutkan Felix merupakan nama-nama Sekolah Sihir pada masing-masing Negara. Leo sudah mendengar dan menyelidikinya. Bagaimana sekolah itu … memang lebih seperti lembaga yang dikhususkan hanya untuk mengeluarkan materi yang akan digunakan para murid agar dapat memiliki sertifikat izin. Bagaimanapun, setiap penyihir tidak mungkin bisa menjual obat yang mereka buat tanpa memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.

"Yah … karena terlalu banyak cabang, aku sampai tidak bisa menghafalnya," pria tua itu tersenyum jenaka. "Ngomong-ngomong, sekolah kami juga cukup terbuka. Pada beberapa kesempatan, kami akan melakukan pertukaran pelajar dengan ketiga Academy Sihir setiap tahunnya."

"Pertukaran pelajar …," Cosmos bergumam, terlihat memikirkan sesuatu. "Bagaimana kalian menyeleksi murid yang ingin pergi?" bagaimanapun, cabang pembelajaran di Academy Ruby sangat banyak, selayaknya akar sebuah pohon yang meliuk menembus tanah. Nah, bagaimana Academy memilih seorang siswa yang ahli sebagian besar alkimia untuk dikirim ke masing-masing sekolah di luar sana?

Ada senyum jenaka yang mereka di bibir Incubus tua itu. "Kami tidak menyeleksinya," aku sang Kepala Sekolah. "Setiap murid yang berhasil masuk ke dalam level 2 dan telah menjadi level 2 dalam setahun … nama mereka akan secara otomatis diundi."

"Diundi?"

Pria berhelai putih itu tersenyum. "Kami biasanya akan memilih 6 perwakilan yang masing-masing akan pergi dan menikmati pembelajaran di luar selama 1 bulan, tetapi … setiap tahun, tidak ada yang ingin mendaftarkan diri. Karena itu, kami hanya bisa menggunakan cara paksa dengan mengorbankan mereka yang bertahan di level 2 selama setahun, lalu mulai mengundi nama mereka."

Diam.

Baik Leo maupun Cosmos, sama-sama kehilangan kata-kata. Namun, pria tua ini jelas tidak ingin berhenti bercerita.

"Sistem pembelajaran kami sangat berbeda dengan ketiga negara, karena itu … para murid yang dibawa ke sana, merasa aneh dan tidak nyaman. Meski kami akan selalu memberikan pembekalan pengenalan dunia luar, mereka tetap sulit untuk menerima dan beradaptasi. Itu sebabnya, mereka cenderung menghindar untuk pergi ke luar selama satu bulan."

Pemuda perak itu mengerutkan alis. "Bukankah berarti mereka tidak bisa berkembang?" Kemampuan bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan baru, adalah hal yang penting.

Pria tua itu tersenyum. "Mereka yang berada di level 2, telah diizinkan untuk keluar dari lingkungan Academy Ruby dengan syarat bersama wali mereka. Penyihir yang memiliki level 2 ke atas, bahkan tidak memerlukan izin untuk keluar dari lingkungan Academy. Namun, seperti kataku sebelumnya, mereka yang berada di Academy sejak level 0 dan 1, jauh lebih banyak. Mereka, adalah penyihir-penyihir yang cenderung … penakut. Itu sebabnya, aku memerlukan sedikit paksaan, agar mereka mau membuka diri dan mulai mandiri."

Kekehan mengalun, pria tua itu menatap lembut ke luar jendela. "Yah … anak-anak. Terkadang, bila kita tetap mengikuti keinginan mereka atau bahkan terlalu mengatur, mereka tidak mungkin bisa berkembang dan mandiri, bukan?"

Sepasang netra emas refleks menatap remaja kelabu yang duduk tepat di sampingnya. Sosok, yang sebelumnya begitu kecil dan rapuh, kini telah tumbuh tinggi dan menawan. Meski masih sangat manja dan mudah merajuk, Cosmos tidak bisa menyangkal bahwa ada rasa bangga bisa membesarkan seorang putra yang begitu luar biasa seperti ini.

"Ya," gumamnya lalu mengusap helai kelabu sang remaja. Iris sewarna matahari itu melembut, diiringi dengan senyuman kecil yang mengembang di belahan bibir tipis. "Anak-anak, bagaimanapun, harus berkembang dan hidup mandiri."

Apakah berarti kau berniat meninggalkanku?

Alis Leo terpaut, refleks menoleh dan melirik dingin pemuda di sampingnya.

Oh, sungguh, bila Naga perak ini benar-benar berniat menikah dan meninggalkannya seorang diri, ia tidak akan ragu mencekiknya! The Hell! Ia sudah sangat susah untuk membesarkan Naga primitif ini menjadi Naga cerdas yang luar biasa, bagaimana bisa orang ini berniat untuk meninggalkannya?!

Mendadak, Leo benar-benar merasa marah. Wajah cantik itu memerah sempurna, menatap tajam ke arah sang Naga. Dengan kesal, tangan putih itu terulur. Menarik tangan yang berada di atas kepalanya, lalu dengan ganas--

GIGIT!

"Baby, ada apa?" Cosmos bingung bukan main. Mendadak, bayi kecilnya marah. Oh, kenapa? Sungguh, ia tidak merasa melakukan kesalahan. "Baby … jangan gigit, okay? Gigi baby nanti sakit … ,"

Cosmos tidak berani menarik secara paksa, bagaimanapun, kulitnya keras, tindakan menggigit jelas hanya akan menyakiti gigi kecil yang berderet rapi itu. Bila Cosmos menghindar, tindakannya hanya akan seperti melemparkan bensin ke api. Kebiasaan setiap kali si kecil marah, benar-benar tidak berubah. Hal ini membuat Cosmos merasa ngeri. Bagaimana bila babynya menjadi ompong karena terlalu sering marah dan menggigitnya?

"Baby … ," Cosmos masih mencoba membujuk, suaranya terdengar memelas dengan ekspresi yang dibuat menyedihkan. Hal ini membuat sang remaja puas. Ia melepaskan gigitan dan mendengus.

Helaan napas lega terlontar. Papa muda yang merasa sangat tua karena mendapati emosi anaknya semakin menjadi-jadi dan sulit dimengerti, hanya bisa mengalah. Dengan lembut meraih si kecil dan memangkunya, tangan besar itu dengan lembut mengusap wajah cantik sang remaja.

"Marah dengan Papa?"

Leo mendengus.

Cosmos meringis melihat reaksinya. Oh, Babynya benar-benar merajuk … hal ini mau tidak mau membuat sosok pemuda perak dengan sabar terus membujuk dan memuji sosok remaja cantik di pangkuannya. Felix mencoba membantu, mencoba mengalihkan perhatian remaja kelabu dengan beberapa hal seperti Obat dan Tanaman. Untungnya, hal itu berhasil. Remaja kelabu itu dengan mudah mengalihkan fokus dan lupa dengan sesi merajuk.

Jadi, ketika mereka tiba di kastil kecil yang merupakan kediaman sementara mereka, langit telah berubah menjadi gelap. Terlalu banyak mampir ke sana ke mari, membuat ketiganya lupa waktu. Bila bukan karena jam biologis Cosmos untuk mengingat makan malam bayi manjanya, mereka tidak mungkin bisa pergi lebih awal.

"Tuan Muda An masih sangat muda," Felix menatap lembut remaja yang tengah makan malam di hadapannya. Ketiga orang kini kembali berkumpul di ruang makan, dengan meja yang dipenuhi dengan menu hangat yang lezat. Kastil kecil ini hanya memiliki 3 lantai, tetapi cukup dekat untuk ke semua akses umum. "Tuan An sangat beruntung memilikinya."

"Ya," Naga konyol itu tersenyum, jelas diam-diam terlihat bangga. Leo mendengus, mengabaikan sepasang kelereng emas yang meluap oleh kesombongan. Lebih baik fokus makan ketimbang muntah melihat kekonyolan Ayahnya.

"Ngomong-ngomong, Tuan Felix juga memiliki seorang cucu, bukan?"

Dari memanggil Felix saja menjadi Tuan Felix, Leo tidak tahu sejak kapan Ayah Angkatnya yang konyol ini mulai menghormati dan bahkan terkesan … memiliki persahabatan revolusioner?

Remaja kelabu tidak peduli.

Oh, makan malam ini enak sekali … sepertinya Ayahnya harus mulai belajar dari para koki di sini untuk memasak.

Incubus tua itu menghela napas mendengarnya. "Oh, cucuku terlihat seumuran dengan Tuan Muda An, tetapi dia tidak semanis Tuan Muda An," akunya. Ada jejak penyesalan dari setiap kata yang terlontar. "Anak-anak, cepat sekali untuk besar. Yah … karena itu, Tuan An, Anda sangat beruntung. Putera Anda masih begitu manis dan lucu, dia juga masih mau bermanja, Anda harus memanfaatkan waktu seperti ini dengan sebaik-baiknya sebelum dia besar dan tidak bisa lagi bertingkah manis seperti ini."

Leo menghentikan pergerakannya.

Ucapan Kepala Sekolah Academy Ruby sukses membuat tubuhnya kaku.

Sungguh …

SIAPA YANG BERTINGKAH MANIS?! SIAPA YANG LUCU?!

Leo benar-benar ingin mengaum marah. Tangannya gemetar, ingin melemparkan pisau ke arah kakek reot yang berada di seberang meja. Namun, ucapan Cosmos selanjutnya membuat telinga si kelabu berdengung.

"Benar," seolah menyadari sesuatu, ekspresi Naga perak berubah menjadi serius. "Bagaimanapun, Baby tidak mungkin kembali kecil … jadi, benar apa yang dikatakan Tuan Felix, lebih baik memanfaatkan waktu sebaik mungkin sebelum dia tumbuh lebih besar dan mulai melupakan Ayahnya."

Excuse me?

Maaf, tetapi seseorang yang kalian bahas, masih ada di meja ini!

Leo melotot marah. Tidak berniat untuk memakan makan malamnya. Wajah cantik dengan pipi gembil itu memerah, menoleh ke arah sang Naga dengan pandangan maut. Namun, sosok itu justru menyeringai, menatap lembut sang remaja dan mengulurkan tangan untuk mencubit pipi gembil yang menggemaskan.

"Baby … Baby sangat menyukai Papa, bukan?"

Leo kaku.

Entah bagaimana, ia merasakan firasat buruk.